RAS AL-AYN (Arrahmah.com) – Setiap orang yang menyeberang dari Turki ke Ras al-Ayn, sebuah kota yang sepi di Suriah timur, kini disambut oleh seorang pemeluk Katolik yang telah dianggap sebagai bagian dari “pemberontak ekstrimis Islam”, seperti dilansir Syrian Assistance pada Selasa (14/5/2013).
Noam Moses Malkeh adalah administrator di gerbang yang dikendalikan oleh kelompok Islam al-Ghuraba Sham. Malkeh adalah seorang penduduk asli Ras al-Ayn. Dia mengatakan dia adalah satu dari tujuh orang yang pertama memprotes rezim diktator Bashar al-Assad pada tanggal 8 April 2011. Ketika pertempuran sampai ke kotanya, Malkeh bersama dengan Ziad, saudaranya, memutuskan mereka harus memainkan peran.
“Kristen dan Muslim menyebarkan Allah dan nabi-nabi yang sama, dan kita semua akan dihakimi oleh Allah pada akhirnya. Suriah menghadapi musuh bersama saat ini, dan meskipun kita berbeda agama, kita semua harus menghadapi bahaya yang sama bersama-sama,” katanya.
Malkeh mengaku berbeda di antara orang Kristen Suriah, yang sebagian besar memilih tetap netral dan menjauhi gerakan perlawanan terhadap rezim Assad.
“Saya sudah memiliki perbedaan dengan gereja dan tidak menghadiri misa selama lebih dari satu dekade,” katanya. “Para pendeta mengabaikan kebutuhan kawanan mereka sebelum revolusi, dan seperti yang dapat kita lihat, saat ini mereka berdiam diri atau berpihak kepada rezim, jelas kepemimpinan gereja tidak melindungi kepentingan umat Kristen ataupun mempromosikan pesan Yesus. “
Namun demikian, menyimpang dari gereja belum mengubah Malkeh menjauh dari agamanya. Dia mengaku tidak memiliki masalah dengan Gereja Katolik Roma, “Rezim merusak gereja saya, sama seperti merusak masjid,” katanya.
Menjadi pengawas perbatasan di Ras al-Ayn adalah pekerjaan tetap pertama Malkeh. Pria berusia 48 tahun ini menderita cacat. Meskipun telah dilatih sebagai ahli listrik di sekolah kejuruan, dia hanya mampu menemukan pekerjaan sesekali di masa lalu, pada waktu menjual sayuran di jalan.
“Saya sudah menjadi beban bagi teman-teman dan saudara-saudara saya, dan saya tidak pernah menerima bantuan pemerintah atas kecacatan saya,” katanya.
Kaki kirinya membatasi kemampuannya untuk melawan, tetapi dia mampu membantu dengan logistik. Perannya di perbatasan terdiri dari mendokumentasikan semua yang masuk dan melintasi negara dan memeriksa mereka. Ziad Malkeh, saudaranya, telah bergabung dalam pertempuran, tetapi sebagian besar waktu Ziad kini dihabiskan dengan berbagai minoritas di wilayah itu.
Ras al-Ayn, sebuah kota berpenduduk lebih dari 50.000, dengan mayoritas Kurdi dan minoritas etnis signifikan Arab, Armenia, Sirkasian, Asyur dan Turkmen, yang memeluk Sunni, Kristen dan kelompok Yezidi. Kota ini terhubung dengan perbatasan Turki di kota Ceylanpinar. Keanekaragaman tersorot dari tiga sebutannya: Ras al-Ayn (Arab), Serekaniye (Kurdi) dan Reish ‘Eino (Assyrian).
Kota ini adalah wilayah bentrokan mematikan tahun ini, tapi gencatan senjata tengah berlangsung sejak Februari. (banan/arrahmah.com)