BOGOR (Arrahmah.com) – Organisasi relawan “Medical Emergency Rescue Commite” (MER-C) Indonesia mengusulkan bahwa untuk membantu dan menyelamatkan pengungsi Muslim Rohingya Myanmar yang terdampar di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) bisa dilalukan program asimilasi.
“Mereka (pengungsi Muslim Rohingya) bisa dibantu melalui program asimilasi, karena pondok pesantren (Ponpes) di Aceh siap menerima mereka,” kata Ketua Presidium MER-C Indonesia dr Sarbini Abdul Murad saat mengubungi ANTARA di Bogor, Senin.
Sarbini Abdul Murad sedang berada di Kabupaten Aceh Timur NAD untuk menemui para pengungsi Muslim Rohingya. Organisasi itu juga memberikan bantuan pelayanan kesehatan bagi para pengungsi.
Sebanyak 391 orang pengungsi tersebut terdampar di Pulau Weh Sabang dan Idie, Aceh Timur, NAD, dan kini menjadi perhatian luas publik dunia.
Menurut Sarbini, para pengungsi Muslim Rohingnya itu sebaiknya tidak dikembalikan ke negara asal, mengingat proses yang dilalui hingga mereka terdampar di NAD itu adalah karena pengusiran dan perlakuan buruk atas mereka itu.
“Baik terancamnya mereka di Myanmar, negerinya sendiri maupun pengakuan bahwa mereka juga diusir dan disiksa di negara lain sebelum terdampar di Indonesia, telah membuktikan bahwa motivasi mereka tidak dominan pada motif ekonomi,” katanya.
Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dalam pernyataan di Jakarta (2/2) mengatakan bahwa saat ini pemerintah Indonesia sedang melakukan verifikasi tahap kedua mengenai motif 391 orang itu meninggalkan kampung halamannya menuju Indonesia atau tempat lain.
“Dari wawancara yang kita lakukan, kita undang penerjemah dari kedutaan kita di Yangoon dan Dhaka (Bangladesh) untuk memastikan komunikasi kita selama wawancara, dari tahap pertama jelas bahwa motivasi dan keberangkatan mereka untuk mencari kehidupan ekonomi yang lebih baik atau dengan kata lain `economic migrant`,” katanya.
Hassan mengatakan bahwa sejauh ini pemerintah menyimpulkan tidak ada motivasi politik dengan tujuan mencari suaka politik.
Oleh karena itu, lanjut dia, berdasarkan verifikasi tahap pertama pemerintah berpikir ke arah pemulangan para manusia perahu iru ke tempat asalnya.
“Namun kita saat ini sedang menyelesaikan verifikasi tahap kedua dan wawancara yang lebih mendetil untuk sampai pada keputusan yang nantinya akan kita ambil,” katanya.
Dalam perkembangannya, Menlu dalam pernyataan di Gedung Deplu, Pejambon, Jakarta (6/2) Pemerintah Indonesia tengah mengambil langkah-langkah diplomatik menyangkut penanganan pengungsi Muslim Rohingya, antara lain dengan mengintensifkan kerjasama dengan organisasi-organisasi internasional seperti organisasi antarbangsa untuk migrasi (IOM), badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR) dan Palang Merah Antarbangsa (ICRC).
“Pemerintah Indonesia konsisten melihat masalah ini sebagai masalah internasional yang penyelesaiannya harus melibatkan negara asal, negara transit dan negara tujuan,” kata Menlu.
Langkah diplomatik juga dilakukan Indonesia dengan meminta negara-negara asal menghentikan arus keluar manusia perahu dari negara mereka. Indonesia minta negara-negara asal untuk “menghentikan atau mengurangi alasan yang menyebabkan terjadinya arus pengungsi ke negara lain”.
“Termasuk menghentikan pelanggaran hak asasi manusia, baik dalam bentuk perlakuan buruk terhadap kelompok minoritas Myanmar, perlakuan kasar berupa penganiayaan fisik ketika mereka transit, maupun dengan mendorong mereka ke laut,” kata Hassan.
“Mereka sempat singgah di pantai Myanmar dan berujung mendarat di Thailand. Mereka mengklaim berhari-hari menderita penganiayaan secara fisik, dinaikkan kembali ke perahu dan ditarik ke laut dengan mesin perahu mereka dicabut dan dibiarkan hanyut terbawa arus,” tambahnya.
Menurut Sarbini Abdul Murad, proses asimilasi yang diusulkan pihaknya itu, secara cepat bisa mengatasi masalah para pengungsi Muslim Rohingya itu, terlebih di kalangan Ponpes-Ponpes di NAD bersedia menerima mereka.
“Permasalahannya kini adalah ada itikad untuk membantu atau tidak,” kata dokter kelahiran NAD yang baru saja kembali dari misi kemanusiaan –bersama tim relawan kesehatan lainnya–membantu warga Gaza Palestina yang juga menderita atas agresi militer Israel itu.
Ia menambahkan bahwa sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa etnik Muslim Rohingnya itu mengalami penzaliman di negeri asalnya, dan bahkan di negara transit pun tidak surut penderitaan yang dialami.
“Secara kemanusiaan, terhadap komunitas yang tertindas seperti itu hendaknya lebih didekati solusi penyelesaiannya dengan pendekatan kemanusiaan,” katanya.(Althaf/antara)