(Arrahmah.com) – Taghut Qaddafi memiliki cara pandang yang sangat khas terhadap ajaran-ajaran Islam. Sebuah cara pandang yang merefleksikan cara pandang kaum Yahudi, Nasrani, musyrik, dan komunis. Ia meremehkan, melecehkan, dan mengolok-olok banyak ajaran Islam. Berikut ini pandangan Qaddafi terhadap sebagian ajaran Islam.
Shalat
Qaddafi mengatakan, “Saya lebih senang shalat sendirian daripada shalat berjamaah. Saya lebih senang shalat di tenda hitam saya agar tidak ada sesuatu pun yang mengganggu konsentrasi shalat saya.” (As-Sijil al-Qaumi, hlm. 11)
Dalam pidatonya di hadapan para peserta Konferensi Umum Bangsa di ibukota Tripoli tanggal 7 Oktober 1989, Qaddafi mengatakan, “Shalat, saya tidak mengerjakannya dengan suara keras seperti kalian. Karena dokter telah menasehatkan kepada saya untuk memberatkan leher saya lebih dari hal ini. Barangkali sebagian kalian melihat saya mengerjakan shalat Magrib dan Isya’ dengan suara pelan. Saya tidak bisa mengerjakannya setiap hari dengan suara keras, karena saya terlalu banyak berbicara dengan kalian.”
Shaum
Dalam pidato yang disampaikan pada tanggal 24 September 1979, Qaddafi mengatakan, “Berpuasa sehari-hari adalah sebuah kerugian…Hal itu adalah siksaan, tidak ada keraguan lagi akan hal itu. Siapa yang mengatakan puasa adalah istirahat? Kalau tidak, kebutuhan yang bis diterima? Puasa itu kebutuhan yang berat dan kebutuhan yang dibenci.”
Haji
Dalam khutbah Idul Adha 1400 H di kota Jadu, tanggal 19 Oktober 1980, Qaddafi mengatakan: “Haji tahun ini tinggal siulan dan tepuk tangan belaka seperti yang dilakukan pada zaman jahiliyah…Jadi apa makna haji tahun ini? Apa pula makna haji pada tahun-tahun mendatang apabila penjajahan Amerika terus berlangsung atas Baitullah? Adapun orang yang pura-pura tidak mengetahui realita ini dan pergi untuk melaksanakan ritual-ritual tradisional di seputar Ka’bah, di seputar Shafa dan Marwa, dan di atas bukit Arafah…sejatinya dalam kondisi ini ia hanya melaksanakan ibadah yang remeh yang tidak dikehendaki oleh Allah…Sekarang ratusan ribu umat Islam melaksanakan ritual haji di bawah raungan pesawat-pesawat Amerika, lalu mereka kembali ke tanah air dengan meyakini dosa-dosa mereka telah diampuni dan keinginan-keinginan telah dipenuhi. Sekali-kali dosa-dosa mereka tidak akan diampuni dan keinginan-keinginan mereka tidak akan dipenuhi, kecuali jika haji telah berubah menjadi peperangan, dan doa memohon ampunan telah berubah menjadi seruan untuk berjihad dan berperang.”
Memang benar, Amerika sejak waktu yang lama telah ‘menduduki’ Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya. Penguasa Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya pada hakekatnya hanyalah boneka Amerika dan Barat. Amerika memiliki lima pangkalan militer di Arab Saudi sejak perang Irak-Kuwait 1990. Pangkalan-pangkalan militer AS lainnya juga berdiri di negara-negara Arab yang lain. Dari pangkalan-pangkalan militer itulah pasukan salibis AS menginvasi Afghanistan pada tahun 2001 dan Irak pada tahun 2003.
