(Arrahmah.com) – “Semua sistem dan pemerintah memerlukan opini publik untuk mempertahankan masyarakat yang stabil dan produktif, dan ini adalah disinilah pertempuran untuk merebut hati dan pikiran menjadi penting. Untuk membenarkan keputusan politik, politik, media dan opini publik menjadi sangat terkait. Sudah saatnya bagi kita umat Islam, untuk melepaskan diri dari rantai mental rendah diri dan rasa takut. Kita perlu untuk menantang stereotip dan propaganda jahat dari penjajah Barat dan terlibat dalam pertempuran untuk merebut hati dan pikiran menuju tegaknya Peradaban Islam yang agung.” Kata Ustadz Umar Syarifudin Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri.
Akhir Mei lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi meluncurkan akun media sosialnya berbasis audio visual media siber melalui YouTube sehingga dapat mengunggah video berbagai tema maupun pendekatan pesan. Sebelum meluncurkan akun YouTube resmi miliknya, mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan Wali Kota Surakarta itu sudah terlebih dahulu menggunakan media sosial lain berbasis microblog, yaitu Facebook dan Twitter.
Jokowi memimpin Indonesia ketika kemajuan komunikasi publik sampai pada tingkatan komunikasi antar-individu yang bersifat semakin massal, sehingga tentu saja menyadari bagaimana pentingnya menggunakan berbagai saluran media sosial untuk menyampaikan pandangan, kebijakan dan juga kinerja Kabinet Kerja yang dipimpinnya. Dalam masa 10 tahun terakhir perkembangan media sosial dengan berbagai platform terlihat sedemikian dramatis. Tak hanya dari jenis dan apa yang ditampilkannya semakin beragam, namun juga fitur disesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai penggunanya.
Jokowi Widodo Presiden Indonesia yang memiliki karekter yang mungkin belum pernah dimiliki oleh masyarakat indonesia. Merakyat, sederhana, apa adanya, sama-sama dari desa seperti kebanyakan masyarakat Indonesia, apa lagi? Suka blusukan dan lucu pula. Indonesia negara yang dari dulu masalahnya ga kelar-kelar, sudah dipimpin dari berbagai macam karakter presiden namun tak banyak perubahan mulai dari negarawan, insinyur, hingga kyai. Nah yang belum presiden yang merakyat, ga jaga image, suka lagu Death Metal, dan nglawak pula. Wes Indonesia bangetlah. Masyarakat Indonesia mempunyai kultur kedaerahan yang kuat dimana orang yang mempunyai karakter khas seperti dirinya akan mudah dipercaya hingga diberikan suatu amanah. Pucuk dicinta ulam tiba, sosok itu terlihat di karakter jokowi banget yang secara sukarela mau kotor-kotoran di selokan-selokan.
Upaya pemimpin politik untuk berkomunikasi dengan masyarakat atau dengan konstituennya telah dilakukan sejak lama. Komunikasi yang dilakukan itu merupakan cara untuk membina keterhubungan antar pemimpin dengan rakyatnya sekaligus bisa digunakan untuk mengukur efektivitas pemerintahan. Selaras dengan perkembangan pola komunikasi yang ditopang oleh kemajuan teknologi, bila dalam beberapa dekade lalu pemimpin politik menggunakan sarana pidato yang dihadiri oleh ribuan massa sebagai bagian dari komunikasi politik maka kemudian beralih menggunakan radio, televisi, tulisan artikel dan kini media sosial.
Demikian juga dengan Presiden Jokowi yang tak luput memanfaatkan dampak luas dari komunikasi melalui media sosial. Tak cukup dengan pola komunikasi tatap muka langsung dengan publik, yang terkenal dengan sebutan “blusukan”, Jokowi juga melalui media sosial menjadikan aktifitasnya agar diketahui masyarakat luas. Pak Jokowi sudah gaul sebelum terpilihnya jadi presiden di akun twitternya dan facebook. Jokowi memimpin Indonesia ketika kemajuan komunikasi publik sampai pada tingkatan komunikasi antar-individu yang bersifat semakin massal, sehingga tentu saja menyadari bagaimana pentingnya menggunakan berbagai saluran media sosial untuk menyampaikan pandangan, kebijakan dan juga kinerja Kabinet Kerja yang dipimpinnya. Tambah gaul aja.
