Oleh: Ustadz Irfan S Awwas
(Arrahmah.id) – Empat puluh tiga tahun lalu, tepatnya 1 Muharram 1402 H/1982 M; di Yogyakarta terbit sebuah bulletin AR-RISALAH, mengusung motto: Lisan Dakwah Pendamba Ukhuwah Islamiyah. Bulletin dimaksud terbit bulanan, dengan Ketua Umum Muhammad Mukhliyansah, sedang Pimpinan Redaksi Irfan S. Awwas. Pada edisi menyambut tahun baru 1 Muharam 1404 H/1984 M memuat tulisan sejumlah cendekiawan muslim, antara lain Dr. Kuntowidjojo, Drs. Syaefullah Mahyuddin, dan Ir. Syahirul Alim, MSc. Berikut ini tulisan Syahirul Alim, dosen MIFA UGM dan Direktur Lembaga Pengembangan Keagamaan UII, yang pernah ditahan rezim orba selama 2 tahun tanpa sidang pengadilan dengan tuduhan melanggar UU anti subversi.
Diperlukan Keberanian untuk Hijrah
Peristiwa hijrah dalam Islam, erat kaitannya dengan pemboikotan massal dan blokade total kaum kafir Quraisy terhadap diri Rasulullah, keluarga, dan pengikutnya. Dengan alasan taktik dan strategi, tentu atas perintah Allah, Rasulullah memindahkan senteral operasi dakwahnya ke Yatsrib.
Hijrah merupakan awal kebangkitan dan batu cadas dalam mengatur “strategi isolasi” dari kehidupan zalim dan musyrik menuju kehidupan yang adil dan bertauhid.
Makna hijrah bagi umat Islam, dapat dijadikan inspirasi, guna menemukan langkah konkrit menegakkan syariat Islam. Bagaimana melahirkan masyarakat yang rindu pemimpin dan pembimbing kehidupan, guna menumbuhkan generasi yang bersuka cita diperintah dengan hukum Allah Swt.
Mengaplikasikan metode hijrahnya Rasulullah dalam kehidupan modern, memiliki makna luas. Bukan sekadar pindah tempat dalam pengertian geografis. Melainkan hijrah dari kemungkaran menuju keridhaan Allah. Hal ini memerlukan keberanian. Berani memperjuangkan tegaknya syariat Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan negara. Berani untuk membebaskan rakyat dari kezaliman dan kerakusan duniawi, merupakan titik awal menentukan keberhasilan perjuangan.
Peristiwa hijrah Nabi Muhammad Saw, dari Makkah ke Madinah, merupakan titik awal dari strategi perjuangan Islam. Kala itu, terdapat empat kelompok masyarakat yang hidup dalam lingkungan sosial Zaman Nabi s.a.w. pertama, kelompok Rasulullah yang terdiri dari kaum Muslimin Muhajirin dan Anshar. Kedua, kelompok Musyrikin. Ketiga, kelompok Munafikin dan keempat, kelompok Yahudi.
Dari kondisi masyarakat tersebut dapat kita analogikan, bahwa kehidupan zaman Nabi tak ubahnya dengan keadaan masyarakat modern yang beraneka kelompok dari berbagai golongan.
Satu pelajaran dari masa Rasulullah Saw, bahwa kehidupan di masa itu telah ada suatu traktat atau perjanjian yang dibuat antar kaum atau golongan.
Muhammad Saw. beserta sahabatnya telah berhasil membuat suatu konstitusi yang disebut Piagam Madinah, yang disepakati bersama oleh semua pihak dalam hidup bermasyarakat. Konstitusi tersebut mengikat semua pihak secara adil.
Nilai undang-undang dipegang secara teguh dan konsekuen. Bila terjadi pelanggaran semua dikenai hukum atau sanksi tanpa memandang kedudukan atau golongan. Nabi mampu menjalankan hukum tersebut, dengan dukungan nilai moral dan kekuatan senjata serta keadilan para hakim.
Berangkat dari i’tibar Nabi, hijrah pada masa sekarang ini diperlukan keberanian untuk memilih alternatif, dalam rangka hijrah menuju diktum hukum Allah. Keberanian hijrah menuju keridhaan Allah dan mengikuti Sunnah Rasul, generasi muda harus menjadi kelompok terdepan, melalui pribadi masing- masing.
