JAKARTA (Arrahmah.com) – Meskipun mengaku telah memblokir 300 situs yang dianggap menyebarkan ‘radikalisme’, namun Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring menekankan bahwa internet bukanlah akar ‘radikalisme’ yang bisa membuat seseorang menjadi teroris.
“Menurut saya, akar radikalisme itu bukan karena mengakses situs. Tidak ada orang menjadi teroris karena membuka situs, nggak ada, boleh dibuktikan,” kata Tifatul di Jakarta, Kamis (29/9/2011).
“Kalau orang gara-gara buka situs jadi teroris, itu semua blogger bisa jadi teroris semua, buktinya nggak.” Ungkapnya lebih lanjut.
Ia berpendapat bahwa seseorang menjadi ‘teroris’ dikarenakan kesalahan dalam memahami sebuah ajaran.
“Orang jadi teroris itu karena kekeliruan, salah memahami ajaran agamanya. Tidak ada ajaran Islam yang memperbolehkan kita menyerang tempat ibadah,” kata dia.
Seperti yang diketahui, selama ini internet dianggap sebagai sarana jitu untuk menyebarkan faham ‘radikalisme’. Hal tersebut diperkuat oleh pemberitaan media-mdia sekuler yang mengungkapkan bahwa sebelum melakukan pemboman di Solo, pelaku Ahmad Yosepa Hayat sempat mengakses situs jihad sebelum beraksi, hal ini tentu saja dilakukan dalam memuluskan opini bahwa situs-situs jihad adalah bagian yang tak terlepaskan dari tindakan ‘terorisme’.
Terkait hal tersebut, Tifatul mengaku belum ada permintaan dari Kepolisian untuk menyelidiki pesan-pesan Hayat di internet. “Itu urusan polisi yang menyelidiki. Belum ada permintaan, polisi kan punya alat juga,” kata dia.
Namun demikian, Tifatul mengungkapkan bahwa pihaknya tetap berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk mengawasi situs-situs yang dianggap ‘radikal’ itu.
“Yosepa itu meledakkan bom bukan karena situs di warnet. Itu ada struktur yang mengelola, itu tugas polisi yang membongkarnya. Siapa yang memerintahkan, biayanya dari mana, dan siapa yang mendoktrin,” ujarnya. (dbs/arrahmah.com)