DHAKA (Arrahmah.id) – Menteri negara untuk informasi dan penyiaran Bangladesh telah membela penanganan protes massa oleh pemerintah, sementara para pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan sebuah investigasi independen atas tindakan keras pemerintah yang mematikan terhadap para demonstran.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Al Jazeera pada Kamis (25/7/2024), Mohammad Arafat mengatakan bahwa pasukan keamanan negara tersebut telah melakukan segalanya “untuk mengembalikan perdamaian” di tengah-tengah protes mahasiswa.
Ia menuduh aktor-aktor “pihak ketiga”, termasuk “ekstremis dan teroris”, sebagai pemicu kerusuhan.
“Kami tidak menyebut para mahasiswa sebagai teroris dan anarkis. Ini adalah pihak ketiga, mereka yang menyusup ke dalam gerakan ini dan mulai melakukan semua ini,” kata Arafat dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera.
“Kami telah berusaha sebaik mungkin untuk meredakan ketegangan,” klaimnya, seraya menambahkan bahwa “beberapa orang mencoba menambah bahan bakar ke dalam api, mencoba menciptakan situasi di mana mereka dapat mengambil keuntungan dan menggulingkan pemerintah”.
Ribuan mahasiswa Bangladesh turun ke jalan pada awal bulan ini untuk menuntut reformasi pada sistem kuota negara Asia Selatan ini, yang mengalokasikan 30 persen pekerjaan pemerintah untuk keturunan veteran yang berjuang untuk Bangladesh dalam perang tahun 1971.
Lebih dari 150 demonstran mahasiswa telah terbunuh dan ribuan lainnya ditangkap dalam tindakan keras terhadap demonstrasi tersebut, menurut media lokal, yang memicu ketegangan di negara berpenduduk lebih dari 170 juta jiwa ini.
Protes tersebut berubah menjadi kekerasan pada 15 Juli setelah anggota Liga Chhatra Bangladesh (BCL) -sayap mahasiswa dari partai yang berkuasa di negara tersebut- diduga menyerang para pengunjuk rasa.
Polisi kemudian menindak demonstrasi dan memberlakukan jam malam. Para mahasiswa diminta untuk mengosongkan universitas-universitas, yang kemudian ditutup; bisnis-bisnis ditutup, dan akses internet di seluruh negeri terganggu.
Pemerintah Bangladesh telah mendapat sorotan internasional atas penanganan protes tersebut.
Pada Kamis, Kepala Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Volker Turk menyerukan “investigasi yang tidak memihak, independen, dan transparan terhadap semua dugaan pelanggaran hak asasi manusia” yang terjadi selama penumpasan tersebut.
“Kami memahami bahwa banyak orang menjadi sasaran serangan kekerasan oleh kelompok-kelompok yang dilaporkan berafiliasi dengan Pemerintah, dan tidak ada upaya yang dilakukan untuk melindungi mereka,” kata Turk.
Dalam sebuah pernyataan terpisah, sekelompok ahli PBB juga menyerukan penyelidikan independen atas apa yang mereka gambarkan sebagai “tindakan keras pemerintah terhadap para pengunjuk rasa”.
“Pemerintah menyalahkan orang lain, orang lain menyalahkan pemerintah; kami membutuhkan penyelidikan yang tidak memihak,” kata salah satu pakar, Irene Khan, pelapor khusus PBB untuk kebebasan berekspresi dan berpendapat, kepada Al Jazeera.
“Namun karena tidak ada kepercayaan pada pemerintah, maka hal ini harus dilakukan bersama komunitas internasional,” kata Khan pada Kamis.
“Kami menyerukan kepada pemerintah untuk mengundang PBB untuk melakukan investigasi semacam itu untuk mencari tahu apa yang salah, bertanggung jawab, dan meminta pertanggungjawaban dari para pelaku.” (haninmazaya/arrahmah.id)