Perasaan menganggap orang lain tidak mau ikut harus dihindari, sebab setiap masing-masing kita adalah bagian dari sistem. Kalau kita sendiri telah berani melakukan hijrah dalam segala aspek niscaya akan ada orang lain mengikutinya.
Nabi Muhammad dalam hijrahnya memulai ibda’ binafs.
Firman Allah:
فَقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۚ لَا تُكَلَّفُ اِلَّا نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ ۚ عَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّكُفَّ بَأْسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ۗوَاللّٰهُ اَشَدُّ بَأْسًا وَّاَشَدُّ تَنْكِيْلًا
Wahai kaum mukmin, perangilah orang-orang kafir demi membela Islam. Seseorang tidak diberi beban kecuali sesuai kemampuannya. Wahai Muhammad, bangkitkanlah semangat kaum mukmin untuk berperang. Semoga Allah menghilangkan beban penderitaan yang ditimpakan orang-orang kafir kepada orang-orang mukmin. Allah jauh lebih kuat dan lebih kuasa dalam memberikan hukuman kepada orang-orang kafir. (QS An-Nisa’ (4) : 84)
مَنْ يَّشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَّكُنْ لَّهٗ نَصِيْبٌ مِّنْهَا ۚ وَمَنْ يَّشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَّكُنْ لَّهٗ كِفْلٌ مِّنْهَا ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ مُّقِيْتًا
Siapa saja yang menolong orang lain untuk berbuat kebaikan, maka kelak di akhirat dia akan memperoleh pahala atas pertolongannya itu. Akan tetapi, siapa saja yang menolong orang lain untuk berbuat dosa, di akhirat kelak dia akan menanggung siksa atas perbuatan dosanya itu. Allah Maha Mengawasi semua perbuatan makhluk-Nya. (QS An-Nisa’ (4) : 85)
Apabila satu poin ini, yaitu keberanian untuk hijrah mentaati Alloh telah terealisir, maka porak-porandanya suatu sistem ummat Islam akan terkendali. Ibarat satu tubuh, maka masing-masing akan berjalan dengan sendirinya karena jantung atau pokok permasalahannya telah teraih. Al-Qur’an sebagai pengendali akan mengalir ke ujung-ujung seluruh ummat.
Faktor luar yang menghalangi hijrah tidak perlu dihiraukan, dan harus dilawan. Sudah menjadi sunnatullah setiap pelaksanaan kemurnian ajaran Islam selalu ada pihak yang menghalangi. Yahudi sebagai golongan yang oleh Allah telah ditetapkan sebagai biang keladi kerusakan dan pengacau di muka bumi, sebagaimana disebutkan dalam Qur’an Surat Al-Isra’: 4,
وَقَضَيْنَآ اِلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ فِى الْكِتٰبِ لَتُفْسِدُنَّ فِى الْاَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيْرًا
Di dalam Taurat Kami telah tetapkan kepada Bani Israil: “Sesungguhnya kalian akan berbuat dosa, permusuhan dan kezhaliman di Baitul Maqdis dua kali. Sungguh kalian akan berbuat durhaka yang sangat berat kepada Allah.” (QS Al-Isra’ (17) : 4)
Saat ini sedang memegang perekonomian dunia, malahan terjadinya perang di berbagai negeri semua ini ulah bangsa Yahudi. Kelangsungan ekonomi, kebijaksanaan politik dan kekuatan militer didominasi kaum Yahudi lewat sekutunya, Uni Soviyet dan Amerika sebagai Super power.
Perang Dunia III merupakan hal yang dapat membawa kemenangan Islam. Bila ini terjadi merupakan barokah pada umat Islam. Kita akan menemukan kembali nilai-nilai yang telah terkubur imperialisme, materialisme, sosialisme, kapitalisme dan isme-isme yang memang menutupi cahaya Islam. Negara-negara Arab bila berani mengambil alternatif untuk memulai, sumbu itulah yang akan menyala. Selanjutnya orang akan buru-buru mencari selamat, mencari nilai yang bisa menyelamatkan hidupnya, yaitu Islam sebagai penyelamat seluruh ummat manusia.
(ameera/arrahmah.id)