JAKARTA (Arrahmah.com) – Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa meminta agar jangan ada upaya untuk menghalang-halangi aliran modal yang akan masuk ke Indonesia.
“Kalau ada modal yang masuk jangan dihalang-halangi,” kata Hatta Rajasa di Kantor Menko Perekonomian Jalan Lapangan Banteng Jakara, Jumat (20/11).
Menurut dia, kondisi perekonomian nasional termasuk pasar modal saat ini cukup bagus dan harus dijaga supaya tidak ada gangguan.
“Pasar modal tambah bagus, perlu terus dijaga kredbilitasnya sehingga modal pun terus masuk baik nasional maupun asing,” katanya.
Ia mengharapkan, aliran modal di pasar modal dapat segera turun ke sektor riil termasuk untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.
“Kita harapkan modal yang masuk merupakan modal jangka panjang sehingga dapat mengalir ke sektor riil termasuk infrastruktur,” katanya.
Mengenai adanya resiko atas dana asing yaitu merupakan hot money yang ditujukan hanya untuk spekulasi, Hatta mengatakan, pengelolaan oleh Bank Indonesia (BI) dan Depkeu hingga saat ini cukup prudent.
“Apa yang dimanage BI dan Depkeu cukup prudent sehingga tidak menimbulkan distorsi,” katanya.
Menurut Hatta, perlunya dana asing masuk ke Indonesia juga berkaitan dengan kebutuhan investasi di Indonesia hingga mencapai Rp2.000 triliun.
Indonesia membutuh dana investasi hingga Rp2.000 triliun untuk mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen dalam lima tahun ke depan guna mengatasi pengangguran dan memberantas kemiskinan.
Pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya mampu menyediakan sekitar 20 persen atau Rp 400 triliun, sementara sebagian besar lainnya yaitu 80 persen atau Rp1.600 triliun, dibutuhkan dana dari sektor usaha swasta dalam dan luar negeri, termasuk badan usaha milik negara.
Sebelumnya Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI) Drajad Hari Wibowo mengingatkan perlunya pengendalian masuknya “hot money” ke Indonesia. Pengendalian masuknya hot money itu merupakan beban yang harus dilaksanakan oleh otoritas moneter maupun fiskal.
Menurut Dradjad, otoritas moneter dan fiskal patut melakukan berbagai upaya, termasuk kemungkinan meniru kebijakan Pemerintah Brazil yang menaikkan tarif pajak saham dan obligasi untuk langkah pengendalian.
Seperti diketahui, Pemerintah Brazil menaikan pajak atas saham dan obligasi di negaranya sebasar 2 persen pada 19 Oktober 2009 lalu sebagai langkah antisipasi masuknya hot money atau dana spekulasi ke Brazil.
Sementara, Pemerintah Taiwan lebih tegas lagi dengan melarang masuknya investasi asing ke deposito.
“Semua langkah untuk mengendalikan hot money layak untuk dijajaki (oleh pemerintah dan Bank Indonesia),” kata Dradjad.
Menurut dia, pengendalian hot money penting dilakukan guna menghindari aksi spekuasi yang mengancam makro ekonomi nasional sehingga perlu pengaturan mulai dari perusahaan jasa pengelola pembiayaan (fund managers) sampai perpajakan. (antara/arrahmah.com)