CAIRO (Arrahmah.com) – Penggulingan presiden Mesir yang terpilih secara demokratis telah membuka salah satu babak paling berdarah dalam sejarah modern negara itu.
Kudeta bulan Juli yang menggulingkan Muhamed Mursi memicu adegan protes yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi kebanyakan rakyat Mesir dan banyak dari mereka yang turun ke jalan-jalan adalah dari kalangan mahasiswa, sebagaima dirili oleh Aljazeera, Sabtu (14/12/2013).
Mereka mengatakan kepada Al Jazeera bahwa universitas mereka berada di tengah-tengah wilayah konflik. Apakah mereka berafiliasi politik, atau tidak, yang pasti mereka memiliki tuntutan mereka sendiri dan mengatakan bahwa mereka tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Beberapa kelompok mahasiswa memuali dengan tuntutan yang agak berbeda, dan ada beberapa diantara mereka semua sepakat : Mahasiswa melawan kelompok yang marah karena tersingkirnya mantan Presiden Mursi.
Perlakuan terhadap demonstran perempuan juga telah memicu kemarahan mahasiswa. Mereka mengatakan bahwa mereka telah diserang oleh polisi dan melepas jilbab mereka.
Mahasiswa menuntut pembebasan rekan-rekan mereka dari universitas yang berbeda, yang telah ditangkap dalam beberapa bulan terakhir.
Mereka juga menyerukan agar menteri pendidikan negara itu berhenti dari jabatannya.
Al Jazeera mengetahui setidaknya ada dua mahasiswa yang tewas dalam aksi unjuk rasa, dan para demonstran menyerukan penyelidikan atas kematian mereka.
Dalam beberapa hari terakhir terjadi pertikaian antara mahasiswa-termasuk meningkatnya jumlah wanita-dan pasukan keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau mereka.
Al-Azhar telah dikritik karena memanggil aparat keamanan, namun mereka mengatakan bahwa mereka tidak punya pilihan. Kembali pada bulan Oktober, sekelompok mahasiswa membobol kantor pusat administrasi lembaga, dan merusak bangunan.
Pihak berwenang menangani dengan cepat, ada yang bilang keras, terhadap mereka yang terlibat. Dua belas siswa dihukum karena tuduhan melakukan penyerangan terhadap petugas universitas al-Azhar dan menyabotase properti publik dan swasta.
Mereka dikirim ke penjara selama 17 tahun, rekan-rekan mereka mengatakan bahwa keputusan itu adalah sangat yang tidak adil, dan itu adalah salah satu alasan lagi mereka mengapa mereka bertekad untuk terus memprotes. (ameera/arrahmah.com)