Banyak kalangan menilai media sosial merupakan perkembangan lebih lanjut dalam metode komunikasi antar-manusia. Media sosial bisa juga disebut sebagai komunikasi instan, di mana seseorang maupun banyak orang bisa berkomunikasi dengan pihak lain baik perseorangan maupun secara massal tanpa perlu mengenal sebelumnya. Bisa jadi masyarakat kenal pak Presiden tapi pak Presiden ga kenal masyarakat. Komunikasi melalui media sosial sejauh ini dianggap efektif untuk menyampaikan pesan kepada banyak orang terlebih dengan kepemilikan alat komunikasi berupa telepon selular dan kemudahan mengakses informasi melalui Internet yang semakin baik. Siapa yang ga punya hp saat ini, anak SD saja sekarang sudah punya. Ketika seseorang atau masyarakat telah memahami fungsi dan penggunaan media sosial dan memahami etiket penggunaannya, maka akan banyak keuntungan (tak hanya finansial) yang dapat diperoleh. Yang paling mudah adalah kemampuan menyampaikan pesan secara efektif dan dipahami dengan mudah.
Sebelum meluncurkan akun YouTube, pada 21 Juni 2015 Presiden memiliki akun Twitter @jokowi dan Facebook Presiden Joko Widodo. Setelah itu, menyusul situs web resminya, yaitu www.presidenri.go.id, yang diluncurkan pada 15 Desember 2015. Diikuti peluncuran akun Instagram @jokowi pada 28 Januari 2016. “Gunakan cara-cara baru dalam menyampaikan informasi, tinggalkan pola-pola lama,” kata Jokowi dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu, 28 Mei 2016. Presiden Jokowi menilai, dalam era digital seperti saat ini, pemanfaatan media sosial sangat penting sebagai sarana pemerintah menyampaikan informasi serta sebagai media berkomunikasi dengan masyarakat. Dengan demikian, saat ini Presiden Jokowi telah memiliki lima kanal media yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Menurut Jokowi, media sosial juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana penyebaran seruan perdamaian. Pernyataan itu dia sampaikan saat berkunjung ke Amerika Serikat pada 17 Februari lalu. Menurut Jokowi, semua pihak harus bekerja sama dengan media sosial dalam menyebarkan perdamaian dan toleransi. Akun resmi YouTube Jokowi adalah hasil produksi Tim Komunikasi Presiden dengan Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden. Tujuan peluncuran akun tersebut adalah lebih mendekatkan Presiden kepada rakyat. Diharapkan, di era digital seperti saat ini, Presiden Jokowi tidak hanya hadir menyapa rakyat melalui blusukan, tapi juga melalui media sosial.
Untuk seorang politikus media sosial ibarat tempat ajang adu gigi behel, yang paling cantik dan mempesona dipandang dia bisa memikat hati untuk merapikan giginya yang monyong. Serangkaian kegiatan polikakus ga mau lah jika ga diekspos dan dipamerkan ke khalayak umum secara dahsyat. Perkataannya monohok hati rakyat, halus selembut tahu sutera. Masyarakat tak malah dekat dengan rezim namun semakin tahu kebobrokannya. Eksploitasi besar-besaran oleh tim yang sudah dibentuk, untuk masuk ke setiap telefon genggam masyarakat. Terkadang acara kecil pemberian tak seberapa tapi begitu nikmat saat sudah masuk media sosial. Tim juga membentuk isu-isu dan opini umum mengenai polikakus sang tokoh idola yang gaul, fresh, dan kekinian dihatimu. Buku-buku biografi ditulis oleh penulis ternama dan diberi komentar oleh orang ternama pula biar greget dan meyakinkan. Jika ada yang macam-macam tak segan-segan tim dunia maya ini menjelma sebagai serigala berbulu kelinci agar opini miring segera kandas das das dari peradaban. Saat dimana polikakus jika tak kuasai media maya akan tenggelam dengan sendirinya. Manusia dicetak agar kepercayaan terhadap saudaranya hilang, lebih nikmat percaya oleh yang maya dan tak tampak.
