Oleh: Al-Ustadz DRS. A. Subki Saiman, MA & Dr. (cand) H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM.
(Peneliti Ahli Lembaga Kajian Strategis Al-Maqhasid Syariah)
(Arrahmah.com) – Perang melalui pena, perang pemikiran kami yakini bagian dari Jihad fi Sabilillah, dengannya kami sangat mengharapkan balasan keridhoan dari Allah SWT, membuat hati Baginda Nabi Besar Muhammad SAW bahagia, begitupun para ahlul bait dan sahabat-sahabatnya. Ini adalah perjuangan akbar melawan gerakan-gerakan, manuver, propaganda dan provokasi yang dikendalikan oleh satu negara “Republik Syi’ah Iran.”
Saksikanlah wahai pengikut Syi’ah Rafidhah, kami akan tetap menentang segala bentuk penyebaran dakwah terselubung anda, camkan!. Menjadi hak anda untuk melakukan itu kapan dan dimana saja, tapi anda harus ingat suatu saat kelak, rekonstruksi sistem hukum akan mewujudkan pelarangan Syi’ah di indonesia sebagaimana berlaku di Malaysia.
Syi’ah semakin berani menunjukkan eksistensinya dalam memutarbalikkan fakta, menghasut, dan memfitnah, mencela, mencaci-maki bahkan sampai mengkafirkan Sahabat Nabi Muhammad SAW, khususnya Khulafaur Rasyidin. Salah satu alat propaganda mereka adalah menanamkan kebencian kepada Sahabat Nabi Muhammad SAW baik secara langsung maupun tidak langsung, terbuka maupun tertutup.
Propaganda itu dilakukan melalui ceramah di media TV internal mereka (TV Ahlul Bait Indonesia), you tube, berbagai website dan penerbitan buku, hal ini dilakukan guna menarik massa dari kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah. Penerbit Nur Al-Huda -Islamic Cultural Center (ICC) & Rausyan Fikr (Yogya) yang tergolong paling militan dalam penyebaran buku-buku provokasi dimaksud.
Syi’ah melembagakan Ritual Bid’ah Majelis Karbala, mengusung kebenaran padahal penuh dengan kedustaan belaka. Majelis Karbala adalah sebagai alat menarik massa, mensyi’ahkan kaum Sunni! Tragedi Karbala sejatinya mereka (Syi’ah) yang seharusnya bertanggungjawab! Merekalah yang berkhianat meminta Syaidina Husain bin Ali bin Abi Thalib ra datang ke Kuffah tapi mereka melakukan penghianatan yang keji! Mukhtar at-Tsaqafi adalah dalang penghianat, dia yang menerima kedatangan Muslim bin Aqil selaku utusan Syaidinia Husain ra, tapi dia yang meninggalkan Muslim bin Aqil hingga ia terbunuh.
Mukhtar at-Tsaqafi juga pernah melakukan upaya makar terhadap terhadap Syaidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Pasca peristiwa berdarah Karbala dia memanfaatkan situasi dan kondisi kesedihan umat dengan memimpin pembalasan darah. Dia menjual nama Muhammad Al-Hanafiah ra saudara seayah Syaidina Husain ra, dengan mengatakan bahwa dia telah mendapatkan restu dari Muhammad Al-Hanafiah ra.
Kebohongannya yang sangat kurang ajar dengan mengatakan bahwa Muhammad Al-Hanafiah ra adalah Imam Mahdi as dan dia adalah wakilnya! Tragedi Karbala telah menjadi ikon marketing agama Syi’ah, peringatan hari Asyura menjadi wajib bagi mereka. Mereka melebihkan hari Asyura dengan ratapan. Terlebih lagi tanpa puasa, sebagaimana sangat disunnahkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Apakah ini yang dinamakan madzhab Ahlul Bait, perlu diketahui penamaan ini hanyalah siasat mereka untuk menutupi jatidirinya “RAFIDHAH”! Mengapa demikian massif dan ofensifnya peringatan Tragedi Karbala itu dipropagandakan, jawabannya adalah membangkitkan rasa, paham dan semangat untuk membesarkan ajaran agama Syi’ah! Perlu dicatat upaya ini adalah salah satu dari sekian banyak strategi yang mereka kembangkan.
