KHARTOUM (Arrahmah.com) — Para aktivis Sudan menyerukan warga untuk kembali menggelar demonstrasi besar-besaran. Mereka tetap menuntut junta militer untuk mundur dan mengaktifkan pemerintah sipil.
PBB juga telah meminta otoritas de facto dan pasukan keamanan Sudan untuk menahan diri.
Para demonstran bersumpah untuk meningkatkan protes setelah 15 warga sipil dilaporkan tewas pada Rabu (17/11/2021).
Jenderal Abdel Fattah Al Burhan dinilai telah menggagalkan transisi Sudan menuju pemerintahan sipil.
Dilansir AFP, Jumat (19/11) para aktivis pro-demokrasi menghadapi perjuangan yang semakin berbahaya di jalanan.
Kematian pada Rabu (17/11) menjadikan jumlah korban sejak kudeta 25 Oktober 2021 menjadi setidaknya 39 orang.
Kekerasan terbaru mengundang kecaman dari negara-negara Barat yang telah menangguhkan bantuan ekonomi sejak kudeta.
Terlepas dari tekanan ekonomi, Sudan sangat membutuhkan bantuan dan upaya menengahi jalan keluar dari krisis telah terhenti.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan konfrontasi dengan junta militer tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur.
“Kebebasan berekspresi dan berkumpul adalah hak asasi manusia mendasar yang diberikan kepada setiap orang Sudan,” kata Dujarric.
Dia menambahkan mereka perlu memiliki kesempatan untuk mengekspresikan diri secara damai dan tanpa takut akan pembalasan.
Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan itu menjadi momen yang sangat kritis.
Dia mengungkapkan perasaan positif tentang pembicaraan baru-baru ini yang diadakan oleh Asisten Menteri Luar Negeri Molly Phee di Khartoum.
Tetapi, tampaknya berlawanan dengan intuisi.
Berbicara di ibukota Nigeria, Abuja, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Jumat (19/11) mengatakan prihatin dengan pertumpahan darah pada Rabu (17/11).
Dia mengutuk pembunuhan itu, dan mendesak militer untuk mengizinkan demonstrasi damai.
Para pengunjuk rasa menggambarkan perilaku polisi selama protes sebagai lebih agresif dari sebelumnya.
Hal itu menjadi tanda terbaru, militer ingin memperkuat posisinya.
Militer mengatakan protes damai diizinkan, tetapi bentrokan jalanan kembali mengguncang Khartoum.
Konfrontasi juga dilaporkan pada Kamis (18/11) di kota kembar Khartoum, Bahri.
Seorang saksi mata mengatakan pasukan keamanan menembakkan gas air mata dan peluru tajam saat menyingkirkan barikade.
Seorang saksi di Omdurman, di seberang Sungai Nil, mengatakan pasukan keamanan juga menyingkirkan barikade.
Bahkan, menggunakan gas air mata saat menangkap pengunjuk rasa.
Sekelompok komite perlawanan lingkungan yang mengoordinasikan gerakan protes di timur Khartoum mengumumkan eskalasi terbuka terhadap kudeta.
“Sekarang kami membuat konsultasi di antara komite perlawanan tentang meningkatkan eskalasi terhadap kudeta,” kata seorang anggota senior komite.
Gambar orang-orang yang tewas dalam demonstrasi sebelumnya dipajang tinggi-tinggi selama protes Rabu (17/11).
“Saya tidak berpikir kekerasan akan berbuat banyak dalam melawan kudeta,” kata Jonas Horner dari Crisis Group. (hanoum/arrahmah.com)