Oleh: Harits Abu Ulya
Direktur CIIA dan Pemerhati Kontra Terorisme
(Arrahmah.com) – Sikap dan pandangan yang di ungkapkan pak Said terkait akar terorisme dalam Islam hakikatnya adalah sikap apologis terhadap perang terminologi yang dipropagandakan Barat (USA cs). Sikap mental yang kalah dan menerima semua tuduhan dan tikaman Barat melalui terma “teroris”terhadap Islam dan umatnya.Hingga ia terlihat konyol, sibuk mencari legitimasi (dalih pembenaran) dalam kazanah Islam seolah “teroris” benar adanya dalam islam dan diri umatnya.Dan langkah itu di lakukan untuk mengaminkan semua propaganda Barat yang berjudul “war on terrorism” di Indonesia.
Lebih jauh, pandangan dan sikap dia yang seperti itu telah memberikan legitimasi pembunuhan secara brutal yang dilakukan Densus88 selama ini, mangaminkan tindakan-tindakan yang melanggar pakem hukum;menculik, menyiksa,penangkapan tanpa prosedur hukum, bahkan justifikasi teroris secara serampangan.Langkah itu lebih jauh diperkuat dengan adanya sindikasi BNPT bersama PBNU membuat MOU untuk menggelar proyek deradikalisasi.Saya melihat Pak Said terlalu banyak menerima “suap” dari BNPT untuk membuat permusuhan(polarisasi) ditengah-tengah umat Islam.Melanggengkan dikotomi islam moderat-radikal,liberal-fundamental, dan ini sama saja dia seperti menari diatas gendang BNPT.
Kenapa pak Said tidak utuh melihat isu “terorisme”? Karena sesungguhnya drama kontra terorisme di Indonesia adalah derivat turunan dari proyek global USA “global war on terrorism”, dan kontek politik global ini tidak bisa diabaikan begitu saja.Tapi sikapnya apriori menebar stempel “kawarij” dan “teroris” kepada person dan kelompok tertentu.Dan BNPT dengan demikian merasa mendapat angin dan stempel atas perbuatan dan tindakan makarnya terhadap Islam dan sebagian umatnya atas nama perang melawan “terorisme” dimana definisi “terorisme” sendiri “no global concensus” yang membuat BNPT seenak perutnya mendefinisikan dan melabelkan kepada seseorang atau kelompok.
(samirmusa/arrahmah.com)