Oleh Umar Syarifudin (pengamat politik internasional)
(Arrahmah.com) – Bom meledak lagi, di suasana perhatian masyarakat yang terus tumbuh tentang kegagalan kebijakan sekuler kapitalis. Kondisi hari ini, tampak rezim kapitalis di beberapa negeri muslim dan Barat mendapat tekanan yang meningkat karena kegagalannya memperbaiki kondisi negerinya. Pada kasus bom Kampung Melayu, opini mengarah ke ISIS. Dilansir dari detikcom, Jumat (26/5/2017), Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul menyampoaiukan “Kami memang sudah menduga bahwa mereka merupakan sel-sel dari jaringan yang berafiliasi dengan kelompok ISIS. Kami duga sebelumnya karena, pertama, bahan komponen, bahan peledaknya hampir sama dengan beberapa teror bom,”
Aksi terorisme sangat tidak bisa ditolerir. Berbagai kasus kejahatan ISIS, jika digunakan oleh pihak tertentu untuk mendistorsi dan menghantam Islam dan khilafah tentu berdampak negatif. Dalam perspektif global, tidak heran, sebelumnya Amerika berusaha menghubungkan perjuangan penegakan khilafah identik dengan ISIS untuk mengasingkan dari masyarakat. Amerika terus meramu untuk menghasilkan ide-ide baru dalam rangka melawan Islam dan Khilafah.
Bicara khilafah sendiri, ini merupakan seruan Islam yang kongkrit disebutkan di sejumlah hadits Rasul saw. Khilafah sangat penting untuk mengimplementasikan keadilan Islam yang dirindukan oleh kaum muslim. Khilafah yang menyatukan kaum muslim dan mewujudkan keamanan dan kestabilan untuk dunia Islam. Khilafah mencerminkan keinginan yang terus tumbuh bagi kaum muslim di seluruh dunia untuk menyatukan dunia Islam di bawah satu kepemimpinan sebagaimana dahulu, sebelum penjajahan Eropa atas negeri-negeri muslim yang berimbas mereka terpecah-pecah di bawah cengkeraman tirani.
Misi pendistorsian ide diusung AS dan menerapkannya dalam dunia nyata, di antaranya menghubungkan setiap aksi kejahatan yang dilakukannya sendiri dengan Islam dan Khilafah. Amerika menggunakan aksi-aksi kejahatan ISIS yang dilakukannya dengan bungkus jubah Khilafah palsu yang diklaimnya. Amerika selalu menyematkan setiap kejahatan ISIS pada Islam agar kaum Muslim berpaling dari berpikir serius tentang kembalinya Khilafah Rosyidah yang tengah diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir di tengah-tengah umat sejak lebih dari enam puluh tiga tahun untuk ditegakkannya, di samping pembungkaman media dari Hizbut Tahrir dan semua aktivitasnya sehingga umat tetap jauh darinya, dan tidak mendukungnya yang akan mempercepat keberhasilannya dalam menegakkan kembali Khilafah.
Tentu mengerikan, ketika perasaan dan pikiran publik akan dipalingkan dari media massa yang tidak mau mengakui efek menghancurkan dari invasi barat di dalam urusan-urusan berbagai kawasan dunia. Bahkan media-media tersebut tidak bisa dengan mudah tidak mau mengakui bahwa masyarakat di dunia Islam berjuang untuk merealisasi perubahan dari kolonialisme dan sistem-sistem yang didukung barat. Masyarakat ingin melanjutkan kembali Khilafah di dunia Islam, secara damai.
Dunia, termasuk kaum muslimin, terus diberondong dengan kampanye kebohongan yang semestinya membuat muak siapa saja yang paham akan kebenaran. Lihatlah AS, tidak pernah mempedulikan kecaman atas tindakan brutal mereka. Karena mereka sudah menjadikan diri mereka sendiri sebagai hukum, hakim sekaligus eksekutornya. AS yang menentukan siapa teroris dan bagaimana cara menghukumnya. Bukan pengadilan internasional apalagi suara dunia Islam.
Mengamati kondisi terkini, politik imperialisme barat tidak akan berhasil dalam membungkam seruan yang terus meningkat ke arah masa depan Islami yang independen, bebas dari tirani dan diktator. Tampaknya semua upaya untuk mengaburkan potret para pengemban misi ini dengan menyebut mereka sebagai radikalis tidak akan melemahkan tekad mereka untuk tetap melangkahkan kaki menuntut penghentian intervensi barat di negeri-negeri kaum muslim. Apapun yang mereka lakukan, Allah yang berkuasa atas segala sesuatu. Politik Amerika dalam perang melawan Islam dan Khilafah yang akan datang, meski upayanya telah sampai pada tahap ‘kegilaan’, dan kegagalan selalu menemani Amerika. Akhirnya, Amerika sedang menghabiskan uangnya untuk kerugian, dan kekalahan yang menjadi dirinya bangkrut dan runtuh.
(*/arrahmah.com)