(Arrahmah.com) –
Judul Buku : Diary 212
Penyusun : Nurbowo
Penerbit : Forum Alumni Muslim IPB
Ukuran : 21 x 14.8 cm
Tebal : 436 hal (404 BW + 32 FC) + xxviii
Kertas : cover AC 260 gr + hvs 70 gr
Harga Bandrol : Rp 100.000/eks
SR kalang kabut dijauhi konsumen. Stok produk roti itu menumpuk di rak ritel dan diobral di pinggir jalan, bahkan dibagi-bagi gratis. Ritel AM juga dijauhi konsumen, sehingga kemudian tergopoh-gopoh beralih nama meskipun ijinnya belum keluar. Sebaliknya, gelegak untuk mendirikan ritel muslim semakin menderu. Dalam waktu singkat pada Desember 2016 muncul pertemuan-pertemuan untuk mewujudkannya. Bahkan gambar-gambar profil 212Mart mulai bertebaran di media sosial. GNPF-MUI (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI) pun menggelar Focus Group Discussion tentang Ekonomi Umat.
Fenomena itu merupakan ekspresi spirit 212. Inilah spirit yang diledakkan oleh Aksi Bela Islam III berbentuk Sholat Jumat Kubra di Lapangan Monas dan sekitarnya pada Jumat, 2-12-2016. Jumatan ini diikuti jamaah dari seluruh Indonesia dan luar negeri yang lebih besar dari jamaah haji sekalipun, dengan perkiraan jumlah 4-7 juta orang.
Aksi Bela Islam adalah gerakan massa menuntut penegakan supremasi hukum atas penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ahok dalam safari dinasnya ke Kepulauan Seribu Jakarta Utara pada Selasa, 27 September 2016, menyitir Surat Al Maidah ayat 51 dalam perkataan:
”…dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai Surat al Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu. Jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”
Itu statemen ketiga Ahok. Sebelumnya, ia telah menyebut-nyebut Al Maidah 51 di Balai Kota Jakarta, Rabu, 30 Maret 2016. Saat itu Ahok mengaku sudah hafal ayat tersebut sejak dirinya berpolitik, dan dia menilai, konteks ayat tersebut, karena pada zaman Nabi belum ada pemilihan.
Ahok mengulangi lagi saat menggelar jumpa pers, Rabu, 21 September 2016. Dalam acara ini, Ahok menantang siapa pun yang akan menjadi pesaingnya untuk adu program dan menolak diserang dengan isu suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA). “Jangan tak pilih saya karena Almaidah 51,” ujar Ahok seperti dikutip jpnn.com (21 September 2016).
Pernyataan Ahok terakhir yang diunggah ke Youtube, menuai amarah umat Islam. Berbicara di Istana, Sabtu 5 November 2016, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebutkan, ada 11 laporan yang masuk ke Bareskrim yang mengadukan Ahok karena pernyataannya tentang surat Al Maidah ayat 51. Laporan itu melalui Polda Metro Jaya, Sulteng, dan Polda Sumsel.
MUI dalam fatwanya tanggal 11 Oktober 2016 menjelaskan antara lain: Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.
Berdasarkan hal di atas, lanjut MUI, maka pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan: (1) Menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.
Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan antara lain penegakan hukum atas Ahok.
”Mengawal” Fatwa MUI itulah muncul Aksi Bela Islam, yang mulai beraksi pada 14 Oktober 2016. Demo ini diikuti puluhan ribu massa. Dilanjutkan dengan Aksi Bela Islam #2 pada 4 November 2016 (Aksi 411) yang diikuti sekitar 2 juta massa dan Aksi Bela Islam 212 pada 2 Desember 2016 yang menorehkan catatan dunia.
Buku berisi 5 bab ini menyajikan fenomena Ahok, pemetaan sikap terhadap penistaan agama Islam, dan seluk-beluk Aksi Bela Islam 212 di balik dan atas panggung. Juga menghimpun essay-essay para pengamat dan peserta aksi tersebut dari berbagai aspeknya.
Pada Bab V yang merupakan bab akhir, disajikan kontemplasi atas ”kesuksesan” Aksi Bela Islam 212.
”… Aksi 212 telah menghimpun energi umat Islam yang begitu dahsyat. Energi itu perlu segera disalurkan untuk menggerakkan mesin-mesin kebangkitan umat Islam di berbagai bidang kehidupan,” demikian kutipan dari intelektual muda Adian Husaini.
Lebih istimewa lagi, Aksi 212 digerakkan oleh ulama-ulama muda berusia 40-50-an tahun, khususnya duet ulama: Habib Rizieq Syihab dan KH Bachtiar Nasir.
Menurut Adian, setiap yang hadir dalam Aksi 212, bisa merasakan suasana yang indah, dan perasaan haru yang luar biasa. Itu ditambah lagi dengan kondisi alam yang mengiringi perjalanan acara. Di pagi hari, gerimis sempat mengguyur sejenak, seperti menyiram bumi dengan keteduhan dan kesejukan. Sepanjang acara, matahari juga enggan menyengat. Bahkan, di akhir acara, hujan mengguyur, menutup seluruh pagelaran ibadah itu dengan kedamaian dan kesejukan jiwa yang sangat dalam.
“Semangat berkorban, semangat tolong menolong, dan semangat juang yang tinggi dalam Aksi 212, mengingatkan kita pada perjuangan jihad melawan penjajah kafir. Itu seperti situasi rakyat yang berbondong-bondong mendukung jihad Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, dan sebagainya,” papar Adian.
Momentum Aksi 212, menurut Adian, adalah saat yang tepat untuk mengalirkan energi perjuangan umat Islam ke berbagai bidang perjuangan, seperti bidang pendidikan, politik, ekonomi, sosial, budaya, bahasa, sains dan teknologi, media massa, dan sebagainya.
“Energi itu harus mampu menggerakkan kebangkitan umat, sehingga umat Islam menjadi pemimpin (imam) di berbagai bidang kehidupan,” pesan Adian Husaini.
(*/arrahmah.com)