(Arrahmah.com) – “Pada suatu hari di tahun 1957 dalam suatu pertemuan di Banjarmasin yang diprakarsai oleh kepolisian setempat, saya diminta berceramah. Setelah selesai ceramah, tampillah seorang di antara hadirin menyampaikan suatu pertanyaan, “Apakah tidak sebaiknya dibentuk semacam Panita Negara untuk mengatasi krisis akhlak yang telah sangat bersimaharajalela sekarang ini?”
Lalu saya jawab bahwa saya setuju dengan ide demikian. Saya lanjutkan persetujuan saya itu dengan usul lebih konkret, yaitu bahwa seluruh warga negara Indonesia menjadi anggota dari Panitia tersebut sekaligus setiap anggota diwajibkan mengurus, tidak usah banyak orang, cukup tiap orang yang mengurus satu orang saja, yaitu dirinya sendiri.” (Prof. Dr. Hamka, Ghirah; Cemburu Karena Allah)
Tulisan di atas adalah nukilan dari buku berjudul Ghirah karya salah satu cendekiawan Muslim milik Indonesia, yaitu Buya Hamka. Kita tentu mengenal siapa beliau, kiprah dan karya-karya beliau. Meski beliau sudah wafat, namun karya-karya beliau hingga kini masih menjadi rujukan dalam berbagai disiplin ilmu.
Dalam petikan kalimat di atas, Buya Hamka ingin memberikan pesan bahwa masalah yang ada di tengah masyarakat, khususnya krisis moral semata bukan disebabkan oleh faktor dari luar. Masalah yang ada pada diri kita, bukanlah semata karena unsur di luar dari kita. Namun, juga berasal dari diri kita sendiri. Masalah yang ada dalam keluarga misalnya, bukanlah semata dikarenakan adanya penyebab dari luar, namun bisa jadi sebenarnya disebabkan dari dalam diri keluarga tersebut. Sehingga, pesan pentingnya adalah bahwa diri dan keluarga kita tidak lain adalah tanggung jawab dari kita sendiri. Tanggung jawab agar menjadi pribadi dan keluarga yang baik.
Menjaga diri
Bagi setiap Muslim, apa yang dia lakukan di dunia apakah berupa perbuatan baik ataupun buruk. Maka, dia pula yang akan mendapatkan balasannya dari Allah ta’ala. Perbuatan seseorang tidak dibebankan kepada orang lain, maksudnya adalah setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya. Orang lain tidak mendapatkan pahala atau dosa karena perbuatan orang lain, kecuali apa yang sudah disebutkan dalam hadits shahih seperti doa anak shalih, amal jariyah dan ilmu yang bermanfaat.
Dalam hal ini, Allah ta’ala berfirman dalam banyak ayat di Al-Quran di antaranya:
“………… Dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain………:” (TQS. Al-An’am: 164)
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (TQS. Al-Muddatstsir: 38)
Oleh karena itu, bentuk penjagaan pada diri sendiri adalah dengan kita perhatikan betul apa yang dilakukan. Bersebab, apa yang ditanam dengan pebuatan kita, akan dipanen dengan balasan yang adil dari Allah ta’ala. Jangan sampai setiap detik yang dilalui dalam hidup adalah perbuatan penuh dosa. Dan cara agar kita bisa mengetahui perbuatan mana yang Allah Ta’ala ridhai sehingga akan berbalas pahala, dan perbuatan mana yang Allah ta’ala murkai sehingga akan berbalas dosa adalah dengan kita terus belajar, khususnya ilmu Islam. Jangan pernah bosan belajar, karena ilmu Islam sangatlah banyak. Kemudian amalkan, amalkan dan amalkan.
Menjaga keluarga
Dalam urusan keluarga , Allah ta’ala menyampaikan dalam firman-NYA bahwa ada tanggung jawab seseorang kepada keluarganya. Allah ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (TQS. At-Tahrim: 6)
Dalam tafsir Jalalain dikatakan bahwa menjaga diri dan keluarga adalah dengan beramal mentaati Allah ta’ala (bil ‘amali ‘alaa thaa’atiLLah). Lebih rinci lagi, Imam Asy-Syaukani menjelaskan dalam Fathul Qadir, bahwa menjaga diri adalah dengan melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang (bi fi’li maa amarakum bih, wa tarki maa nahaakum ‘anhu).
Imam Asy-Syaukani melanjutkan, bahwa menjaga keluarga adalah dengan menyuruh mereka (keluarga) untuk taat kepada Allah ta’ala dan melarang mereka dari maksiat kepada Allah ta’ala (bi amrihim bi thaa’atiLLah, wa nahyihim ‘alaa ma’aashiyyahi).
Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallama juga menyampaikan tentang wajib dan pentingnya perhatian seseorang kepada keluarganya, khususnya anak-anaknya. Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallama bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menjaga bersama Al-Quran
Tidak dipungkiri, bahwa sekarang kita hidup di tengah era-globalisasi dan kemajuan teknologi. Dimana tidak hanya dampak positif yang didapat, namun justru banyak sisi negatif yang menjangkiti lingkungan masyarakat kita. Anak kecil umur balita lebih dekat dengan gadget daripada orangtuanya bahkan. Anak-anak seumuran TK dan SD ketagihan dengan smartphone. Anak-anak remaja dan dewasa justru memiliki masalah yang lebih kompleks lagi.