Qaddafi hanya berkoar-koar belaka, sejak tahun 2000an ia sendiri mulai patuh kepada Amerika dan Barat. Tahun 1999, taghut Libya itu menyatakan bertanggung jawab atas tragedi peledakan pesawat Pan AM di Lockerbie yang terjadi pada bulan Desember 1988 . Ia menyerahkan dua terdakwa peledakan pesawat untuk diadili di Belanda dan bersedia membayar ganti rugi kepada keluarga korban senilai 2,7 miliar dollar AS pada tahun 2003. Atas langkah ini, Dewan Keamanan PBB mencabut sanksi terhadap Libya dan didukung AS. Pada bulan Desember 2003, dengan sukarela Qaddafi mengakui bahwa Libya mengembangkan senjata pemusnah massal dan segera memusnahkan semua program tersebut.
Qaddafi telah ‘jinak’ sehingga kebekuan hubungan Libya-Amerika pun mencair. Tripoli-Washington.Sejak kedua negara meningkatkan kontrak dan berusaha menyingkirkan hambatan hubungan diplomatik, perusahaan-perusahaan minyak masuk kembali ke Libya. Pada tanggal 15 Mei 2006 Amerika secara resmi mengumumkan pemulihkan kembali hubungan diplomatik Washington-Tripoli.
Adapun mujahidin di Arab Saudi telah melakukan tindakan nyata, gerakan jihad dari 1996 sampai saat ini. Mujahidin di Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya (media massa Barat menyebut mereka Jaringan Al-Qaeda Semenanjung Arab) telah berulang kali melakukan aksi jihad terhadap pangkalan-pangkalan militer Amerika. Di antaranya yang terbesar dalam bom syahid yang meluluh lantakkan pangkalan militer Amerika di Al-Khabar tahun 1996 dan Riyadh tahun 2003. Pemerintah boneka Arab Saudi telah memenjarakan puluhan ribu mujahid atau muslim yang dituduh terkait jaringan jihad. Ribuan mujahid lainnya masuk dalam daftar DPO, sementara jumlah syuhada’ telah mencapai ratusan. Kini jihad mereka mengerucut dengan pemusatan kekuatan mujahidin di Yaman Selatan.
Meski demikian, realita itu bukanlah alasan untuk melecehkan ibadah haji. Ibadah haji adalah syariat Allah yang harus dihormati dan dimuliakan. Melecehkan ibadah haji berarti telah melecehkan Allah Yang telah mensyariatkan haji; melecehkan nabi Ibrahim, Ismail, dan Muhammad SAW yang telah memberi contoh pelaksanaan haji; dan melecehkan salah satu ruku (tiang berdirinya) bangunan Islam.
Ka’bah
Dalam pidatonya pada acara pembukaan Konferensi Liga Arab di kota Benghazi tanggal 17 Februari 1990, Qaddafi mengatakan: “Ka’bah ini adalah berhala terakhir. Ia adalah berhala yang masih bertahan (disembah).”
Melempar Jumrah
Salah satu rangkain manasik haji yang dilakukan pada hari Idul Adha dan hari-hari tasyriq adalah melempar Jumrah. Bagaimana pandangan Qaddafi tentang ibadah yang satu ini? Dalam acara pembukaan Konferensi Kedua para pemimpin negara Organisasi Konferensi Islam Internasional di kota Benghazi tanggal 19 Maret 1990, Qaddafi mengatakan: “Kalian melempar jumrah? Mestinya kalian melempar zionis di Palestina. Setiap orang di antara kita membawa tujuh kerikil, pergi ke Palestina. Inilah jihad, inilah melempar jumrah…Apa manfaatnya kalian melempar tujuh kerikil ke arah sebuah monumen? Mestinya diganti (dengan melemparkan kerikil ke arah penjajah zionis, edt). Itulah haji yang sejati pada era sekarang ini.”
Benar, melemparkan batu atau menembakkan peluru dan roket ke arah penjajah Yahudi adalah jihad dan bernilai ibadah. Namun melempar jumrah adalah sebuah ibadah tersendiri, syariat telah memberikan aturan yang lengkap tentang pelaksanaannya. Qaddafi tidak bisa memberikan tafsiran yang lain, lalu mengalihkan kaum muslimin dari tata cara yang diatur oleh syariat Islam. Kecuali jika Qaddafi adalah Tuhan yang memiliki aturan tersendiri.
