DOHA (Arrahmah.com) – Menteri luar negeri Qatar Sheikh Muhammad bin Abdulrahman Al Thani menegaskan bahwa tidak ada ada solusi militer atas krisis diplomasi Arab Saudi dan negara itu.
“Tidak pernah ada solusi militer untuk masalah ini,” ungkap Sheikh Muhammad bin Abdulrahman Al Thani di Doha pada hari Kamis (8/6/2017), lansir Al Jazeera, Kamis (8/6/2017).
Dia juga menjelaskan bahwa kontingen tentara Turki yang akan dikirim ke Qatar adalah demi keamanan seluruh wilayah.
Hal ini disampaikan beberapa hari setelah Bahrain, Arab Saudi, Mesir, UEA dan beberapa negara lainnya memutuskan hubungan dengan Qatar.
Mereka menuding Qatar mendukung kelompok bersenjata dan rival regional mereka, Iran. Qatar menyebut tuduhan tersebut tidak berdasar.
Pada kesempatan itu, Sheikh Muhammad bin Abdulrahman Al Thani Qatar juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan pernah menyerah pada tekanan yang diterapkan oleh negara-negara tetangga Arab dan tidak akan mengubah kebijakan luar negerinya untuk menyelesaikan perselisihan yang telah menempatkan wilayah ini pada sisi yang buruk.
“Kami belum siap untuk menyerah, dan tidak akan pernah siap untuk menyerah, ini independensi kebijakan luar negeri kami,” tandasnya.
Namun, dia menegaskan bahwa masalah ini bisa diselesaikan dengan cara damai.
Sebelumnya pada Rabu (7/6), Menlu Saudi Adel al-Jubeir, saat berbicara di Jerman, mengatakan bahwa Qatar adalah negara saudara dan langkah-langkah penghukuman terhadapnya adalah usaha yang bermaksud baik untuk menghentikan dukungannya terhadap “ekstremisme”. Ini adalah hal yang “sangat menyakitkan” bahwa tindakan terhadap Qatar harus diambil, ungkapnya.
“Kami melihat Qatar sebagai negara saudara, sebagai mitra,” katanya dalam sebuah konferensi pers bersama dengan menlu Jerman Jerman Sigmar Gabriel.
Menlu Jerman Sigmar Gabriel sendiri menyebut Presiden AS Donald Trump turut memicu krisis di Timur Tengah dan mempertaruhkan perlombaan senjata baru. AS baru-baru ini menyepakati perdagangan senjata dengan Arab Saudi.
“Kontrak militer raksasa Presiden Trump baru-baru ini dengan monarki di Teluk telah meningkatkan risiko spiral perdagangan senjata baru,” ungkap Gabriel dalam wawancara yang dirilis hari Rabu (7/6), lansir DW.
(ameera/arrahmah.com)