Terkadang realita tak selaras dengan harapan, angin berhembus terlalu kencang menekan sendi-sendi tulang masyarakat. Pencitraan-pencitraan yang dilakukan pak Joko tak seindah rendang nasi padang yang diharapkan oleh perut masyarakat. Janji-janji hidup bahagia tidur nyenyak makan enak untuk rakyat menguap tak bersisa, aturan dan kebijakan main tabrak rumah orang. Media sosial dipakai alat untuk melanggengkan kebohongan demi kebohongan rezim khianat yang tak mau tahu lagi mengenai pesakitan rakyatnya. Utang 4rb triliun tak tahu mau dibayar pakai apa, kemiskinan menyeruak semakin tak terkontrol, permasalahan remaja dipupuk buahnya memakan tuannya sendiri, Miras kepalanya kemaksiatan di legalkan, umat semakin dijauhkan dari Allah SWT. Dihisap dan dicaplok oleh untaian media sosial rezim penggembira. Pemimpin hilang sudah kewibawaannya di mata masyarakat dengan jokes-jokes garing di akunnya. Hukum tajam ke bawah tumpul ke atas tak mempunyai peringai sama sekali. Melalui media media masa juga kebohongan dilanjutkan,tak banyak media yang mau membongkar kebobrokan sistem saat ini karena sudah masuk juga suapan nasi padangnya.
Rasulullah SAW pun mengingatkan para pemimpin, “Siapa saja yang dianugerahkan allah sebagai pemimpin, tetapi dia tidak berbuat sesuatu untuk kebaikan umatnya (malah sebaliknya menipu dan menzalimi umatnya ), Allah akan mengharamkan surga untuknya.” (HR. Bukhari).
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, “Asyaddunnaasi ‘azaban yaumul qiyamati imamun jair”. (Orang yang paling sakit siksaan di hari kiamat adalah pemimpin yang zalim (curang).” (HR. Thabrani dari Abdullah bin Mas’ud).
Menipu rakyat itu di antaranya dengan menilap harta milik rakyat, menyerahkan kekayaan alam milik mereka kepada pihak swasta dan asing, menyia-nyiakan amanah dengan jalan menyerahkan urusan kepada orang yang tidak layak, menghalangi apa yang menjadi hak rakyat, dan sebagainya. Lalu bagaimana jika pemimpin itu justru mengubah apa yang menjadi hak rakyat menjadi kewajiban rakyat, melepaskan kewajibannya untuk menyediakan pelayanan kesehatan untuk rakyat dan malah mewajibkan rakyat untuk membiayai sendiri pelayanan kesehatan untuk mereka, memaksa rakyat untuk membayar mahal pendidikan yang seharusnya menjadi hak mereka yang wajib dipenuhi oleh negara atau penguasa, dan sebagainya? Padahal pemimpin itu seharusnya memenuhi semua kebutuhan rakyat, sebagaimana yang diperingatkan Rasul SAW.
“Siapa saja yang mengurusi urusan masyarakat, lalu ia menutup diri dari orang yang lemah dan membutuhkan, niscaya Allah menutup diri dari dirinya pada Hari Kiamat.” (HR Muslim).
Bangkitlah media-media digital dan media massa “lawan” dengan penamu, bedah dengan pisau analisamu cabut virus kotornya buang sejauh-jauhnya jadilah pemikir-pemikir politik islam (mufakirun siyasiyyun) dan menanamkan karakteristik menjadi pengemban dakwah. Sehingga dari sana lahir para pengemban dakwah yang militan. Saat media sosial dan media massa menjadi jualan para polikakus dan genosida maupun hegemoni kaum imperialis, Islam sangat membutuhkan dirimu pengemban dakwah dimanapun ranahmu masuki semua bidang sebarkan pemikiran islam. Hingga bisyaroh rasulullah SAW terwujud. Bangkit dan Lawan!
Sosok pemimpin yang baik saja tidak cukup. Pemimpin yang baik harus ada dalam sistem pemerintahan yang baik. Sistem pemerintahan yang baik tentu harus bersumber dari Zat Yang Mahabaik, Allah SWT. Ketakwaan pemimpin, kesadarannya akan tanggung jawab kepemimpinan yang merupakan amanah yang akan dimintai pertangungan jawab di akhirat, hubungan penguasa dengan rakyat yang dilandasi spirit dan suasana keimanan dan penerapan hukum Islam secara kaffah tentu tidak bisa terwujud tanpa sistem pemerintahan Islam, Khilafah ar-Rasyidah. Karena itu, Khilafah ar-Rasyidah yang menerapkan syariah secara total harus sesegera mungkin diwujudkan. Itu adalah tanggung jawab kita semua, seluruh kaum Muslim. WalLâh a’lam bi ash-shawâb.
Fauzi Ihsan Jabir , Div. KPL BKLDK Kota Bandung
(*/arrahmah.com)