Isra’ dan Mi’raj
Sebagai orang yang mengaku nabi dan mendustakan semua hadits Rasulullah SAW, sudah tidak aneh lagi kalau Qaddafi tidak mengakui adanya peristiwa Mi’raj. Dan jika peristiwa Mi’raj sudah didustakan, sudah tidak aneh lagi jika sebenarnya Qaddafi adalah orang yang tidak mempercayai adanya kewajiban shalat wajib lima waktu. Shalat yang ia lakukan hanyalah kamuflase belaka untuk menyamarkan kekafirannya di hadapan umat Islam.
Dalam pidato peringatan Isra’ dan Mi’raj yang disiarkan oleh Radio Nasional Libya pada tanggal 24 Juni 1976, Qaddafi mengatakan: “Di dalam Al-Qur’an sama sekali tidak ditemukan sebuah keperluan yang disebut Mi’raj. Khususnya dalam permasalahan Isra’, tidak ada satu sumber pun yang dapat dipercaya tentang masalah Mi’raj…Jika Mi’raj memang benar-benar terjadi atau ada sesuatu yang disebut Mi’raj, tentulah Al-Qur’an telah menyebutkannya. Kisah khayalan yang selalu diulang-ulang oleh cerita para ulama fiqih ini, tiada satu pun sumber yang menguatkannya dalam persoalan yang khusus ini, yaitu Al-Qur’an. Apalagi masalah Buraq, seluruhnya adalah khurafat yang tidak ada realitanya. Oleh karena itu, bagian dongeng harus dihilangkan dari Isra’ dan Mi’raj.”
Peristiwa Isra’ secara tersurat disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ (17) ayat 1 dan peristiwa Mi’raj secara tersirat disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Najm (53) ayat 13-18. Hadits-hadits , yang mengisahkan Isra’-Mi’raj mencapai derajat mutawatir maknawi, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Buraq adalah hewan tunggangan berwarna putih yang lebih kecil dari Baghl (peranakan kuda dan keledai) dan lebih besar dari keledai, sebagaimana diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim dari jalur Malik bin Sha’sha’ah RA. Pengingkaran Qaddafi terhadap Mi’raj Nabi SAW hanyalah mengulang lagu lama para orientalis Yahudi dan Nasrani yang menolak mu’jizat agung tersebut.
Hijab
Qaddafi dikenal dengan para pengawal pribadinya yang dipilihnya secara khusus dari kalangan gadis muda yang cantik. Seperti halnya kaum Yahudi, Nasrani, musyrik, komunis, dan sekuler; Qaddafi juga membudi dayakan ikhtilath (campur baur wanita dan laki-laki yang bukan mahram), tabarruj (wanita keluar rumah dengan pakaian dan perhiasan yang menampakkan aurat), dan pergaulan bebas. Para pengawalnya sendiri sudah sering melaporkan kasus-kasus pemerkosaan oleh Qaddafi dan anak-anak lakinya. Pihak oposisi Libya bahkan memiliki banyak bukti pesta seks dan pelacuran yang dikelola oleh putra Qaddafi.
Di sisi lain, Qaddafi sangat memusuhi kaum muslimah yang berpegang teguh dengan ajaran Al-Qur’an dan as-sunnah, memakai hijab dan menutup aurat dari aki-laki yang bukan muhrimnya. Dalam pidatonya di hadapan para anggota Parlemen Tunisia pada tanggal 8 Desember 1988, Qaddafi mengatakan: “Hawa pada asalnya sama sekali tidak berpakaian…kalian memahami lebih baik dari Tuhan kalian? Tuhan kita menciptakan kita begini sejak pertama kali. Inilah hal yang alami…Kalau tidak karena (godaan) setan, kita tidak akan membuat walau satu baju pun…Setan-lah yang telah membuat kita memakai pakaian-pakaian ini. Sebelum itu, keadaan kita alami begini. Hijab sendiri adalah perbuatan setan, karena hijab adalah kertas tisue, sementara kertas tisue adalah perbuatan setan. Bukannya meraih kebebasan dan maju ke depan…tidak…seorang wanita justru memakai hijab dan duduk di rumah…haram…Hijab itu ya hijab maknawi (spiritual).”
