Oleh : Henny (Ummu Ghiyas Faris)
(Arrahmah.com) –Minimnya perempuan dalam dunia politik, karena adanya persepsi bahwa dunia politik adalah dunia kaum Adam saja. Partai politik kini dipaksa semakin serius menyiapkan calon anggota legislatif (caleg) perempuan yang juga harus ditempatkan pada nomor urut atas di setiap daerah pemilihan.
Sejumlah daerah di Indonesia, mengakui sulit mencari sosok perempuan anggota Dewan yang berambisi politik, minimal yang melek politik. Wawasan politik para perempuan anggota dewan seperti di Bone, Pamekasan, Bengkulu, Bengkalis (Riau), Cilegon hingga Jakarta (anggota DPR RI), dapat dikatakan masih diragukan. Di antara alasan yang muncul karena mereka tidak siap berkarier di dunia politik.
Sejumlah partai politik kesulitan memenuhi kuota 30 persen calon anggota legislatif perempuan untuk Dewan Perwakilan Rakyat RI pada Pemilu 2014. Masalahnya, tidak banyak perempuan yang memenuhi kriteria sebagai kandidat wakil rakyat sekaligus siap terjun dalam dunia politik.
Dikutip dari Kompas.com (Kamis 14/03/2013) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali menyampaikan “Insya Allah 30 persen kuota perempuan itu terpenuhi, walaupun sangat berat,’ PPP mengaku kesulitan memenuhi keharusan 30 persen kuota perempuan. Masih sedikit jumlah perempuan yang mau terjun ke politik. Banyak perempuan yang pintar, memenuhi kriteria sebagai caleg, tetapi kurang berminat terjun dalam politik sebagai legislatif.
Meski mengalami kesulitan dalam mendudukkan bacaleg perempuan dalam DCS (Daftar Calon Sementara) yang akan didaftarkan ke KPU nanti, namun sejumlah parpol bertekad untuk dapat menyusun DCS dengan sebaik-baiknya, termasuk memperhatikan kuota 30 persen perempuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 8 Tahun 2012.
Wajah Partai Politik Kini
Dengan meneliti fakta (manath) partai yang ada saat ini, faktanya, dalam menjalankan sistem pemerintahan sekuler sekarang, semua lembaga politik seperti presiden, menteri, dan parlemen, tidak menggunakan Syari’ah Islam sebagai hukum positif (yang berlaku), melainkan menggunakan hukum-hukum buatan manusia (hukum kufur)
Presiden dan para menteri, misalnya, tugas utamanya sebagai pemegang kekuasaan eksekutif bukanlah menjalankan Syari’ah Islam, melainkan menjalankan UU buatan manusia (produk lembaga legislatif). Parlemen, tugas utamanya sebagai pemegang kekuasaan legislatif adalah melakukan legislasi UU yang tidak merujuk kepada wahyu sebagai sumber hukumnya, melainkan menjadikan manusia sebagai sumber hukumnya. Kalau pun ada legislasi atau penerapan Syariah, hanyalah sebagian-sebagian atau parsial saja, dan merupakan perkecualian.
Padahal, Islam di satu sisi telah mewajibkan umatnya untuk menerapkan Syariah Islam, secara menyeluruh/kaffah dan bukan secara parsial. Allah Subhanahu Wa Ta’aala berfirman “Kami telah menurunkan Kitab Al-Qur’an kepadamu yang mengandung kebenaran. Membenarkan Kitab yang ada terlebih dahulu, yaitu Taurat dan Injil dan sebagai pengawas dan pemelihara terhadap Kitab yang lain itu. Karena itu adililah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu turuti hawa nafsu mereka yang akan membelokkan dari kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antaramu, Kami telah berikan pola syari’at dan jalan hidup yang benar. Sekiranya Allah menghendaki, pastilah kamu dijadikan-Nya satu umat saja, namun Tuhan hendak mengujimu dalam soal karunia yang telah diberikan kepadamu, karena itu berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah tempat kembali kalian, lalu Tuhan beritahukan kepada kalian apa-apa yang telah kalian perselisihkan itu. (QS Al-Maaidah : 48)
Di sisi lain Islam telah mengharamkan umatnya untuk menerapkan hukum kufur, yaitu hukum selain Syari’ah Islam, Mahabenar Allah dengan firman-Nya “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”.(QS An-Nisaa : 60)
Berdasarkan penjelasan nash di atas maka kaum muslimin dilarang mengambil peradaban/kultur Barat, dengan segala aturan dan undang-undangnya. Sebab peradaban tersebut bertentangan dengan peradaban Islam. Kecuali peraturan dan perundang-undangan yang administratif yang bersifat mubah dan boleh diambil. Sebagaimana Umar Bin Khatab telah mengambil peraturan administrasi perkantoran dari Persia dan Romawi.
