TRIPOLI (Arrahmah.com) – Bentrokan dilaporkan terjadi di kota timur Benghazi saat aparat keamanan dan pendukung pemerintah menghadapi sejumlah besar demonstran, Al Jazeera pada Rabu (16/2/2011).
Para pengunjuk rasa berkumpul pada Rabu dini hari (16/2) di depan kantor polisi dan meneriakkan slogan-slogan menentang para penguasa korup. Polisi menembakkan gas air mata dan menggunakan kekerasan untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Harian Quryna Libya, yang berbasis di Benghazi, mengklaim para pengunjuk rasa membawa bom molotov dan melemparkan batu.
Surat kabar Gorina melansir 14 orang luka-luka dalam bentrokan.
Dalam sebuah wawancara telepon dengan Al Jazeera, Idris Al-Mesmari, seorang novelis dan penulis Libya, mengatakan bahwa petugas keamanan dalam pakaian sipil datang dan membubarkan demonstran dengan menggunakan gas air mata, pentungan, dan air panas.
Tak lama setelah wawancara tersebut, Al-Mesmari ditangkap.
“Hari Kemarahan”
Pengunjuk rasa anti-pemerintah juga meminta rakyat Libya agar menjadikan hari Kamis sebagai “hari kemarahan”. Mereka berharap untuk meniru aksi protes populer yang terjadi baru-baru ini di Mesir dan Tunisia untuk mengakhiri pemerintahan diktator Kolonel Muammar Gaddafi yang sudah berlangsung selama 41 tahun.
Protes ini, menurut laporan, bermula setelah para pemrotes yang keluarganya tewas dalam pembantaian penjara sekitar 15 tahun yang lalu turun ke jalan-jalan. Mereka bergabung dengan puluhan pendukung lainnya.
Seribu dua ratus tahanan tewas dalam pembantaian di penjara Abu Slim pada tanggal 29 Juni 1996, setelah mereka mengajukan keberatan atas kondisi penjara yang tidak memanusiawikan mereka. Mereka tewas terkubur di halaman penjara dan di kuburan massal di Tripoli. Keluarga para korban telah menuntut bahwa pelaku pembantaian itu harus dihukum seberat-beratnya.
Mohammed Maree, seorang blogger asal Mesir, mengatakan “rezim Gaddafi telah mengabaikan permohonan rakyatnya sendiri dan terus-menerus memperlakukan rakyat Libya dengan kekerasan.”
“Inilah sebabnya mengapa kami mengumumkan solidaritas kami terhadap orang-orang Libya dan keluarga para martir sampai penjahat kemanusiaan itu dihukum, dan hal ini harus dimulai dari Muammar dan keluarganya.” (althaf/arrahmah.com)