JAKARTA (Arrahmah.com) – Apakah berbahaya gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) bagi Indonesia?. Bila pertanyaan itu dilontarkan kepada Direktur An Nashr Institute Munarman, SH., jawabnya adalah tidak.
“Wong ISIS itu tidak ada kok di Indonesia,” jawab Munarman dalam diskusi “Mengukur Bahaya ISIS di Indonesia,” yang digelar Pengurus DPP Partai Bulan Bintang, di Jakarta, Sabtu (16/8/2014).
Bagi Munarman, fenomena ISIS ini sama seperti soal terorisme yang selalu distigmatisasikan kepada umat Islam. “Semua itu fitnah supaya umat Islam tidak lagi memperjuangkan syariah dan khilafah,” katanya.
Fitnah dan permusuhan Barat terhadap Islam ini bisa dilihat dari tesis Samuel P Hutington yang meniscayakan adanya benturan peradaban antara peradaban Barat dengan peradaban Islam yang disetting akan dimenangkan oleh Barat.
Mantan Direktur YLBHI itu mengingatkan bahwa sejatinya bagi Barat yang menjadi musuh utama meraka bukanlah kelompok fumdamentalisme Islam, tetapi justru Islam itu sendiri.
Munarman pun membeberkan berbagai dokumen yang dikeluarkan oleh sejumlah lembaga think-tank dan intelijen Amerika, seperti Rand Corporation, National Security Agency (NSA) maupun National Intelligence Council (NIC).
Merujuk dokumen yang dikeluarkan NSA, Munarman menjelaskan bila Amerika sejatinya menargetkan Islam sebagai musuh utama mereka. Untuk itu mereka menggunakan strategi yang pernah diadopsi saat terjadi Perang Dingin. Saat itu perlawanan terhadap Komunisme di Uni Sovyet dengan menggunakan orang-orang yang hidup di negara-negara komunis sendiri.
Dengan strategi ini, Amerika Serikat juga tidak secara langsung berhadapan dengan Islam, tetapi dikondisikan supaya syariah dan khilafah ditolak oleh orang Islam sendiri. Fenomena inilah yang kini terjadi saat umat menyikapi Khilafah Islam yang didirikan ISIS.
Untuk itu kepentingan ini, Amerika telah memetakan atau mengelompokkan tokoh-tokoh Islam. Dalam dokumen yang dikeluarkan Rand Corporation berjudul “Civil Democratic Islam: Partners, Resources and Strategies” dapat dengan mudah diketahui strategi ini. Amerika membagi tokoh-tokoh Islam menjadi empat golongan: Sekularis, Fundamentalis, Tradisonalis dan Modernis.
“Ini untuk memetakan siapa di antara tokoh Islam yang bisa dijadikan teman oleh mereka,” tandas Pengurus DPP FPI ini.
Sebelumnya, di tempat terpisah Kepala BNPT Ansyaad Mbai mengaku tak tahu jumlah pengikut ISIS di Indonesia. Informasi ini penting untuk mengukur sejauh mana bahaya ISIS di Indonesia.
“Wah saya tak bisa hitung itu, nggak ingat-ingat itu,” kata Ansyaad Mbai saat menjawab pertanyaan terkait jumlah pengikut ISIS di Indonesia, di kantor Kemenag, Jakarta, Sabtu (9/8/2014). (azm/suaraislamonline/arrahmah.com)