JAKARTA (Arrahmah.com) – Tatkala di Jawa Timur para penghulu Kantor Urusan Agama (KUA ) resah karena dituding menerima suap, Menteri Agama, Suryadharma Ali justru santai menanggapi permasalahan tersebut. Menurutnya pemberian ‘uang terima kasih’ bukan sebagai gratifikasi.
Suryadharma mengatakan, pada kenyataannya penghulu harus melayani para calon pengantin yang menghendaki menikah di luar jam kerja dan di luar KUA. Padahal, tidak ada uang transportasi yang disediakan untuk para penghulu.
“Ucapan terima kasih menjadi tradisi budaya. Contoh di kampung saya, mantri sunat saja, itu selesai sunatan dia dikasih bekakak ayam, dodol, rengginang, pisang, untuk dibawa pulang. Demikian para pencatat nikah, begitu selesai pulang, dikasih oleh-oleh, termasuk amplop,” kata Suryadharma Ali, lansir HarianTerbit, Sabtu (14/12/2013).
Dia meminta publik melihat tugas penghulu dari berbagai sisi agar tak langsung menghakimi.
“Penghulu tak hanya bertugas dalam bidang administrasi. Tetapi, penghulu punya tugas dan fungsi dari aspek aspek agama, budaya, tradisi, klenik, kehormatan, kekeluargaan, dan sakralnya,” ujar Menag.
“Hal itu (amplop) juga merupakan pesanan dari orang yang menikah kepada penghulu. Karena itu, wajar jika mereka memberikan ucapan terima kasih,” tambahnya.
Suryadharma juga mentolerir penghulu menerima amplop dari sohibul hajat, lantaran pekerjaan itu dilakukan di luar jam kantor.
“Amplop itu memang boleh diterima para penghulu karena pelayanan pencatatan nikah lebih banyak dilakukan di luar hari kerja, jam kerja, dan di luar kantor. Kementerian Agama bahkan mencatat pencatatan pernikahan di luar kantor mencapai 94 persen,” katanya.
“Yang paling harus diketahui masyarakat adalah ketika petugas KUA melakukan pelayanan di luar kantor dan pemerintah tidak sediakan uang transport untuk mereka. Karena itu, supaya tugasnya berjalan dan si calon pengantin terlayani, maka pihak yang menikah tidak segan-segan untuk memberikan ucapan terima kasih,” ungkap Suryadharma memberi alasan.
Sementara itu Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Agama sudah sepakat untuk mengatur batasan gratifikasi terkait upah dari masyarakat terkait pencatatan pernikahan oleh penghulu di luar jam kedinasan dan di luar balai Kantor Urusan Agama (KUA). Aturan gratifikasi khusus untuk penghulu ini nantinya akan dikoordinasikan dengan pihak kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Seperti diberitakan, seorang Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di Kediri ditahan oleh Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Jawa Timur. Pasal yang dituduhkan kepadanya yakni melakukan korupsi biaya pencatatan nikah. Selain menetapkan status tersangka, kejaksaan juga melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan. Status tersangka itu disematkan kepada Romli, Kepala KUA Kecamatan Kediri Kota sekaligus Petugas Pencatat Nikah (P2N). Tersangka Romli diduga terlibat pungli atas biaya pencatatan nikah di luar ketentuan yang ada selama kurun waktu setahun pada 2012.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kota Kediri Sundaya mengatakan, dugaan keterlibatan tersangka berupa penerimaan uang sebesar Rp 50.000 dari setiap pernikahan di luar KUA, serta Rp 10.000 tambahan karena jabatannya sebagai Kepala KUA. Karena perbuatannya itu, kejaksaan menjerat tersangka dengan tiga pasal, yaitu Pasal 11, Pasal 12 huruf e, serta Pasal 12 huruf i Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Saat ini, penahanan tersangka Romli dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kediri hingga selama 20 hari ke depan sembari menunggu jadwal persidangan kasusnya di pengadilan Tipikor di Surabaya. (azm/dbs/arrahmah.com)