DHAKA (Arrahmah.com) – Menteri Luar Negeri Bangladesh, Abdul Momen, telah meminta komunitas internasional untuk membantu menyelesaikan krisis Rohingya demi menghindari potensi masalah radikalisasi.
“Ketakutan saya adalah bahwa jika masalah ini bertahan lebih lama, hal itu dapat mendorong terciptanya kantong radikalisme dan yang dapat menciptakan masalah ketidakpastian dan ketidakstabilan tidak hanya untuk Myanmar dan Bangladesh tetapi untuk wilayah sekitarnya,” ungkapnya, berbicara di sebuah seminar di Dhaka pada Minggu (10/2/2019).
“Karena itu, Rohingya harus kembali ke rumah mereka, semakin cepat lebih baik. Kepemimpinan global harus maju untuk menyelesaikan krisis ini hingga akarnya, bukan di Bangladesh,” katanya.
“Bangladesh mencari kerja sama proaktif Anda dalam menyelesaikan masalah yang memprihatinkan ini”.
Kementerian luar negeri menyelenggarakan seminar tentang hak asasi manusia yang juga dihadiri koordinator Residen PBB di Bangladesh, Mia Seppo.
Momen menambahkan, “Kecuali kita berdiri seperti batu yang kokoh untuk mengakhiri kekejaman dan bentuk terburuk pelanggaran hak asasi manusia yang disebut oleh Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB sebagai ‘contoh klasik pembersihan etnis’ dan oleh orang lain sebagai ‘genosida’ dalam Myanmar, upaya kami tidak akan pernah bernilai banyak.”
“Dengan mengizinkan orang-orang yang teraniaya dari Rakhine tinggal dan memberi perlindungan pada mereka, Perdana Menteri Sheikh Hasina telah menyelamatkan wajah para pemimpin global dari kebodohan dan aib,” lanjutnya.
“Jika tidak, hal itu akan berakhir dengan genosida terburuk abad ini sejak Perang Dunia II,” katanya.
Ada hampir 1,2 juta Rohingya atau ‘penduduk terlantar’ di provinsi Rakhine yang sekarang berlindung di Bangladesh.
Mereka perlu dipulangkan “seaman mungkin dan secepat mungkin”, katanya.
“Eksodus mereka diciptakan oleh Myanmar dan merupakan tanggung jawab mereka untuk menyelesaikannya.
“Orang-orang Rohingya ini adalah orang-orang tanpa kewarganegaraan, mereka tinggal di Myanmar selama berabad-abad dan Myanmar sendiri, sebagai sebuah negara – gagal memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap rakyatnya sendiri.”
Menurut Momen, Hasina adalah panutan bagi para pemimpin lainnya di dunia dalam melindungi hak-hak asasi manusia. (Althaf/arrahmah.com)