ANKARA (Arrahmah.id) – Menteri Luar Negeri Armenia, Ararat Mirzoyan, akan mengunjungi Turki pada bulan Maret, ketika negara-negara tetangga bekerja untuk memperbaiki hubungan setelah beberapa dekade permusuhan, lapor Reuters.
Turki tidak memiliki hubungan diplomatik atau komersial dengan tetangga timurnya sejak 1990-an. Keduanya berselisih karena beberapa masalah, terutama 1,5 juta orang yang menurut Armenia dibunuh oleh pasukan Utsmani pada tahun 1915.
Awal bulan ini, Turki dan Armenia mengatakan putaran pertama pembicaraan dalam lebih dari sepuluh tahun antara utusan normalisasi hubungan adalah “positif dan konstruktif”, meningkatkan prospek bahwa hubungan dapat dipulihkan dan perbatasan dibuka kembali, lansir MEMO (28/1/2022).
Armenia mengatakan pembunuhan tahun 1915 merupakan genosida. Turki menerima bahwa banyak orang Armenia yang tinggal di Kesultanan Utsmaniyah tewas dalam bentrokan dengan pasukan Utsmaniyah selama Perang Dunia Pertama, tetapi menentang angka-angka tersebut dan menyangkal bahwa pembunuhan itu sistematis atau merupakan genosida.
Ketegangan kembali berkobar selama perang tahun 2020 atas wilayah Nagorno-Karabakh. Turki menuduh pasukan etnis Armenia menduduki tanah milik Azerbaijan. Turki sejak itu menyerukan pemulihan hubungan, karena mencari pengaruh regional yang lebih besar.
Berbicara di Ankara, Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, mengatakan Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, telah menanggapi secara positif undangan Turki ke Forum Diplomasi Antalya (ADF), yang ditetapkan pada 11-13 Maret, dan bahwa proses normalisasi berjalan dengan langkah-langkah membangun.
“Menteri Luar Negeri Armenia dan Utusan Khusus, Ruben Rubinyan, diundang, dan Pashinyan terakhir mengatakan mereka dapat berpartisipasi dalam ADF,” kata Cavusoglu.
“Kami akan menyambut ini, karena Azerbaijan juga akan datang. Jadi biarkan Azerbaijan menyatakan pandangannya dan Armenia juga menyatakan pendapatnya, dan ini bisa menjadi bagian dari langkah membangun kepercayaan,” tambahnya.
Pembicaraan bulan ini adalah upaya pertama untuk memulihkan hubungan sejak perjanjian damai 2009. Kesepakatan itu tidak pernah diratifikasi dan hubungan tetap tegang.
Pada bulan Desember, Ankara dan Yerevan menunjuk utusan khusus untuk memimpin pembicaraan normalisasi. Cavusoglu mengatakan para utusan akan memutuskan kapan putaran pembicaraan berikutnya dan di mana mereka akan diadakan.
Ankara mengatakan ingin pembicaraan diadakan di Turki atau Armenia, setelah putaran pertama diadakan di Moskow. (haninmazaya/arrahmah.id)