NEW DELHI (Arrahmah.id) – Menteri Keuangan India mencemooh komentar mantan Presiden AS Barack Obama bahwa pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi harus melindungi hak-hak minoritas Muslim, menuduhnya munafik.
Selama kunjungan kenegaraan Modi ke Amerika Serikat pekan lalu, Obama mengatakan kepada CNN bahwa masalah “perlindungan minoritas Muslim di India yang mayoritas beragama Hindu” akan layak diangkat dalam pertemuannya dengan Presiden AS Joe Biden.
Obama mengatakan tanpa perlindungan seperti itu ada “kemungkinan kuat bahwa India pada titik tertentu mulai terpisah”.
Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman mengatakan dia terkejut bahwa Obama membuat pernyataan seperti itu ketika Modi mengunjungi AS untuk memperdalam hubungan.
“Dia mengomentari Muslim India …setelah membom negara-negara mayoritas Muslim dari Suriah hingga Yaman … selama masa kepresidenannya,” kata Sitharaman dalam konferensi pers pada Ahad (25/6/2023).
“Mengapa ada orang yang mendengarkan nasehat dari orang-orang seperti itu?”
Departemen Luar Negeri AS telah menyuarakan keprihatinan atas perlakuan terhadap Muslim dan agama minoritas lainnya di India di bawah partai nasionalis Hindu pimpinan Modi. Pemerintah India mengatakan memperlakukan semua warga negara secara setara.
Biden mengatakan dia membahas hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi lainnya dengan Modi selama pembicaraan mereka di Gedung Putih.
Modi, pada konferensi pers dengan Biden pekan lalu, membantah adanya diskriminasi terhadap minoritas di bawah pemerintahannya.
“Kami telah membuktikan bahwa demokrasi dapat mewujudkannya. Ketika saya mengatakan menyampaikan, terlepas dari kasta, kepercayaan, agama, jenis kelamin – sama sekali tidak ada ruang untuk diskriminasi [dalam pemerintahan saya],” kata Modi kepada wartawan di Gedung Putih.
“Demokrasi adalah semangat kami,” tambah Modi. “Demokrasi mengalir di nadi kita. Kami menjalani demokrasi, dan nenek moyang kami benar-benar telah mengungkapkan konsep ini dengan kata-kata.”
Pemimpin berusia 72 tahun itu dituduh memimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa dengan mengesahkan undang-undang anti-Muslim dan menerapkan kebijakan anti-Muslim. Itu termasuk undang-undang tentang kewarganegaraan dan berakhirnya status khusus Kashmir yang dikelola India, satu-satunya wilayah mayoritas Muslim di India, pada 2019.
Kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menggambarkan undang-undang kewarganegaraan sebagai “diskriminatif secara mendasar” karena mengecualikan migran Muslim.
Kritikus juga menunjuk pada undang-undang anti-konversi yang menantang hak kebebasan berkeyakinan yang dilindungi secara konstitusional. (zarahamala/arrahmah.id)