Oleh Raihana
(Arrahmah.com) – Merangkai kata secara kreatif demi kemaslahatan ummat (baca: dakwah tertulis) membuat jantung kembang kempis. Betapa tidak, belum lagi menulis, ucapan Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam Al Fawaid halaman 192 sudah mengancam sampai relung hati yang paling dalam.
“Sesungguhnya ada manusia yang memiliki daya ungkap yang baik, maka barangsiapa ucapannya sesuai dengan perbuatannya, orang itu telah menemui nasib baiknya. Dan barangsiapa ucapannya bertentangan dengan perbuatannya, maka sesungguhnya dia telah mencederai dirinya sendiri.”
Astaghfirullah… Kalimat pertama memang manis. Tapi menyelami kalimat berikutnya, tak membuat diri merasa selamat dari tenggelam dalam lautan isak tangis.
Apa sebab? Ya, karena takut. Takut untuk menuliskan sesuatu yang diserukan namun tidak diamalkan.
Padahal Allah subhanahu wata’ala juga telah mengancam penyeru yang miskin dalam amalan pada Qur’an Surat Ash Shaf ayat 3.
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Namun, alhamdulillah di dalam Islam ada khauf ada roja’. Itu berarti selain ada rasa takut (melakukan salah), juga ada rasa (penuh) harap. Takut salah itu baik, tapi menyeimbangkannya dengan semangat mengharapkan kebaikan bagi ummat, jauh lebih baik.
Maka menuliskan kebaikan tentu lebih maslahat daripada urung menulis karena takut salah atau takut tidak ada yang membaca. Ya… sebagai pelipur lara, rupanya ayat berikut harus dicamkan dalam diri.
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At Taubah:105)
Terlebih menulis kreatif untuk berdakwah tentu bernilai ibadah. Asal sarat dan ketentuan yang berlaku dapat kita penuhi.
Kalau kita telisik Kaidah Ushul Fiqih, “Dalam urusan mu’amalat, segala sesuatu itu boleh; kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Sementara, “Dalam urusan ubudiyah, segala sesuatu itu haram; sampai ada dalil yang memerintahkannya.”
Dengan demikian, perintah berdakwah hukumnya wajib. Terkait cara menyampaikannya, secara umum Allah ta’ala telah memerintahkannya dalam Qur’an Surat An Nahl ayat 125.
دْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Maasyaa Allah, dari ketakutan, Allah berikan petunjuk untuk menggapai harapan. Untuk berdakwah, Allah mutlakkan perintah, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu.” Ini berarti menyeru hanya ke jalan Allah saja.
Namun terkait ufuk mana yang harus diliputi, maka apa saja rupa seruan dakwah menuju keridhoan Allah, baik berupa anjuran dan ajakan untuk berakhlak utama dan mulia, serta menerapkan syariat dalam diri, keluarga dan masyarakat, itu termasuk ke dalamnya.
Sedangkan secara tersurat, dalam Ad Da’wah Al Islamiyyah Baina Al Fardoyah wa Al Jamaiyah, Sulaiman Marzuq memaparkan tiga pola teknis dakwah yang Allah ajarkan kepada kita dari ayat tersebut di atas yakni, (1) dengan hikmah, (2) dengan pelajaran yang baik, dan (3) dengan bantahan yang baik (santun).
Hal itu juga dijabarkan Sayyid Quthb dalam Fi Zhilalil Qur’an Bab 4 halaman 2198,
“Sesungguhnya dakwah kepada jalan Allah itu, bukanlah hanya pada pribadi dan bukan hanya pada kaumnya saja. Dakwah haruslah dilakukan dengan penuh hikmah, dan hendaknya senantiasa melihat pada kondisi orang yang diajak dan kemampuan mereka, dijelaskan dengan bertahap sehingga tidak memberatkan mereka dan mereka tidak merasa berat dengan tugas dan kewajiban-kewajiban, sebelum mereka siap secara psikologis. Sedangkan cara yang mereka lakukan hendaknya dilakukan sesuai dengan tuntutan yang diharapkan. Maka janganlah dakwah itu dilakukan dengan cara yang terlalu agresif serta terlalu bergairah, sehingga melampaui batas hikmah secara keseluruhan.”
Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa,
“Dan dakwah hendaklah disampaikan dengan nasihat yang baik yang meresap ke dalam kalbu dengan halus, dan menyentuh perasaan dengan lembut, dan bukan dengan kekerasan dan kekakuan yang bukan pada tempatnya. Jangan pula dengan menelanjangi kesalahan yang mungkin saja terjadi karena kebodohan atau karena adanya niat baik (tetapi caranya keliru, red.). Sebab nasihat-nasihat yang baik sering kali membawa hati-hati yang terlantar pada hidayah Allah, dan menaklukan hati yang terpencar-pencar. Dia jauh lebih baik manfaatnya daripada dengan cara mengancam, menghina, dan merendahkan.”
Sementara makna “bantahan dengan baik” dijelaskan beliau sebagai,
“…tanpa ucapan berlebihan, tanpa harus diselingi dengan penghinaan dan pelecehan, sehingga seorang dai merasa tenang dan merasa bahwa tujuan dakwahnya bukan menang dalam perdebatan, namun membuat orang itu puas (akalanya) dan sampai pada kebenaran.”
Allahu akbar, selain memberikan tugas dakwah, Allah subhanahu wata’ala juga menyertakan petunjuk teknis menjalankannya. Adapun sarana dakwahnya, karya tertulis bukanlah satu-satunya cara menyampaikan pesan-pesan Ilahi. Media cetak, sarana audio, juga media audio-visual, bahkan media digital yang kini kian canggih pun dapat menjadi fasilitas mensyi’arkan Kalamullah.
Selama semua bentuk dakwah disajikan tidak bertentangan dengan akidah yang shahih, keimanan yang menghunjam, akhlak yang mulia, contoh yang baik, adab dan tradisi yang menjadikan kita bangga dengan Al Islam, maka kita turut memenangkan Diin yang Haq ini seperti yang diemban Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Semoga kiprah kita dalam dakwah kreatif dapat menghilangkan dahaga Ummat Islam atas metode-metode yang berbuah kebosanan dan menjauhkan masyarakat dari kebenaran. Aamiin. (adibahasan/creativemuslim/arrahmah.com)