GAZA (Arrahmah.com) – Siham al-Hindi, (55), sudah tidak sabar untuk menunggu dibukanya kembali perbatasan Rafah, karena dia harus ke Mesir untuk mendapatkan perawat medis setelah kondisi kesehatannya memburuk. Siham harus menjalani operasi besar di perut secepatnya.
Dia mengatakan bahwa setelah melakukan tes medis di rumah sakit Gaza menunjukkan bahwa dia harus melakukan operasi besar di perut, sehingga dokter merekomendasikan untuk melakukan pengobatan ke Mesir.
Pihak berwenang Mesir menutup perbatasan Rafah pada 25 Oktober 2014 dengan dalih kondisi keamanan yang memburuk di bagian utara Semenanjung Sinai.
Ini terjadi sehari setelah pengumuman tewasnya 26 tentara Mesir saat pos mereka yang berada di daerah “Karm al-Quadis” diserang. Perbatasan Rafah sebelumnya telah terbuka sebagian untuk penyeberangan orang-orang tertentu.
Mengapa?
Warga Palestina, Mona Abdin, berharap agar perbatasan Rafah dibuka kembali untuk menjalani operasi jantung di Mesir. Dia menderita serangan jantung berat selama dua minggu yang lalu.
Abdin, yang harus segera melakukan perjalanan ke Mesir untuk mendapatkan pengobatan terhalang oleh penutupan perbatasan Rafah dan mereka yang saat sedang dirawat di rumah sakit Abu Yousef Al-Najjar.
Dia menambahkan, “Saya menyerukan kepada pemerintah dan pejabat Mesir untuk melihat kami dengan mata belas kasihan dan membuka perbatasan Rafah. Kami sangat mengasihi orang-orang Mesir, tapi kami tidak mengerti mengapa mereka memperlakukan kami seperti ini.”
Al-Hindi dan Abdin hanya contoh kecil dari ribu pasien Palestina yang meninggal di Jalur Gaza sambil menunggu untuk mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkan. Hal ini diperparah dengan minimnya obat-obatan di Gaza sebagai akibat dari pengepungan yang telah dikenakan di Jalur Gaza selama sekitar 8 tahun. Ini juga merupakan konsekuensi dari kurangnya perhatian Pemerintah Kesatuan terhadap Gaza.
Juru bicara Kementerian Kesehatan di Gaza, Ashraf Al-Qidra, menegaskan bahwa penutupan perbatasan Rafah sangat mencekik pasien di Jalur Gaza saat pasien yang membutuhkan pengobatan dan melakukan perjalanan ke Mesir semakin meningkat.
Dia menekankan bahwa penutupan perbatasan Mesir dan pengetatan blokade yang dikenakan pada Gaza telah menghalangi sekitar dua pertiga dari pasien Gaza yang mendapat rujukan resmi untuk mendapatkan perawatan medis di luar Gaza.
Dia mengatakan, “Perbatasan Rafah sangat berarti bagi pasien Gaza yang tercantum pada daftar yang cukup lama menunggu.”
“Kondisi Pasien tidak bisa menanggung krisis lebih lanjut akibat kekurangan obat-obatan dan fakta bahwa pemerintah rekonsiliasi nasional belum membayar katering dan biaya petugas keberihan di rumah sakit, karena belum dianggap sebagai tanggung jawabnya,” tegasnya.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri di Gaza, Eyad Al-Buzum, menegaskan bahwa tidak ada pembenaran untuk menutup perbatasan Rafah.
Dia menyatakan bahwa perbatasan Rafah tidak pernah mengganggu keamanan Mesir, dan tidak pernah tercatat adanya pelanggaran keamanan.
Kami memiliki lebih dari 30 ribu kasus kemanusiaan yang sangat mendesak untuk melakukan perjalanan. Mereka adalah mahasiswa dan warga Palestina yang hidup di negara-negara lain, warga asing, dan mereka yang menderita penyakit serius. Selain itu, ada enam ribu warga Palestina yang terdampar di Mesir, dan banyak warga Palestina yang lainnya terdampar di negara-negara lain. Kondisi kemanusiaan mereka sangat memburuk.”
(ameera/arrahmah,com)