URUMQI (Arrahmah.com) – Seorang warga Muslim Uighur yang berusia 80-an di wilayah Xinjiang telah kehilangan rumahnya meskipun telah memenangkan sebuah ‘pertarungan’ pengadilan yang membuat kembalinya properti miliknya dari perusahaan lain.
Abdurehim Qari (82), telah hidup di ibukota Xinjiang, Urumqi, sejak rumahnya di kota Atus dihancurkan pada Agustus tahun lalu oleh sekelompok kru yang didampingi oleh polisi dan pejabat lokal yang memukulinya dan beberapa orang lainnya karena memprotes penghancuran itu, lansir RFA.
Qari menentang penggusuran propertinya, ia mengklaim bahwa perusahaan Cina bagian timur sengaja memanfaatkan kekuatan politik untuk mengambil alih tanahnya karena harga tanah tersebut semakin tinggi.
Perjuangan Qari untuk menyelamatkan tanahnya dimulai pada 2005 ketika pihak berwenang menekannya untuk menjual tanahnya ke sebuah perusahaan Cina, pada akhirnya memaksanya untuk menandatangani kontrak penyerahan tanah itu. Tiga tahun kemudian, Pengadilan Tinggi Rakyat Xinjiang memerintahkan perusahaan Zhongkun untuk mengembalikan tanah itu kepadanya.
Tetapi keputusan itu tidak cukup untuk mencegah pengambilan tanah Qari pada tahun lalu oleh perusahaan kedua, seorang developer yang berbasis di Beijing yang menurut Qari memiliki hubungan dengan kepala Partai Komunis Cina.
Qari, yang menolak pembayaran kompensasi dari kedua perusahaan tersebut, mengatakan bahwa meskipun keputusan pengadilan atas upaya bandingnya kepada otoritas tetapi rumahnya tetap dihancurkan.
“Di mana keadilan, di mana hukum? Saya benar-benar tidak tahu,” katanya kepada RFA cabang Uighur. “Kondisi keluarga saya jauh lebih buruk sejak kami kehilangan rumah kami.”
Penduduk Muslim etnis Uighur di Xinjiang telah lama mengeluhkan diskriminasi dan penindasan dari otoritas Cina, baik dalam segi sosial maupun agama. (siraaj/arrahmah.com)