Menurut Qaddafi, mestinya kaum muslimah mencampakkan hijab, mengejar karir di luar rumah, dan menyambut emansipasi wanita ala Barat. Tidak boleh memakai hijab dan mengurus urusan rumah tangga semata, karena hal itu berarti kemunduran dan perbudakan. Tentu saja, karena Qaddafi adalah seorang penguasa sekuler yang tidak memahami dan melaksanakan perintah Allah SWT dalam surat An-Nur (24) ayat 31 dan Al-Ahzab (33) ayat 32-33 dan 59. Sangat sejalan dengan program musuh-musuh Islam: Jika ingin menghancurkan moral sebuah bangsa, seretlah kaum wanita ke dalam perangkap emansipasi dan pergaulan bebas.
Poligami
Kaum Yahudi, Nasrani, dan sekuler biasanya menolak mentah-mentah poligami. Namun mereka menerima dengan lapang dada perzinaan, perselingkuhan, homoseksual, lesbian, dan pergaulan bebas. Undang-undang mereka menjamin kebebasan berzina, selama suka sama suka. Bahkan mereka menjadikan kemungkaran tersebut beserta segenap sarana pendukungnya sebagai salah satu sumber pemasukan negara. Seringkali mereka menjajarkan gaya hidup permisif tersebut dengan slogan emansipasi wanita, persamaan gender, HAM, dan slogan-slogan semu lainnya.
Bagaimana pandangan Qaddafi tentang masalah poligami? Dalam dialog dengan para ulama dan santri penghafal Al-Qur’an pada tanggal 3 Juli 1978, Qaddafi mengatakan: “Menikah dengan dua orang wanita atau empat orang wanita itu tidak ada dalam Al-Qur’an…Dalam Al-Qur’an hanya ada satu ayat berkenaan dengan masalah ini…Jika kalian memperbolehkan menikahi beberapa wanita (poligami), maka pihak yang memperbolehkan (wanita) menikahi beberapa laki-laki (poliandri) akan mengatakan: ‘Mana dalil yang memperbolehkan seorang laki-laki menikahi beberapa wanita namun melarang seorang wanita menikahi beberapa laki-laki?’ Masyarakat tidak bisa menerima hal-hal ini yang dahulu kala pernah ada pada masyarakat-masyarakat tertentu, karena pada masa itu laki-laki boleh memiliki beberapa istri dan perempuan boleh memiliki beberapa suami. Namun hal ini seperti ini harus dicampakkan saat masyarakat telah maju, sehingga hanya ada satu istri dan satu suami.”
Ayat yang dimaksud Qaddafi jelas surat An-Nisa’ (4) ayat 3. Tapi mungkin Qaddafi luput membaca Al-Qur’an surat An-Nisa’ (4) ayat 128-129; surat Ath-Thalaq (65) ayat 1,2, dan 6; surat At-Tahrim (66) ayat 1-5; surat Al-Ahzab (33) ayat 28-34, 50-51, dan beberapa ayat lainnya. Qaddafi lupa bahwa perintah Allah kepada Rasul-Nya SAW juga berlaku bagi umat Islam selama tidak ada dalil shahih yang mengkhususkannya untuk Nabi SAW. Karena lupa, mungkin juga tidak tahu atau pura-pura tidak tahu… Qaddafi mengulang-ulang lagu lama para orientalis Barat.
Sahabat Rasulullah SAW
Ulama Islam sepakat menyatakan bahwa para sahabat Nabi SAW adalah generasi terbaik umat Islam sepanjang sejarah. Allah telah mencintai dan meridhai mereka, menerima amal mereka, mengampuni dosa mereka, dan memuji mereka. Sebagaimana Allah nyatakan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 54, surat Al-Fath (48) ayat 1-29, surat Al-Hadid (57) ayat 7-10, surat Muhammad (47) ayat 2-3, surat Al-Hasyr (59) ayat 8-10, surat Al-Anfal (8) ayat 72-75, surat At-Taubah (9) ayat 88-89, 100, 108, 117-118 dan lain-lain.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim dari Imran bin Hushain, Ibnu Mas’ud, dan Abu Hurairah dijelaskan bahwa generasi sahabat adalah sebaik-baik umat Rasulullah SAW. Mencela dan melecehkan seorang sahabat Nabi SAW berarti mengingkari keseluruhan ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih tersebut.
