KAIRO (Arrahmah.com) – Presiden Mesir Hosni Mubarak, Selasa (30/12) menegaskan tidak akan membuka perbatasan Mesir di Rafah untuk memberikan jalan bagi warga Palestina. Tindakan itu membuat Mubarak dikritik sedang bermain politik ketika warga Palestina menderita.
Namun Mubarak beralasan, perbatasan Rafah hanya akan dibuka jika kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza sejak Juni lalu, menggelar rekonsiliasi dengan kelompok Presiden Palestina Mahmud Abbas, dukungan barat.
Rafah, lanjut Mubarak, akan kembali dibuka jika pihak Hamas menghormati perdamaian yang disepakati Abbas dan Israel pada 2005 silam. Saat itu Israel bersedia menarik pasukan dan pemukim Yahudi dari Jalur Gaza.
“Kami tidak ingin mengekalkan kerenggangan (antara Hamas dan kelompok Mahmud Abbas), dengan membuka Rafah tanpa kehadiran otoritas Palestina dan pengamat perdamaian dari Uni Eropa,” tandas Mubarak.
Selain itu, Mubarak meminta pihak Palestina untuk mengupayakan gencatan senjata lagi, setelah berakhir pada 19 Desember lalu. “Tanpa itu, berarti membuka kesempatan bagi Israel untuk menyerang Gaza,” kata Mubarak.
Mubarak mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni, dua hari sebelum penyerangan ke Jalur Gaza. Karena itu, kecaman pun mengalir dari kelompok Islam, akibat penolakan pembukaan perbatasan di Rafah itu.
Namun, Mubarak dengan tegas menyatakan menolak serangan Israel itu. “Kami menolak serangan Israel itu dan meminta untuk dihentikan. Kami juga katakan kepada saudara-saudaraku di Palestina untuk menjalin persatuan. Kami telah beberapa kali peringatkan kepada Anda, setiap penolakan memperbaharui gencatan senjata akan mendorong Israel untuk menyerang Gaza,” jelas Mubarak dalam pidato di televisi Mesir. (Hanin MAzaya/MI)