(Arrahmah.com) – Teman memiliki pengaruh besar terhadap pemikiran, karakter dan kebiasaan anak, baik itu bersifat positif maupun negatif. Seorang anak yang mulanya santun dan penurut bisa berubah berperilaku buruk seperti mengambil uang ibunya demi mentraktir teman sepermainannya. Sebaliknya, dengan izin Allah ta’ala seorang anak yang berakhlak kurang baik bisa berubah drastis ketika bergaul dengan teman-temannya yang shahih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الرجل على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Seseorang berada di atas kebiasaan teman karibnya. Maka hendaklah salah seorang diantara kalian memerhatikan siapa yang menjadi teman karibnya” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi. Dishahihkan al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah no. 927).
Setiap orangtua tentunya sangat berharap anaknya bergaul dengan teman-teman yang baik dan shalih. Tetapi ketika kita mendapati buah hati qadarullah terpengaruh teman dalam hal-hal yang tidak terpuji, di bawah ini ada beberapa kiat untuk menghadapi badai itu, insyaa Allah.
Bersikap bijak dan tenang
Ini langkah agar emosi tak meledak-ledak hingga memperburuk situasi. Ajaklah anak berdialog sesuai kemampuan berpikir anak dengan bahasa santun yang dilandasi kasih sayang dan cinta. Ini akan membuat anak nyaman sehingga mereka tidak merasa diinvestigasi. Ajaklah dia merenung bahwa anda tetap memperhatikannya dan mencintainya dan jangan memojokkannya namun carilah solusi bijak sehingga anak akan bersikap jujur dan mau curhat dengan anda.
Dengan kedekatan emosi dan psikis dengan anak niscaya anak akan lebih bersikap terbuka sehingga ketika ada masalah ia akan berterus-terang. Namun ketika kesalahan anak telah melanggar syariat Islam seperti mencuri yang berlebihan, melukai orang lain, meninggalkan shalat tanpa uzur dan sejenisnya, maka orang tua perlu bersikap tegas dalam menasehatinya. Dan terkadang perlu diberi konsekuensi seperti tak diberi uang saku atau diminta membereskan rumah. Namun demikian, prinsipnya bersikap lembut lebih diprioritaskan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, dan Dia menyukai kelemah lembutan dalam segala urusan” (HR. Muslim no. 6.767)
Bekali dengan nilai Agama
Ketika nilai-nilai agama ditanamkan sejak dini, niscaya anak akan memiliki pertahanan diri yang kuat, ini akan meminimalisir pengaruh buruk teman. Disinilah pentingnyaa figur orang tua yang shalih sehingga anak tetap menjadikan keduanya sebagai idola dalam hal kebaikan dan keshalihan. Dan orang tua hendaklah mampu menjadi sumber informasi bagi anak sehingga terjalin keakraban. Dan tanamkan akidah yang kokoh sehingga anak merasa selalu diawasi Allah ta’ala. Ini akan menguatkan imun internal dan membangun dinding penghalang agar terhindar dari dosa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dimana saja engkau berada” (HR. At-Tirmidzi [1987], Musnad Ahmad [2/354]. Dihasankan Syaikh al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shagir [1/81]).
Kenali teman-teman mereka
Orang tua hendaknya memilihkan anak-anaknya teman yang shalih dan berasal dari keluarga baik-baik, kalau memungkinkan adakan pertemuan bersama teman agar benar-benar teman itu membawa manfaat dunia-akhirat.
Al Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman, karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat” (Ma’alimut Tanzil 4/268)
Orangtua perlu memberi dukungan pada anak agar ia bisa membawa diri ditengah teman-temannya. Begitu pun dengan teman-temannya, sesekali buatlah acara bersama, permainan atau olahraga dan sejenisnya agar anda memahami apa dan bagaimana karakter teman sepermainan anak.
Berilah motivasi dan nasihat ringkas agar anak anda dan teman-temannya senantiasa dalam kebaikan.
Cari lingkungan yang kondusif
Ketika pengaruh buruk telah sampai pada taraf membahayakan dari sisi akhlak dan agama, maka solusi praktisnya, cari lingkungan yang kondusif bisa pindah sekolah, dimasukkan ke pondok pesantren sehingga dengan izin Allah ta’ala dia berubah santun, mulia akhlaknya dan shalih. Berilah perhatian ekstra dalam hal perhatian, nasehat dan perbanyak do’a agar berubah jadi anak yang shalih.
Imam al-Ghazali berkata: “Seorang anak meskipun dibiarkan di awal pertumbuhannya, namun tak jarang ia akan berubah menjadi anak yang berakhlak jelek, pendusta, pendengki, pencuri, pengadu domba, peminta-minta, suka curiga, banyak tertawa, suka menipu dan gila. Sesungguhnya ia akan terpelihara dari semua sifat tersebut dengan didikan yang baik” (Ihya ulumuddin, 3/72).
Sampaikan manfaat teman baik
Orang tua harus berikhtiar memberikan yang terbaik untuk anaknya, berilah pemahaman bahwa hanya teman yang shalih yang mengajak pada Surga. Dengan bahasa yang mudah dicerna, pahamkan bahaya teman yang buruk agama dan akhlaknya yang hanya membuat kerusakan dan mendekatkan pada neraka. Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata tentang mendidik anak adalah jihad, “Ini adalah jihad fi sabilillah, ini adalah seutama-utamanya jihad yaitu engkau berusaha untuk mendidik anakmu di atas ketaatan kepada Allah”.
Tanamkan di hati anak, bahwa teman yang buruk akan membawa celaka di dunia dan akhirat. Teman yang suka berkata kasar dan kotor, suka membantah orangtua, mem-bully, malas menegakkan shalat, suka musik, gemar berbohong, mengambil barang orang lain adalah kawan yang harus dijauhi. Kokohkan pemahaman anak dengan senantiasa menasihati agar anak selalu teringat serta terbiasa ada perasaan tidak suka dan benci dengan melakukan amal shalih dan ceritakan selalu betapa bahagianya memiliki sahabat-sahabat yang baik.
Metode ini perlu diulang-ulang agar tertanam di alam bawah sadarnya sehingga menjadi karakternya untuk selalu memilih dan menyukai kebaikan untuk dirinya dan temannya.
Demikian sekilas kiat agar anak-anak tetap dalam keadaan mulia iman, ibadah, dan akhlaknya dengan bersanding dengan kawan-kawan yang shalih. Wallahu a’lam.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa / Muslimah.or.id
Referensi :
1. Cara Mendidik Salah, Anak Bermasalah (Terjemah), Abdirrahman Dhahi, PQS Sumber Ilmu Sukoharjo, 2020
2. Mencetak Generasi Rabbani, Ummu Ihsan & Abu Ihsan al-Atsari, Pustaka Ilmu Asy-Syafi, Jakarta, 2015.
(*/Arrahmah.com)