CALIFORNIA (Arrahmah.id) – Dewan pengawas Meta mengatakan akan meninjau moderasi kata “syahid”, yang berarti “martir” dalam bahasa Inggris, karena kata tersebut menyebabkan lebih banyak penghapusan konten daripada kata atau frasa lainnya.
Thomas Hughes, direktur administrasi dewan pengawas, mengatakan pada Kamis (9/3/2023) bahwa hal ini merupakan “masalah moderasi kompleks” yang memengaruhi cara jutaan orang mengekspresikan diri mereka secara online.
Hughes mengatakan tingginya jumlah penghapusan konten menimbulkan pertanyaan tentang apakah komunitas Muslim dan para pengguna berbahasa Arab tunduk pada aturan yang diberlakukan Meta.
“Syahid” sendiri memiliki banyak arti dalam bahasa Arab, bisa bermakna “saksi” atas suatu peristiwa, tapi lebih sering digunakan untuk merujuk pada seseorang yang meninggal ketika berperang atau berjuang di jalan Allah.
Kebijakan Meta melarang pujian atau dukungan terhadap representasi entitas atau orang yang dianggap berbahaya atau ditempatkan dalam daftar “terorisme”, termasuk sejumlah kelompok Palestina yang menentang pendudukan “Israel” selama puluhan tahun.
Meta, yang layanannya mencakup Facebook dan Instagram, telah meminta dewan pengawas untuk memberikan saran apakah tetap menganggap “syahid” sebagai pujian dan terus menghapus unggahan yang menggunakan istilah tersebut untuk merujuk pada individu yang dianggap berbahaya atau menggunakan pendekatan yang berbeda.
Memoderasi kata tersebut dapat berdampak pada pelaporan berita di negara-negara berbahasa Arab, kata dewan tersebut, dan meminta komentar publik untuk membantu pertimbangannya.
Dewan pengawas dibentuk pada akhir 2020 untuk meninjau keputusan Facebook dan Instagram tentang menghapus atau mempertahankan konten tertentu dan membuat keputusan apakah akan mendukung atau membatalkan tindakan perusahaan media sosial tersebut.
Pada September 2022, sebuah laporan yang dibuat oleh perusahaan konsultan independen yang ditugaskan oleh Meta menemukan bahwa penegakan hukum yang berlebihan mengakibatkan konsekuensi yang sangat tidak proporsional terhadap hak digital warga Palestina dan pengguna berbahasa Arab.
Laporan tersebut menemukan bahwa aturan Meta melanggar hak warga Palestina atas kebebasan berekspresi dan berkumpul, partisipasi politik, dan non-diskriminasi.
Twitter, yang dikendalikan oleh Elon Musk, juga mendapat kecaman karena menangguhkan sejumlah akun tokoh Palestina.
Kepala biro Washington untuk Al-Quds yang berbasis di Yerusalem, salah satu surat kabar harian Palestina yang paling banyak dibaca, akunnya ditangguhkan.
Ditanya apakah menurutnya penangguhannya dari Twitter terkait dengan dia yang blak-blakan tentang Palestina, Said Arikat mengatakan kepada Al Jazeera: “Saya yakin begitu. Saya tidak bisa memikirkan alasan lain.”
Di antara alasan yang diberikan oleh platform tersebut adalah melanggar standar komunitas, dan beberapa akun dikatakan telah ditangguhkan karena kesalahan atau akibat gangguan teknis. Beberapa kritikus percaya alasan tak terucapkan termasuk peningkatan umum dalam ujaran kebencian dan hasutan terhadap orang Arab, termasuk Palestina. (zarahamala/arrahmah.id)