JAKARTA (Arrahmah.com) – Ustadz Abu Bakar Baasyir yang sudah berusia 80 tahun, masih menerima sederet tindakan kezaliman penguasa negeri ini, meski beliau selalu berperilaku baik saat menjalani hukuman penjara. Abdul Rachim Baasyir, akrab disapa Iim menuturkan pasca pemindahan ke lembaga pemasyarakatan (Lapas) Gunung Sindur, Bogor, Ustadz Abu Bakar Baasyir di tempatkan di blok D1, sebagai blok khusus bagi kasus terorisme.
“Karena beliau adalah satu-satunya napi yang divonis dalam kasus terorisme di Lapas Gunung Sindur yang rata-rata penghuninya adalah napi-napi kasus narkoba kelas berat dan kasus-kasus korupsi. Di blok tersebut beliau ditemani seorang napi yang juga tervonis kasus terorisme,” kata Iim kepada redaksi Selasa (19/4/2016).
Iim juga mengungkapkan pihak Lapas Gunung Sindur masih mengunci sel tahanan ustadz selama 24 jam dan belum memberikan ijin untuk pelaksanaan sholat fardhu lima waktu secara berjamaah di masjid Lapas. Namun pihak Lapas Gunung Sindur, kata Iim, berjanji akan memberikan beberapa kelonggaran kepada beliau berbanding saat di lapas Pasir putih Nusakambangan.
“Diantaranya kelonggaran untuk berjemur di sinar matahari selama 3 jam sehari dan sholat Jum’at berjamaah di masjid,” katanya.
Selanjutnya, Iim yang mewakili pihak keluarga mengeluhkan, bahwa peraturan pembesukan terhadap Ustadz Baasyir masih mengikuti protap yang sama dengan Lapas Pasir Putih Nusakambangan,
“Beliau masih tidak boleh dijenguk siapapun kecuali oleh keluarga terdekat saja dan itupun hanya boleh bertemu di ruang kaca tanpa rongga sedikitpun untuk berkomunikasi langsung. Maka komunikasi harus menggunakan alat intercom yang disediakan oleh lapas. Alat intercom menggunakan kabel yang tersambung ke ruang server khusus baru di kirimkan ke intercom yang di pegang oleh Ustadz Abu,” papar Iim.
Hal ini, kata dia, masih menjadi bahan keberatan pihak keluarga. Karena menurut tim pembela Ustadz Baasyir, bahwa perlakuan sedemikian rupa tidak layak diterapkan kepada Ustadz Baasyir karena standar demikian sebenarnya hanya diterapkan untuk para napi yang “nakal”, yakni napi yang di dalam komplek penjara masih melakukan aktifitas kriminalnya, seperti mengendalikan bisnis narkoba atau kabur keluar penjara dengan menyogok petugas atau melakukan kejahatan di dalam komplek penjara. Sedangkan Ustadz Baasyir tak pernah melakukan “kenakalan” apapun selama ditahan di lapas manapun selama ini,
“Bahkan beliau selalu menunjukkan sikap kooperatif dan akhlak mulia terhadap seluruh petugas Lapas dan hal tersebut diakui oleh seluruh petugas lapas di manapun beliau ditahan. Maka protap isolasi dengan ruang kaca adalah salah satu bentuk penzaliman oleh pejabat pejabat negeri ini terhadap beliau, meneruskan kebijakan yang diperlakukan sejak di Lapas Pasir Putih Nusakambangan,” jelas Iim.
Keluarga Ustadz Baasyir juga memprotes pelanggaran hak privasi beliau yang masih terjadi dengan memasang camera cctv jaringan online yang dapat dilihat oleh kalangan yang tidak berwenang lagi mengurus beliau di jajaran pemerintahan, Mengingat, imbuh Iim, bahwa beliau sudah menjadi napi di bawah wewenang Kemenkumham dan Dirjen lapas.
“Kamera di pasang di ruang tahanan beliau merekam segala gerak gerik beliau di dalam kamar selama 24 jam. Ini adalah bentuk pengawasan yang sangat berlebihan dan merupakan pelanggaran hak privasi beliau sebagai orang yang sudah sepuh berumur 80 tahun. Tentunya ada kondisi tertentu yang tak ingin terekspose ke publik saat berada di kama,” kata Iim.
Dikatakan Iim, pihak keluarga dan tim pembela akan terus berjuang guna mengembalikan hak Ustadz Baasyir yang dizalimi,
“Semoga langkah ini dipermudah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala seraya memohon doa kepada segenap kaum Muslimin di negeri ini agar Allah menghapuskan segala kezaliman yang terjadi di negeri ini keatas siapapun oleh siapapun. Semoga Allah membalas pelaku setiap perbuatan zalim di dunia dan akhirat. Hasbunallahu wani’mal wakiil, ni’mal maula wani’mannashir. Wailaihil Musytaka. wala haula wala quwwata Illa billah,” pungkasnya.
(azmuttaqin/arrahmah.com)