Dari Abu Sa’id al-Khudri RA bahwasanya terjadi percekcokan antara Abdurrahman bin Auf dan Khalid bin Walid, lalu Khalid mencela Abdurrahman. Maka Rasulullah SAW bersabda kepada Khalid, “Janganlah kalian mencela salah seorang sahabatku. Seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak mampu menyamai nilai amal mereka walau infak mereka setengah genggam makanan saja.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Beliau SAW bersabda demikian keras kepada Khalid bin Walid, panglima besar Islam yang masuk Islam belakangan disbanding Abdurrahman bin Auf yang tergolong as-sabiqun al-awwalun. Lantas bagaimana jika yang mencela sahabat adalah orang zaman sekarang yang berlumuran dosa dan tidak memiliki andil apapun bagi perjuangan Islam?
Rasulullah SAW juga memerintahkan umatnya memegang teguh sunnah Khulafa’ Rasyidun. Dari Irbadh bin Sariyah bahwasanya Rasulullah SAW, “Sesungguhnya barangsiapa dikaruniai usia panjang di antara kalian akan melihat banyak perselisihan dan perbuatan yang diingkari. Maka pada saat itu ikutilah sunnahku dan sunnah para Khulafa’ Rasyidun yang mendapat petunjuk. Gigitlah (pegang teguhlah, edt) ia dengan gigi-gigi geraham kalian…” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)
Bagaimana pandangan Qaddafi terhadap para sahabat Nabi SAW?
Dalam rapat kedua al-Lijan ats-Tsauriyah dengan wakil-wakil universitas di ibukota Tripoli pada tanggal 30 Maret 1991, Qaddafi mengatakan: “Rasulullah SAW berlepas diri dari para khalifah sepeninggalnya. Ketika Ali menjadi khalifah Rasulullah SAW, kenapa setengah kaum muslimin memeranginya dan memerangi anak-anaknya sepeninggalnya?…Utsman tidak layak memegang kekuasaan karena ia adalah seorangg aristocrat dan mengangkat para kerabatnya untuk menjadi pejabat atas kaum muslimin…ia menyebar luaskan perantara dan orang-orang yang diperhitungkan dalam negara Arab Islam pada waktu tersebut, maka mereka pun membunuhnya…”
Dalam peringatan hari ibu sedunia, Qaddafi menyatakan di kota Benghazi pada tanggal 10 Maret 1989: “Para khalifah Rasulullah SAW memperlakukan kaum wanita secara tidak manusiawi…kaum wanita tidak tertindas sebelum masa (pemerintahan) keagamaan. Para tokoh agama-lah yang telah menindas kaum wanita untuk mewujudkan ambisi-ambisi mereka dan memperbudak hamba Allah dengan mengatas namakan agama.”
Masjid Rasulullah SAW
Dari Abu Said Al-Khudri bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tidak dilakukan perjalanan jauh (ke tempat suci, edt) kecuali kepada tiga masjid; Masjidil Haram, masjidku ini, dan masjid Al-Aqsha.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam pertemuan sekretariat jendral Organisasi Konferensi Islam Sedunia tanggal 19 Desember 1989, Qaddafi mengatakan: “Tidak mungkin Rasul selamanya mengatakan dianjurkan bepergian ke masjidku (masjid nabawi, edt) ini, karena masjid Rasul pada waktu itu tidak memiliki kesucian… Kesucian macam apa pada bangunan yang dibangun oleh Rasul, seperti kesucian Vatikan…??? Atau kesucian kota Qum bagi saudara-saudara kita kaum Syiah, atau Karbala atau Nejef…??? (Masjid Rasul) sama sekali tidak memiliki kesucian…Tempat-tempat suci menurut Allah sudah terkenal…Baitul Atiq (masjidil Haram, edt), masjidil Aqsha, gunung Thursina, lembah Thuwa, Lepaskanlah kedua sandalmu karena engkau berada di lembah yang suci, Thuwa.”