Hal ini karena peradaban Barat itu memisahkan agama dengan kehidupan dan memisahkan agama dari negara. Peradaban Barat dibangun atas asas manfaat dan menjadikannya sebagai tolok ukur perbuatan. Sedangkan peradaban Islam didasarkan pada Aqidah Islamiyah yang mewajibkan pelaksanaannya dalam kehidupan bernegara berdasarkan perintah dan larangan Allah, yakni hukum-hukum syara. Peradaban Islam berdiri atas landasan spiritual yakni iman kepada Allah dan menjadikan prinsip halal haram sebagai tolok ukur seluruh perbuatan manusia berdasarkan perintah dan larangan Allah.
Islam dan Politik
Segala problematika umat adalah permasalahan politik, oleh sebab itu setiap muslim wajib untuk terjun dalam politik. Sehingga setiap muslim tahu dan paham akan semua problem yang sedang dihadapi. Untuk itu dibutuhkan wadah sebagai pengimplementasian dari kesadaran politik yaitu partai politik. Dalam partai politik ini pentingnya proses tatsqif (pembinaan) untuk menghasilkan kader yang siap bergerak, apalagi untuk terlihat dalam sebuah partai. Individu partai tidak boleh hanya sekedar yang bersamangat dan siap bergerak, namun juga padat dengan tsaqofah. Individu dibina sebagai bagian dari masyarakat.
Inilah pentingnya membedakan definisi tatsqif dan ta’lim; tatsqif jelas penting, karena di dalamnya terjadi penancapan tsaqofah, termasuk proses ricek aktivitas kesehariannya sebagai miniatur Islam, sehingga mantap sebagai pengatur urusan umat sekaligus sebagai teladan bagi umat. Teladan dari para shahabiyah yang hidup di sekitar Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah gambaran nyata para politisi muslimah. Yang mereka perankan tak hanya di dapur, sumur dan kasur, melainkan mereka menjadi para pendidik umat, mereka berdakwah memikirkan urusan umat, mereka juga menghasilkan para generasi terbaik umat
Seorang Sumayyah (ibunya Ammar bin Yasir) tidak akan berani mempertaruhkan nyawa membela aqidahnya jika beliau tidak merindukan harumnya surga dan tidak biasa ditempa dengan tatsqif yang matang. Seorang Asma binti Abu Bakar tidak akan mendapat gelar sebagai Dzatun Naqatain (perempuan dengan dua ikat pinggang), jika tak cerdik mengelabui para mafia Quraisy yang memburu Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam saat hijrah ke Madinah. Seorang Khansa tidak akan begitu mulia dan dikenang hingga kini jika tak pernah menjadi ibu dari para syuhada. Di abad ke-15, seorang Muhammad al-Fatih takkan pernah lahir sebagai penakluk Konstantinopel jika tak memiliki seorang ibu yang militan, Huma Hatun.
Namun, demokrasi kini telah betul-betul mendistorsi kualitas para perempuannya. Perempuan yang belum berperan dalam ranah politik pun, jika masih hidup dalam sistem demokrasi, maka mereka itu individualistis, menjadi ibu hanya sebatas dapur, sumur, dan kasur hingga tak sempat berpikir yang lain, generasi yang dihasilkan pun layak diragukan kualitasnya untuk meneruskan penjagaan kualitas umat manusia selanjutnya.
Perempuan berkualitas hanya bisa ditemukan dalam naungan sistem Islam, kemuliaannya terwujud karena ketaqwaannya. Kualitasnya nampak karena kedalaman berpikirnya, tingkat berpikirnya tinggi karena mencapai proses berpikir politis. Karena dengan mengurusi urusan umat, itulah tingkat berpikir tertinggi, yaitu dengan berpikir politis.
Kebangkitan umat mutlak memerlukan sebuah partai politik Islam sejati yang benar-benar mampu mengantarkan umat meraih tujuan-tujuannya. Adanya partai politik Islam listi’naaf Al-Hayah Al-Islamiyah, yang akan menjamin tegaknya kehidupan yang mensejahterakan umat,. Wallahu A’lam Bis-Shawaab!
——
PENULIS :
Nama : Henny ( Ummu Ghiyas Faris)
E-mail : [email protected], [email protected]
Web Site : www.ummughiyas.blogspot.com
(saifalbattar/arrahmah.com)