JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menilai kebijakan kenormalan baru (new normal) yang rencananya segera diterapkan oleh pemerintah Indonesia, akan mengoreksi berbagai sistem dunia pascapandemi virus corona.
“Karena pandemi ini buah dari sistem dunia yang lama dan turunannya, yakni pada sistem ekonomi, politik dan budaya,” kata Ketua Umum Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju itu saat diskusi virtual terkait The New Normal Indonesia, sebagaimana dilansir Antara, Sabtu (30/5).
Din menyebutkan, menurut telaah sistem dunia selama ini yang berusia hampir satu abad bertumpu pada humanisme sekuler kemanusiaan yang sekularistik. Hal tersebut hanya memandang hidup manusia kini dan di sini, tidak ada nanti dan di sana.
Kemudian, lanjutnya, tidak ada yang disebut dengan dimensi eskatologis sebagaimana yang diajarkan agama. Eskatologi merupakan ilmu teologi yang berbicara tentang hal-hal yang bertalian dengan akhir zaman.
“Maka lahirlah tidak ada pertanggungjawaban,” tandasnya.
Din meniai, hal tersebutlah yang melanda dunia dan terjadi aneka kerusakan. Bahkan, sejumlah pakar menyebut saat ini sedang terjadi gangguan besar.
“Selanjutnya ada pula yang menyebut situasi saat ini tengah terjadi pergeseran besar hingga ketidakpastian dunia,” ujar Din.
Oleh karena itu,l anjutnya, kenormalan baru diharapkan dapat menciptakan suatu tatanan yang lebih baik dan tidak sekadar kembali kepada kehidupan ke belakang.
“Bagi kita di Indonesia, ‘new normal’ tentu harus menjadi harapan agar krisis segera berlalu,” pesannya.
Lebih dari itu, kata Din, dalam konteks masyarakat Indonesia dan semua pemangku kepentingan perlu mencari tahu makna apa yang diberikan pada kenormalan baru itu.
Din mengatakan, sebagai manusia yang beriman dalam masing-masing agama menginginkan tatanan baru tersebut tidak lepas dan jauh dari nilai-nilai ketuhanan.
“Musibah-musibah harus dihadapi dengan instrospeksi diri, mawas diri terhadap apa saja yang dilakukan selama ini,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)