Oleh: Ummu Hushiny
(Pemerhati Sosial)
(Arrahmah.com) – Pemerintah Indonesia hingga kini terus mengembangkan vaksin COVID-19 dalam negeri yang kelak diberi nama Vaksin Merah Putih.
Selain mengembangkan vaksin buatan sendiri, Indonesia juga tengah bekerja sama dalam pengembangan vaksin buatan perusahaan biofarmasi asal Cina Sinovac Biotech melaui perusahaan pelat merah PT Bio Farma.
Pengembangan vaksin virus corona buatan Sinovac tersebut telah memasuki fase uji klinis tahap tiga. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu tempat uji klinis vaksin tersebut. Nantinya uji klinis tahap tiga akan dilakukan di Bandung mulai Agustus mendatang selama enam bulan, bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran. Uji klinis ini akan melibatkan sebanyak 1.620 relawan yang berusia 18-59 tahun, dan berlokasi di enam titik yang telah ditentukan di Kota Bandung. (msn.com)
Upaya pemerintah tersebut, tentu menjadi kabar gembira ditengah wabah yang tak kunjung reda. Namun, apakah tepat kerjasama yang dilakukan pemerintah dengan memilih Cina sebagai patnernya? Terkait hal tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
Pertama, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka kehalalan vaksin menjadi sebuah keharusan.
Kedua, keamanan vaksin adalah prioritas. Hal ini menyusul dengan ditemukannya vaksin yang diproduksi China memiliki kualitas dibawah standar WHO. ( Warta Ekonomi,3/8/2020).
Ketiga, kerjasama vaksin bukanlah kerjasama ekonomi, sehingga keuntungan ekonomi seperti terciptanya lapangan kerja dan industri vaksin sebagai penyumbang devisa negara, harusnya bukan menjadi pertimbangan utama dalam upaya kerjasama ini. Dan jangan sampai kerjasama ini dimanfaatkan segelintir pihak untuk mengeruk keuntungan pribadi serta memonopoli kepentingan umum.
Pemerintah hendaknya menilai kredibilitas Sinovac bukan hanya dari statusnya sebagai perusahaan terbuka di bursa NASDAQ, Amerika serikat. Penilaian sejatinya harus dilakukan secara menyeluruh dengan memperhatikan betul aspek terkait kinerja perusahaan dan kualitas vaksin itu sendiri. Karena bagaimanapun proses pembuatan vaksin merupakan proyek besar bagi kesehatan rakyat.
Sudah menjadi kewajiban negara untuk mengurusi permasalahan rakyatnya. Saat rakyat membutuhkan vaksin untuk meredam wabah covid 19,
negara sepatutnya tidak menjadikan pembuatan vaksin sebagi proyek untuk mengeruk keuntungan.
Kemaslahatan umum harus menjadi orientasi utama agar rakyat bisa mendapatkan obat yang tepat. Oleh karena itu, negara harus memperhatikan aspek kelayakan dan keamanan. Bukan keuntungan.
Itulah yang di ajarkan dalam Islam. Negara menjadi perisai (junnah) tempat berlindung rakyatnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ، فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ، وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)
Karenanya perlu implementasi syariat secara nyata. Syariat islam akan menuntun negara sehingga mampu mewujudkan perisai bagi rakyat, melindungi mereka dari wabah dan segala marabahaya.
Wallohu ‘alam
(ameera/arrahmah.com)