Hukuman rajam
Dalam dialog dengan para ulama dan santri penghafal Al-Qur’an pada tanggal 3 Juli 1978, Qaddafi mengatakan: “Hukuman rajam itu tidak ada dalam Al-Qur’an, karena tidak hukuman dalam Al-Qur’an yang mengatakan: ‘Barangsiapa melakukukan perbuatan fulan, maka rajamlah ia!’ Selamanya tidak ada. Allah hanya berfirman ‘Barangsiapa mencuri, maka potonglah tangannya! Orang yang berzina, cambuklah ia seratus kali! Allah tidak menyebutkan hukuman yang lain…Namun Allah menyatakan, setiap perbuatan dan hukuman yang berat maka tetap berlaku di akhirat…Sebagian besar ayat Al-Qur’an tidak berlaku di dunia, bukan hukum positif, tidak berkaitan dengan problem-problem yang kita hadapi sehari-hari, namun berkaitan dengan hari kiamat, berkaitan dengan kehidupan setelah mati.”
Hukuman rajam disebutkan dalam hadits-hadits shahih. Dan Al-Qur’an memerintahkan kaum muslimin untuk menerima semua perintah Rasulullah SAW. Mengingkari hukum rajam yang disebutkan dalam hadits shahih, sama nilainya dengan mengingkari Al-Qur’an yang mewajibkan ketaatan kepada Rasulullah SAW.
Riba
Sistem ekonomi yang berlaku di dunia sejak puluhan tahun yang lalu adalah sistem ekonomi ribawi. Baik sistem ekonomi kapitalis Barat maupun sistem ekonomi sosialis Timur, keduanya menjalankan sistem perbankan ribawi. Al-Qur’an, as-sunnah, dan ijma’ ulama telah menegaskan keharaman riba dan interaksi dengan riba. Bagaimana pendapat Qaddafi tentang riba dan interaksi dengan riba?
Dalam sebuah jumpa pers internasional tanggal 13 Juli 1973, menjawab pertanyaan pimpinan kantor berita Reuters cabang Mesir, Qaddafi mengatakan: “Sistem perbankan adalah sistem internasional…seluruh dunia Islam berinteraksi dengannya…Mereka mencobanya dan kita bersama mereka…Siapa yang menyatakan haram? Apanya yang haram? Sistem perbankan tidak benar kalau dikatakan haram.”
Agama dan sekulerisme
Sewaktu mengadakan kunjungan kenegaraan ke Tunisia pada tanggal 24 Februari 1982, Qaddafi sempat melakukan dialog dengan para sastrawan Tunisia. Dalam kesempatan tersebut, Qaddafi mengatakan: “Agama dalam kehidupan sosial tidak mengatur politik. Agama hanyalah hubungan pribadi antara seorang individu dengan Tuhannya, akhlak dalam keluarga dan akhlak individu, dan pada ujungnya adalah keimanan ruhani. Seseorang tidak memiliki kaitan apapun dengan orang lain dalam hal keimanan dan ruhani, engkau mau beriman atau mau kafir, itu bukan urusanku. Tidak ada seorang pun yang bertanggung jawab atas orang lain untuk membimbingnya ke surga atau neraka. Kecuali para nabi, dan era para nabi telah berakhir.”
Dalam Konferensi Bangsa Libya di ibukota Tripoli tanggal 7 Oktober 1989, Qaddafi mengatakan: “Kami tidak akan menngizinkan siapa pun untuk memerintah kita atas nama agama…Seseorang mengajarkan agama kepada kami, padahal nabi…kalau Muhammad diutus lagi atau Isa turun (dari langit, edt) lalu mengatakan ‘Aku ajarkan agama kepada kalian’, mungkin kami akan mendengar.”
Dalam dialog dengan para ulama dan santri penghafal Al-Qur’an pada tanggal 3 Juli 1978, Qaddafi mengatakan: “Sebagian besar ayat Al-Qur’an tidak berlaku di dunia, bukan hukum positif, tidak berkaitan dengan problem-problem yang kita hadapi sehari-hari, namun berkaitan dengan hari kiamat, berkaitan dengan kehidupan setelah mati.”
