JAKARTA (Arrahmah.id) – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti meluruskan kesalahpahaman publik terkait “deep learning,” yang sempat ramai dibicarakan di media sosial sebagai kurikulum baru yang akan menggantikan Kurikulum Merdeka.
Abdul Mu’ti menegaskan bahwa “deep learning” adalah pendekatan belajar untuk memperdalam pemahaman siswa, bukan kurikulum yang akan diterapkan secara struktural.
“‘Deep learning’ itu bukan kurikulum. Itu pendekatan belajar,” ungkapnya saat ditemui usai acara “Pak Menteri Ngariung” bersama para sastrawan di halaman kantor Badan Bahasa, Jakarta, Jumat malam (5/11/2024).
Menurutnya, pendekatan ini difokuskan untuk mengembangkan kapasitas siswa dengan menekankan pemahaman yang mendalam.
Abdul Mu’ti juga menegaskan bahwa Kemendikdasmen masih mengkaji kurikulum yang akan diterapkan di Indonesia dan belum ada keputusan untuk mengganti Kurikulum Merdeka.
Tanggapan ini merespons isu yang berkembang di masyarakat tentang kemungkinan perubahan kurikulum.
“Belum ada keputusan soal itu. Yang saya sampaikan adalah pendekatan belajar, bukan penggantian kurikulum,” tegasnya.
Dalam diskusi bersama para sastrawan, disampaikan pula aspirasi untuk memasukkan pelajaran sastra Indonesia ke dalam kurikulum pendidikan dasar.
Para sastrawan menekankan pentingnya pembelajaran sastra sejak dini untuk membentuk karakter dan wawasan budaya anak.
Menanggapi aspirasi tersebut, Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengkaji materi-materi pembelajaran, termasuk sastra, dalam struktur kurikulum.
Ia menekankan perlunya pembobotan yang tidak membebani siswa atau guru agar kurikulum tetap seimbang dan efektif.
“Kami akan kaji semua materi pelajaran, termasuk urutan dan pembobotannya. Ini semua masukan yang sangat berarti, namun perubahan kurikulum tidak bisa dilakukan mendadak karena kami berada di pertengahan semester,” ujarnya.
Selain “deep learning,” Abdul Mu’ti menyebutkan bahwa pihaknya juga akan mengevaluasi beberapa kebijakan pendidikan lainnya, seperti Kurikulum Merdeka, sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), serta peniadaan Ujian Nasional (UN).
Semua kebijakan tersebut akan dikaji secara hati-hati dengan mempertimbangkan aspirasi dari masyarakat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan pendidikan.
“Jadi soal Ujian Nasional, soal PPDB zonasi, Kurikulum Merdeka, semua masih dalam pengkajian. Kami akan berhati-hati dan mendengarkan masukan dari berbagai pihak sebelum membuat keputusan,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)