KAIRO (Arrahmah.id) — Krisis pangan yang melanda dunia setidaknya sejak tahun lalu telah berdampak terhadap sejumlah negara.
Badan Gizi Nasional Mesir meminta warga di negara itu untuk mengkonsumsi ceker ayam. Hal ini dilakukan saat Mesir dilanda krisis pangan yang menyebabkan naiknya harga bahan-bahan makanan di negara itu.
Negara terpadat di dunia Arab itu menderita rekor krisis mata uang dan inflasi terburuk dalam lima tahun. Kondisi ini membuat makanan menjadi sangat mahal sehingga banyak orang Mesir tidak lagi mampu membeli ayam.
Pada Senin (16/1/2023), harga ayam unggas naik menjadi 70 pound Mesir (Rp 35 ribu) per kilogram. Pada 2021, harganya hanya berada di kisaran 30 pound Mesir (Rp 15 ribu).
“Apakah Anda mencari alternatif makanan kaya protein yang akan menghemat anggaran Anda?” tulis laman Facebook Badan Gizi Nasional Mesir dikutip CNN (17/1), seraya mencantumkan sejumlah barang yang dimulai dengan ceker ayam dan bagian kaki sapi.
Banyak warga Mesir pun kecewa kepada pemerintah karena meminta mereka untuk menggunakan makanan yang merupakan simbol kemiskinan ekstrem di negara itu.
Di Mesir, ceker ayam dipandang sebagai bahan daging termurah, dianggap sebagian besar sebagai kotoran hewan daripada makanan.
“(Kita telah memasuki) zaman ceker ayam, runtuhnya pound Mesir… dan tenggelam dalam utang,” cuit Mohamed Al-Hashimi, seorang tokoh media, kepada 400.000 pengikutnya.
Tetapi yang lain tampaknya mengindahkan panggilan itu. Setelah rekomendasi untuk beralih ke ceker ayam, harga satu kilogram produk itu dilaporkan naik dua kali lipat menjadi 20 pound Mesir (Rp 10 ribu).
Adapun, perekonomian Mesir mengalami pukulan signifikan dalam dua tahun terakhir ketika dampak pandemi Covid-19 dan perang Ukraina menekan cadangan mata uang asingnya dan kenaikan harga bahan bakar mendorong kenaikan inflasi.
Pandemi membuat investor menarik US$ 20 miliar dari Mesir pada tahun 2020, dan kejatuhan ekonomi dari perang Ukraina menyebabkan jumlah yang sama meninggalkan negara itu tahun lalu.
“Dua puluh miliar dolar setara dengan setiap sen yang dipinjam Mesir dari IMF sejak 2016, dan itu menghilang dalam beberapa minggu (tahun lalu),” kata Timothy Kaldas, peneliti kebijakan dari Tahrir Institute for Middle East Policy di Washington DC.
Pihak berwenang Mesir mengatakan bahwa hampir 30% populasi Mesir berada di bawah garis kemiskinan. Namun Bank Dunia pada tahun 2019 memperkirakan bahwa ‘sekitar 60% populasi Mesir miskin atau rentan’. (hanoum/arrahmah.id)