AUCKLAND (Arrahmah.com) – Saat ribuan Muslim Kiwi menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan, para remaja di kota terpadat di negara itu, Auckland, merasakan penuh tantangan, tapi bukan hal yang sulit untuk mengontrol rasa lapar mereka.
“Di bulan Ramadhan kebanyakan orang-orang membawa makanan yang enak ke sekolah seperti cokelat,” Hamza Riazuddin, seorang remaja Muslim Pakistan kelahiran Selandai Baru, mengatakan kepada Stuff.co.nz, sebagaimana dilansir oleh onislam.net, Selasa (30/6/2015).
“Ini berat, tapi tidak begitu sulit. Saya tidak terlalu lapar, kecuali saat anak-anak murid saya berlarian naik-turun. Mengontrol mereka mebuat saya lapar.”
Riazzuddin, Remaja Muslim berusia 16 tahun juga bermain kriket, mengajarkan Al-Quran di masjid setempat dan bekerja di pabrik kue keluarganya saat puasa selama bulan Ramadhan.
Muslim Kiwi menjalani jam puasa terpendek di dunia, dengan hanya 11 jam setiap hari.
Banyak remaja Muslim Kiwi, seperti Riazuddin, yang sering mendapat pertanyaan dari teman-temannya tentang Islam.
“Mereka tidak memiliki gambaran tentang apa itu Islam,” katanya.
“Beberapa orang akan menganggap sebagai lelucon kalimat ‘Allahu Akbar’.”
“Saya mencoba untuk menjelaskan kepada mereka, saya duduk di sini dengan kalian, saya bercanda, tidak ada hal ekstremis yang saya lakukan.”
Selama Ramadhan di Selandia Baru, Riazuddin merasa diterima saat masyarakat lebih memahami tentang Islam.
“Ada juga yang lain yang benar-benar memahami makna dari apa yang Muslim lakukan,” kata Riazuddin.
“Kita harus bahagia berada di Selandia Baru yang merupakan sebuah negara multikultural dan orang-orang beradaptasi dengan budaya orang yang berbeda.”
Riazuddin memuji komunitas Muslim yang beragam di Selandia Baru, dan mengatakan bahwa identitas Muslim Kiwi meningkat.
“Ada budaya yang berbeda di masjid Pakistan, India, Afghanistan, Somalia, Timur Tengah, Malaysia -. Anda akan menemukan semua orang-orang ini di sana – mereka memiliki ikatan yang besar dan itulah hal yang positif tentang Muslim di Selandia Baru,” ungkap Riazuddin.
Namun demikian, ummat Islam Kiwi masih menghadapi tantangan dari penggambaran negatif tentang Islam di media.
Ini adalah perjuangan untuk menangani masalah rasisme dan “bagaimana media menggambarkan 1,6 miliar orang yang sama, sebagai ekstrimis”, kata Riazuddin.
“Orang-orang memanggilku teroris ketika saya pergi keluar memakai busana Muslim, tapi apa yang telah saya teror?”
“Sayangnya setiap kali sesuatu terjadi di seluruh dunia hal itu dikaitkan dengan kami.” kata Riazuddin.
(ameera/arrahmah.com)