Kita ambil contoh dengan mengambil data-data lama. Sehingga dengan melihat data lama, kita bisa membandingkan dengan kondisi sekarang. Apakah kondisi semakin baik, atau bahkan angka-angka masalah semakin besar.
Pada tahun 2010, di Surabaya remaja perempuan lajang yang sudah tidak perawan 54 %, Medan 52 %, Bandung 47 %, Yogyakarta 37 % (BKKBN). Di Jadebotabek survei pada 100 remaja, 51 mengaku sudah tidak perawan lagi.
Komisi Perlindungan Anak melakukan survei terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia ditemukan hasil 62,7 % remaja mengaku sudah pernah berhubungan badan, 93 % remaja pernah berciuman, 21 % telah melakukan aborsi. (Kompas.com, 9/5/2010)
Angka aborsi Indonesia berkisar 2-2,6 juta kasus pertahun. Atau 43 aborsi setiap 100 kehamilan. 30 % diantaranya dilakukan oleh remaja usia 15-24 tahun. (Dosen Fakultas Kedokteran UII Yogyakarta, dr. Titik Kuntari MPH). (Inilah.com)
Diperkirakan sekitar 25 % dari 239 wanita (59 orang) PSK / Pelacur di Kota Sukabumi berasal dari remaja yang disebabkan keinginan hidup mewah.Pada tahun 2011 dinyatakan sebab HIV AIDS 76,3 % sex bebas, 16,3 % jarum suntik. Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Baharudin Djafar mengatakan 39 kasus tawuran sejak September 2011.
Bagaimana kondisi sekarang? Semoga saja angka-angka masalah terus berangsur berkurang dan bahkan hilang. Aamiin.
Namun, faktanya kita masih merasakan banyaknya masalah di lingkungan masyarakat, dan terkadang mempengaruhi lingkungan keluarga kita.
Meski masih banyak masalah mendera, bukan berarti tidak ada solusi dan antisipasi. Paling tidak, satu solusi dan antisipasi dari sekian banyak solusi dan antisipasi yang ada adalah dengan jadilah pribadi dan keluarga Qurani. Inilah salah satu cara yang sangat sederhana selain penidikan aqidah, akhlak dan lainnya di rumah kita.
Tidak dipungkiri, bahwa salah satu fakta sekarang, anak-anak, ayah dan bunda lebih berlama-lama berinteraksi dengan gadget daripada Al-Quran. Jangankan menghafalnya, untuk membaca Al-Quran rutin setiap hari mungkin sudah jarang kita temukan di keluarga-keluarga umat Islam saat ini.
Sehingga, tidak ada kata terlambat untuk kita memulainya. Sedari awal, mulai dari sekarang buka mushaf Al-Quran yang lama menjadi “pajangan-pajangan” di rumah. Mulailah untuk berinteraksi dengan Al-Quran, membaca, menghafalkan, mentadabburi, mengamalkan dan mendakwahkannya.
Didik anak-anak kita membaca Al-Quran dengan benar dan baik. Dan sangatlah memungkinkan untuk menjadikan generasi muda kita, menjadi penghafal (penjaga) Al-Quran. Sehingga ketika meraka meneruskan pendidikan tinggi, mereka mempunyai bekal Al-Quran. Dan ketika mereka berkarir nanti, mereka adalah seorang dokter yang hafal Al-Quran, seorang profesor yang hafal Al-Quran, seorang pengusaha hafal Al-Quran, seorang pejabat hafal Al-Quran dan lain sebagainya. Alhamdulillah, in Syaa Allah semakin hari, akan semakin banyak pribadi dan keluarga yang menjadi generasi Qurani.
Terakhir, sebagai motivasi dan renungan untuk kita semua, juga untuk keluarga. Sebuah hadits dari Buraidah Al-Aslami, ia berkata bahwasanya ia mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Pada hari kiamat nanti, Al-Quran akan menemui penghafalnya ketika penghafal itu keluar dari kuburnya. Al-Quran akan berwujud seseorang dan ia bertanya kepada penghafalnya, “Apakah Anda mengenalku?” Penghafal tadi menjawab, “Saya tidak mengenal kamu.” Al-Quran berkata, “Saya adalah kawanmu, Al-Quran yang membuatmu kehausan di tengah hari yang panas dan membuatmu tidak tidur pada malam hari. Sesungguhnya setiap pedagang akan mendapat keuntungan di belakang dagangannya dan kamu pada hari ini di belakang semua dagangan. Maka penghafal Al-Quran tadi diberi kekuasaan di tangan kanannya dan diberi kekekalan di tangan kirinya, serta di atas kepalanya dipasang mahkota perkasa. Sedang kedua orang tuanya diberi dua pakaian baru lagi bagus yang harganya tidak dapat dibayar oleh penghuni dunia keseluruhannya. Kedua orang tua itu lalu bertanya, “Kenapa kami diberi dengan pakaian seperti ini?”Kemudian dijawab, “Karena anakmu hafal Al-Quran.” Kemudian kepada penghafal Al-Quran tadi diperintahkan, “Bacalah dan naiklah ke tingkat-tingkat syurga dan kamar-kamarnya.” (HR. Ahmad)
Abu Sulthan, Twitter: @lutfisarif
(*/arrahmah.com)