Al-Qur’an
Dalam khutbah Idul Adha 1400 H di kota Jadu, tanggal 19 Oktober 1980, Qaddafi mengatakan: “Dalam konferensi Islam yang agung ini, dari negeri Islam yang agung ini, negeri Amru bin Ash…kami tujukan seruan kepada segenap umat Islam di setiap tempat, mari kita lemparkan sekop, mari kita lemparkan tasbih, bahkan barangkali sampai kita lemparkan mushaf-mushaf, dalam keadaan yang genting ini…Sudah selayaknya kita memotong tasbih jika tasbih melalaikan kita dari memanggul senjata. Bahkan sudah selayaknya kita melemparkan mushaf-mushaf ke rak-rak buku jika mushaf-mushaf itu melalaikan kita dari menerapkan isinya.”
***
Inilah pelecehan dan olok-olokan Qaddafi terhadap sebagian ajaran Islam. Terdapat beberapa bukti pelecehan lainnya, namun sebagian contoh di atas kiranya sudah cukup mewakili. Bagaimana hokum Islam terhadap orang yang mengaku beragama Islam dan melakukan sebagian ajaran Islam, namun berani melecehkan dan mengolok-olok ajaran Islam yang lain.
Allah SWT berfirman,
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok? Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian telah kafir sesudah beriman. (QS. At-Taubah (9): 65-66)
Asbabun nuzul ayat di atas dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir ath-Thabari, Abu Syaikh al-Asbahani, dan Ibnu Marduwaih dari Ibnu Umar RA berkata: “Dalam perjalanan perang Tabuk, dalam suatu kesempatan duduk-duduk, seorang aki-laki berkata, “Kita tidak pernah melihat orang seperti para penghafal Al-Qur’an di antara kita (para sahabat Nabi SAW, edt). Mereka adalah orang yang paling banyak makan, paling suka berbohong, dan paling pengecut saat berhadapan dengan musuh.” Seorang sahabat menimpali ucapan tersebut dengan mengatakan, “Engkau bohong. Justru engkau adalah orang munafik. Aku akan melaporkan ucapanmu tadi kepada Rasulullah SAW.” Berita itu pun diterima Rasulullah SAW, maka Allah menurunkan ayat tersebut.
Ibnu Umar berkata, “Aku melihat laki-laki (yang mengucapkan ucapan ejekan pertama) itu memegangi tali kekang unta Rasulullah SAW sementara batu-batu kerikil menaruk telapak kakinya. Ia berkata, “Wahai Rasulullah,kami tadi hanya bersendau-gurau dan berolok-olok semata.” Maka Rasulullah SAW membacakan ayat tersebut: Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok? Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian telah kafir sesudah beriman. (QS. At-Taubah (9): 65-66)
Imam Ibnu Hazm al-Andalusi menulis, “Maka benarlah berdasar penjelasan kami di atas, bahwa setiap orang yang mencela Allah SWT, atau mengolok-olok-Nya, atau mencela seorang malaikat atau mengolo-oloknya, atau mencela seorang nabi atau mengolok-oloknya, atau mencela sebuah ayat Allah SWT atau mengolok-oloknya, maka dengan tindakan tersebut ia telah menjadi orang kafir, murtad, atas dirinya berlaku hukum murtad.” (Al-Muhalla, 12/438)
Syaikh Hamd bin ‘Atiq berkata, “Ketahuilah bahwasanya seluruh ulama telah bersepakat bahwa setiap orang yang mengolok-olok Allah, atau rasul-Nya, atau kitab-Nya, atau agama-Nya, maka ia telah kafir. Demikian pula apabila ia mengucapkan sebuah ucapan atau melakukan suatu perbuatan yang terang-terangan mengolok-olok.” (Ad-Durar as-Sanniyah fi al-Ajwibah an-Najdiyah, 8/242)
Bersambung, insya Allah…
(muhib al-majdi/arrahmah.com)