Khomeini sang Imam Besar Syi’ah mengatakan keberhasilan Revolusi Iran (1979) tidak lepas dari pelaksanaan tradisi Majelis Asyura yang telah berlangsung ratusan tahun di Iran. Mereka dengan licik telah memutarbalikkan fakta sejarah (distorsi), mereka menyembunyikan asal-muasal peringatan Karbala. Riwayat yang shahih menjelaskan bahwa penduduk Kuffah (Iraq) pada saat itu menyesali perbuatan para kaum lelaki mereka, kaum wanita ketika menyadari akibat penghianatan kaum lelaki mereka atas gugurnya Syaidina Husain ra di Karbala.
Mereka meratap, dan memukulkan kepala dan badan mereka dengan tangan mereka sendiri sebagai wujud penyesalan atas penghianatan besar kaum lelaki mereka. Pengakuan Khomeini tentang keberhasilan Revolusi Iran sangat identik dengan Ritual Karbala mengisyaratkan kepada kita bahwa terdapat potensi ekspansi Revolusi Iran ke berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia! Memang tidak secara langsung, akan tetapi ini dilakukan dengan sistematis dan terhubung secara emosional.
Pengembangan Ritual Karbala – yang sebenarnya hanya bersifat tradisi (budaya) Yahudi Persia – diberdayakan sedemikian rupa dengan label bagian dari agama serta mempunyai fadhilah yang besar bagi para pengikutnya JAMINAN BEBAS DARI SIKSA KUBUR DAN API NERAKA???. Di lain pihak, bagi kalangan yang tidak mengikuti Ritual Karbala tidak akan pernah mendapatkan pertolongan (syafaat) dari Syaidina Husain bin Ali bin Abi Thalib ra, ketika menerima hukuman di akhirat (Neraka).
Melalui Imam Husain as seseorang yang pernah menangis dan meratap di peringatan Asyura yang berhak menerima pembebasan dari siksa Neraka. Kaum Syi’ah telah menjual nama Syaidina Husain ra suatu pelecehan besar, meniadakan hak Nabi Muhammad SAW sebagai pemegang kuasa syafaat dari Allah SWT. Sebenarnya, agenda besar dan terselubung dibalik itu semua adalah menjaring sebanyak mungkin pengikut, untuk kemudian menjadi kekuatan mereka dalam mendukung konsep Wilayatul Faqih, yang merupakan wakil Imam Mahdi as yang mereka klaim dalam masa ghaib sebagaimana tercantum secara jelas dalam Konstitusi (UUD) Republik Syi’ah Iran.
Sang Wilayatul Faqih atau lazim dipanggilkan Rahbar, adalah Ali Khamenei sebagai pengganti Khomeini. Semua organisasi Syiah di Indonesia bermuara pada kepentingan Iran, mewujudkan Syi’ah Global di semua negara Sunni.
ICC juga didirikan oleh Iran sebagai bentuk perpanjangan tangan dan pusat perekrutan. Melalui ICC pengiriman mahasiwa ke Universitas Iran dilakukan secara terbuka, termasuk mengadakan berbagai kursus gratis. ICC dibentuk langsung oleh Iran untuk kepentingan jangka panjang mereka sekaligus sebagai bayang-bayang negara Syi’ah Iran. Ini belum ditambah dengan banyaknya Masjid, Pesantren, Majelis Taklim baik dalam naungan IJABI LKAB, maupun ABI.
Konsep Wilayatul Faqih diberlakukan di berbagai negara dengan nama Marja at-Taqlid, sebagai perpanjangan Republik Syi’ah Iran! Lihatlah Lebanon (Hizbullah), Suria dan Irak mereka telah berhasil melemahkan dan mengembangkan kekuatan militer untuk menekan Sunni!. Kita harus membendung arus ekspansi mereka. “TIDAK ADA TAQRIB BAINA MADZAHIB ANTARA SUNNI DENGAN SYI’AH!” alasannya karena mereka telah menganggap kita – kaum Sunni – akan mati dalam keadaan jahiliyyah karena tidak berimam kepada imam mereka (keyakinan pada imam termasuk Rukun Iman Agama Syi’ah). 12 (dua belas) Imam yang mereka klaim, adalah suatu kebohongan, para imam bukan berpaham Syi’ah sebagaimana mereka katakan.
