KAIRO (Arrahmah.com) – Mesir telah menangkap seorang mahasiswa PhD dari Universitas Washington yang melakukan penelitian terhadap sistem peradilan negara tersebut, lapor MEMO pada Rabu (30/5/2018).
Walid Al-Shobaky dibawa ke hadapan Penuntut Keamanan Negara Tertinggi pada Minggu (27/5) setelah dituduh menyebarkan berita palsu dan bergabung dengan kelompok teroris.
Al-Shobaky terakhir terlihat pada Rabu pekan lalu, setelah itu dia menghilang selama empat hari. Pada hari Minggu dia muncul di hadapan jaksa dan diberi vonis penahanan selama 15 hari.
Mokhtar Mounir, seorang pengacara yang bekerja di Asosiasi untuk Kebebasan Berpikir dan Berekspresi, mengatakan bahwa Al-Shobaky dibawa ke hadapan jaksa tanpa pengacara.
Profesor Hukum dan Filosofi di Universitas Zagazig, Nour Farhat, memposting di halaman Facebook-nya bahwa dia telah menerima panggilan telepon dari keluarga Al-Shobaky yang memberitahukan tentang hilangnya Al-Shobaky, menurut Arab News.
Farhat menambahkan bahwa ia telah bertemu Al-Shobaky di kantornya pada hari ia menghilang untuk membahas konteks budaya pembentukan sistem peradilan Mesir.
“Al-Shobaky mengatakan kepada saya bahwa dia telah bertemu dengan sejumlah ahli hukum dan peradilan terkemuka di Mesir, sebelum datang kepada saya untuk membantu penelitiannya. Hari ini saudaranya mengirim pesan ke saya di Facebook, mengatakan bahwa dia tidak bisa dihubungi,” ujar Farhat.
Kasus di mana Al-Shobaky terlibat, dikenal sebagai Kasus 441/2018, juga termasuk Wael Abbas, seorang blogger dan aktivis terkemuka yang ditangkap minggu lalu. Abbas diambil saat serangan dini hari di rumahnya di Kairo. Komputer dan ponselnya disita sebelum dia diangkut ke lokasi yang tidak diketahui.
Abbas ditangkap di bawah tuduhan yang hampir sama dengan Al-Shobaky, dimana pejabat keamanan Mesir membenarkan dia ditahan atas tuduhan menyebarkan berita palsu dan bergabung dengan kelompok terlarang.
Orang lain yang terlibat dalam Kasus 441/2018 termasuk wartawan Mostafa Al-Asar dan Hassan Al-Banna yang menghilang pada bulan Februari, sementara pengacara dan kepala Koordinasi Mesir untuk Hak dan Kebebasan, Ezzat Ghoneim, yang menghilang pada bulan Maret.
Penangkapan Al-Shobaky mengingatkan pada cobaan yang dialami oleh mahasiswa PhD Italia Giulio Regeni, yang disiksa dan dibunuh pada tahun 2016 saat meneliti serikat pekerja independen Mesir.
Regeni hilang selama sembilan hari sebelum mayatnya ditemukan di dekat jalan raya antara Kairo dan Alexandria. Para ahli percaya semua bukti pembunuhan Regeni mengarah pada “pembunuhan di luar hukum oleh polisi keamanan negara”, menurut Guardian.
Dua tahun setelah pembunuhannya, pada Januari 2018, seorang jaksa Italia menyimpulkan Regeni telah terbunuh karena penelitiannya ke dalam serikat buruh independen di Mesir. Pejabat Mesir terus menyangkal keterlibatan apapun dalam pembunuhannya. (Althaf/arrahmah.com)