ANKARA (Arrahmah.id) – Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan timpalannya dari Ukraina Dmytro Kuleba telah sepakat untuk bertemu pada Kamis (10/3/2022), diplomat tinggi Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan.
Ini akan menjadi pembicaraan pertama antara kedua pejabat sejak pasukan Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari.
“Berharap langkah ini akan mengarah pada perdamaian dan stabilitas,” tulis Cavusoglu di Twitter pada Senin (7/3), mengumumkan bahwa pembicaraan itu akan berlangsung di forum diplomatik internasional di Antalya, di Turki selatan.
Anggota NATO Turki, yang berbagi perbatasan maritim dengan Rusia dan Ukraina di Laut Hitam, telah menawarkan diri untuk menjadi penengah antara kedua pihak. Ankara memiliki hubungan baik dengan Moskow dan Kiev, dan menyebut invasi Rusia tidak dapat diterima meskipun menentang sanksi terhadap Moskow, lansir Al Jazeera.
Cavusoglu mengatakan bahwa dalam panggilan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Ahad (6/3), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengulangi tawaran Turki untuk menjadi tuan rumah pertemuan, yang kemudian diterima Lavrov.
“Kami sangat berharap pertemuan ini menjadi titik balik dan langkah penting menuju perdamaian dan stabilitas,” katanya, menurut kantor berita Reuters, seraya menambahkan kedua menteri telah memintanya untuk bergabung dalam pertemuan itu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengonfirmasi pembicaraan di Telegram. Kuleba mengatakan pada Sabtu bahwa dia terbuka untuk berbicara dengan Lavrov tetapi hanya jika mereka “bermakna”.
Pengumuman itu muncul ketika delegasi dari Ukraina dan Rusia memulai pembicaraan putaran ketiga setelah dua upaya sebelumnya gagal menghasilkan hasil yang nyata. Pada Ahad, upaya kedua untuk menciptakan koridor kemanusiaan untuk memungkinkan warga sipil melarikan diri dari kekerasan di kota pelabuhan Mariupol gagal, dengan Ukraina dan Rusia saling menuduh melanggar gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya.
Setidaknya 200.000 orang yang membutuhkan terjebak di kota pesisir yang telah menjadi sasaran pemboman selama berhari-hari tanpa henti oleh pasukan Rusia. Orang-orang di sana hidup dalam apa yang digambarkan oleh kelompok bantuan Doctor Without Borders, yang dikenal dengan inisial Prancis MSF, sebagai situasi “bencana” – tanpa makanan, panas, atau listrik.
Moskow pada Senin mengusulkan koridor kemanusiaan baru, menawarkan rute yang akan membawa warga sipil ke Rusia atau Belarusia, yang digunakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai landasan peluncuran untuk invasi daratnya ke perbatasan utara Ukraina. Langkah itu dengan dikecam oleh Ukraina dan dikatakan sebagai tindakan “tidak bermoral”. (haninmazaya/arrahmah.id)