KAIRO (Arrahmah.id) – Mesir dan Yunani pada Ahad (9/10/2022) mengatakan kesepakatan yang memungkinkan eksplorasi hidrokarbon Turki di perairan Mediterania Libya adalah “ilegal” saat Athena mengatakan akan menentangnya dengan semua “cara hukum.”
Pada Senin, Turki mengatakan telah menandatangani nota kesepahaman tentang eksplorasi hidrokarbon di laut Libya dengan pihak berwenang di Tripoli.
“Perjanjian ini mengancam stabilitas dan keamanan di Mediterania,” kata Menteri Luar Negeri Yunani Nikos Dendias di Kairo, di mana ia bertemu dengan timpalannya dari Mesir Sameh Shoukry, lansir AFP.
Kesepakatan itu mengikuti kesepakatan yang ditandatangani Turki tiga tahun lalu dengan Tripoli yang membatasi perbatasan maritim bersama negara-negara tersebut.
Yunani, Mesir, dan Siprus yakin perjanjian 2019 melanggar hak ekonomi mereka di wilayah yang diduga mengandung cadangan gas alam yang besar.
“Kami akan menggunakan segala cara hukum untuk membela hak kami,” tambah Dendias.
Dia mengatakan Tripoli “tidak memiliki kedaulatan yang diperlukan atas wilayah ini,” dan bahwa perjanjian itu “ilegal dan tidak dapat diterima.”
Shoukry menuduh bahwa mandat pihak berwenang di Tripoli telah “kedaluwarsa” dan bahwa “pemerintah Tripoli tidak memiliki legitimasi untuk menandatangani perjanjian.”
Sebuah pemerintahan saingan Libya di timur negara yang dilanda perang -yang sejak Maret telah berusaha untuk menjabat di Tripoli dan juga berpendapat mandat pemerintah telah berakhir- telah menolak kesepakatan tersebut.
Kesepakatan Senin dibangun di atas kesepakatan yang ditandatangani antara Ankara dan pemerintahan sebelumnya yang berbasis di Tripoli pada 2019, pada puncak pertempuran untuk ibu kota setelah kepala militer yang berbasis di timur, Khalifa Haftar berusaha merebutnya dengan paksa.
Pengiriman pesawat tak berawak Turki ke pasukan yang berbasis di Tripoli tak lama kemudian dipandang penting dalam kemenangan atas Haftar, yang saat itu didukung oleh Mesir, Rusia, dan Uni Emirat Arab.
Pertanyaan tentang hak atas sumber daya hidrokarbon Libya yang luas menjadi lebih mendesak tahun ini karena harga energi global melonjak.
Uni Eropa telah mengecam kesepakatan perbatasan maritim 2019, sementara Prancis mengatakan kesepakatan baru-baru ini “tidak sesuai dengan hukum internasional.” (haninmazaya/arrahmah.id)