KAIRO (Arrahmah.com) – Pihak berwenang Mesir telah membebaskan aktivis hak Mesir-Palestina Ramy Shaath dari lebih dari 900 hari penahanan setelah memaksanya untuk melepaskan kewarganegaraan Mesir, ungkap keluarganya dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (8/1/2022).
Pernyataan itu mengatakan bahwa Shaath, yang merupakan anggota dari beberapa kelompok politik sekuler di Mesir dan salah satu pendiri gerakan BDS pro-Palestina Mesir, dibebaskan pada malam 6 Januari dan diserahkan kepada perwakilan Otoritas Palestina di Kairo sebelum diterbangkan ke Yordania.
Dia sekarang dalam perjalanan ke Prancis, tambahnya.
Istri Shaath keturunan Prancis, Celine Lebrun Shaath, yang dideportasi dari Mesir setelah penangkapannya, telah melobi pemerintah Prancis untuk menekan Mesir agar membebaskannya.
Tidak ada komentar langsung dari pihak berwenang Mesir tentang pembebasannya.
“Jika kami senang bahwa pihak berwenang Mesir mendengar seruan kami, kami menyesal bahwa mereka memaksa Ramy untuk melepaskan kewarganegaraan Mesirnya sebagai prasyarat untuk pembebasannya yang seharusnya tanpa syarat,” kata pernyataan keluarga.
Shaath ditangkap di Mesir pada Juni 2019 dan ditahan dalam penahanan pra-persidangan bersama aktivis lain atas tuduhan membantu kelompok “teroris”.
Penahanannya terjadi di tengah tindakan keras yang terus berlanjut terhadap perbedaan pendapat politik di bawah Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi yang telah menyapu para kritikus liberal serta Islamis dari Ikhwanul Muslimin yang menggulingkan Sisi pada 2013.
Sisi dan para pendukungnya mengatakan bahwa tidak ada tahanan politik di Mesir, dan bahwa langkah-langkah keamanan diperlukan untuk menstabilkan negara itu setelah pemberontakan tahun 2011.
Dalam sebuah pernyataan bulan lalu, beberapa LSM menanyai Presiden Emmanuel Macron tentang nasib Shaath, setahun setelah pemimpin Prancis itu mengatakan dia telah membicarakan kasusnya dengan Sisi.
Namun, pada saat itu Macron menjelaskan bahwa hak asasi manusia tidak akan menjadi syarat bagi hubungan ekonomi dan militer dengan Kairo.
Prancis mengatakan pada Mei akan mengirimkan 30 pesawat tempur Rafale ke Mesir mulai 2024 dalam kesepakatan 4 miliar euro ($ 4,8 miliar), karena memperkuat kemitraan militernya dengan Kairo. (Althaf/arrahmah.com)