ANKARA (Arrahmah.com) – Menteri Dalam Negeri Turki menuduh Amerika Serikat pada Kamis (4/2/2021) berada di balik kudeta yang gagal pada tahun 2016 yang dituduhkan oleh Ankara pada seorang ulama yang berbasis di AS, harian Hurriyet melaporkan, pada saat Turki sedang mengupayakan hubungan yang lebih baik dengan sekutu NATO-nya tersebut.
Lebih dari 250 orang tewas dalam upaya menggulingkan Presiden Tayyip Erdogan dan pemerintahannya pada 15 Juli 2016 ketika tentara yang membelot menguasai pesawat tempur, helikopter dan tank untuk merebut institusi negara.
Ankara telah lama menyalahkan Fethullah Gulen, mantan sekutu Erdogan yang tinggal di Pennsylvania, dan melancarkan tindakan keras yang meluas di jaringannya, yang disebut Ankara dengan akronim ‘FETO’. Gulen menyangkal dirinya terlibat dengan upaya kudeta tersebut.
Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu mengatakan kepada Hurriyet bahwa Amerika Serikat telah mengatur upaya kudeta sementara jaringan Gulen melakukannya, menambahkan “Eropa sangat antusias tentang hal itu”, menegaskan kembali pandangan yang katanya telah dia ungkapkan sejak kudeta itu.
“Jelas sekali bahwa Amerika Serikat berada di belakang 15 Juli. FETO-lah yang melaksanakannya atas perintah mereka,” katanya.
Pejabat AS tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar, tetapi Washington sebelumnya membantah terlibat. Mereka telah berulang kali menolak tuntutan Turki untuk ekstradisi Gulen, dengan alasan kurangnya bukti yang kredibel dari Ankara.
Ankara berusaha memperbaiki hubungan yang tegang dengan Washington, yang tahun lalu memberi sanksi kepada Turki atas pembelian sistem pertahanan udara Rusia, dan dengan Uni Eropa. UE telah mengancam tindakan terhadap Ankara atas perselisihan dengan Yunani di Mediterania timur.
Turki telah mengatakan dalam beberapa pekan terakhir bahwa mereka mencapai “agenda positif” dengan UE, dan ingin meningkatkan hubungan dengan Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden.
Sejak kudeta yang gagal, Turki telah menahan sekitar 292.000 orang karena diduga terkait dengan Gulen dan telah menangguhkan atau memecat lebih dari 150.000 pegawai negeri. Ratusan media telah dibredel dan puluhan anggota parlemen oposisi telah dipenjara. (haninmazaya/arrahmah.com)