Menyakini paham Imam Syi’ah berarti menolak kekhalifahan Syaidina Abu Bakar ra, Syaidina Umar ra dan Syaidina Utsman ra, karena mereka dianggap oleh Syi’ah melakukan penghianatan terhadap Nabi Muhammad SAW yang menurut mereka telah mewasiatkan jabatan kepemimpinan (imam) kepada Syaidina Ali ra beserta keturunannya, terakhir imam ke-12 adalah Muhammad bin Hasan Askari (Imam Mahdi as yang saat ini diyakini sedang ghaib), padahal Hasan Askari tidak memiliki anak sama sekali. Dengan mengedepankan taqrib mereka berlindung di balik ukhuwah Islamiyyah, mereka sah sebagai madzhab resmi dengan menggunakan nama samaran madzhab ahlul bait.
Mereka mengaku bukan Rafidhah & Ghulat, seakan mereka bagian dari Zaidiyyah. Padahal jelas-jelas Syi’ah yang di Iran, Lebanon, Suria, Irak dan negara lainnya, termasuk juga Indonesia adalah Imamiyyah – Itsna Asyariyah – Rafidhah. Jika memang mereka mengaku bagian dari Zaidiyah, mengapa Imam Zaid tidak dimasukkan dalam 12 imam mereka?, tentu suatu hal yang kontradiksi. Zaidiyah tidak mencaci-maki, melaknat apalagi mengkafirkan para sahabat, khususnya Khulafaur Rasyidin, tetapi mereka secara jelas dan nyata melakukan pencaci-makian, melaknat dan mengkafirkan.
Semoga umat Islam tidak terperdaya dengan segala bentuk penyembunyian jatidiri mereka, penuh kedustaan dengan taqiyyah-nya. Republik Iran juga Republik Taqiyyah menunggu datangnya Imam Fiktif mereka!.
Rasulullah SAW bersabda,
“Jika telah muncul fitnah-fitnah dan bid’ah-bid’ah serta para sahabatku dicaci-maki, maka seorang alim harus menampilkan ilmunya. Siapa yang tidak melakukan hal itu maka ia akan terkena laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia”. Ditakhrij oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab al-Jami’ fi Adab al-Rawi wa al-Sami’. (Kitab Muqaddimah Qanun Asasi Jam’iyah NU, hlm.25-26).
Al-Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, menulis kitab “Ar-Ra’at Al-Ghamidhoh fi Naqdh Kalam Ar-Rofidhoh”. Al-Habib Salim bahkan telah “mengkafirkan Syiah Rofidhoh karena telah dianggap mencaci para khulafa’ rasyidin” di dalam kitab tersebut (hlm. 7-8 dan 11). Nubuat Nabi SAW, telah terbukti, masihkah kita berdiam diri, masihkah kita mengedepankan taqrib – ukhuwah Islamiyah?, masihkah kita tidak perduli? masihkah kita membiarkan hingga anak-anak keturunan kita menjadi target perekrutan mereka?.
Semua itu menjadi ancaman serius dan nyata, meniadakan Syi’ah Rafidhah sama saja kita mengingkari adanya matahari yang tiap hari kita lihat! (Ceramah Al-Habib Achmad bin Zein Al-Kaff). Syiah berbeda Rukun Iman dan Rukun Islamnya dengan kita, Syi’ah telah mengkafirkan sahabat mulia Nabi SAW yang dijamin masuk syurga oleh Allah, apakah masih kita katakan Syi’ah itu Islam? (Ceramah Al-Mukarrom Al-Ustadz M. Abu Jibriel AR). “Saksikanlah Wahai Semua Malaikat, Semua Manusia Bahwa Kami Telah Melaksanakan Kewajiban Perintah ALLAH SWT.”
Sumber: Buletin Lisan Hal
(Ukasyah/arrahmah.com)