KAIRO (Arrahmah.com) – Partai Islam moderat yang dilarang selama 15 tahun ini telah diberikan pengakuan resmi oleh pengadilan Mesir pada Sabtu (19/2/2011) sebagai simbol ‘keterbukaan politik’ setelah jatuhnya Presiden otokratik Hosni Mubarak.
Partai Al-Wasat Al-Jadid didirikan pada 1996 oleh aktivis yang memisahkan diri dari Ikhwanul Muslimin dan berusaha untuk menciptakan sebuah gerakan politik yang mempromosikan Islam toleran dengan kecenderungan liberal.
Partai ini pernah mencoba untuk mendaftar sebagai partai resmi. Namun ditolak empat kali, terakhir pada tahun 2009.
Pada tahun 2007, Human Rights Watch menuduh Mubarak dan Partai Demokratik Nasionalnya menggunakan undang-undang pembentukan partai politik yang mempertahankan monopoli kekuasaan politik di Mesir dengan menyangkal hak lawan-lawannya untuk membentuk partai.
Pendiri Al-Wasat Al-Jadid, Abu al-Ila Madi, mengatakan, putusan yang dikeluarkan pada Sabtu (19/2) oleh Pengadilan Tinggi Tata Administrasi adalah “buah positif dari revolusi 25 Januari.”
Madi mengatakan, partainya akan mulai bekerja mengatur keanggotaan dan membuka cabang agar bisa secara bebas berpartisipasi dalam kehidupan politik Mesir.
Partai Mubarak telah mendominasi politik Mesir dan parlemen nasional. Para penguasa militer yang mengambil alih negara itu setelah kejatuhannya dibubarkan legislatif (sesuai dengan salah satu tuntutan utama para demonstran). Langkah ini dinilai sebagai langkah reformasi demokratis dan mengembalikan negara pada kontrol sipil.
Sebelumnya, sejumlah partai oposisi diakui secara resmi di bawah pemerintahan Mubarak, tetapi perwakilan mereka di parlemen sangat kecil dan mereka memiliki pengaruh yang kecil.
Gerakan oposisi terbesar dan terpopuler Mesir, Ikhwanul Muslimin, juga dilarang di bawah Mubarak tetapi saat ini sedang mempersiapkan sejumlah calon dalam yang akan terlibat dalam pemilihan parlemen sebagai calon independen.
Ada beberapa kekhawatiran di Washington dan ibukota dunia lain bahwa Ikhwanul Muslimin, yang ditakuti akan mendirikan negara Islam di Mesir meski pada faktanya Ikhwanul Muslimin sendiri menolaknya, bisa secara dramatis meningkatkan pengaruh dalam politik Mesir saat ini.
Al-Wasat Al-Jadid memiliki posisi yang lebih moderat, Madi mengatakan, dua orang Kristen Koptik dan tiga wanita termasuk di antara 24 anggota tinggi partainya.
“Kami akan bekerja sama dengan semua kekuatan politik, sekuler atau demokratis, untuk mengembangkan proses demokrasi,” kata Madi.
Pemimpin Ikhwanul Muslimin, Mohammed Badie, dalam sebuah pernyataan hari Sabtu (19/2) untuk menenangkan kekhawatiran tentang niat gerakannya pasca-Mubarak Mesir, mengatakan Ikhwanul Muslimin adalah bagian dari masyarakat Mesir dan tidak berusaha untuk mengendalikan Mesir. (althaf/arrahmah.com)