(Arrahmah.com) – Sudah terbukti dalam sejarah Indonesia merdeka. Gerakan Islam tidak akan mati karena kezaliman. Penguasa zalim yang menumpas gerakan Islam justru tumbang dan mati satu demi satu. Begitupun, suara kebenaran tidak akan sirna, sekalipun banyak ulama’ serta aktivis Islam yang dikriminalisasi dan dijebloskan ke penjara.
Walau demikian, sejumlah tindakan diskriminatif aparat kepolisian sepanjang kekuasaan rezim Jokowi tidak boleh diabaikan. Ibarat menanam bibit Islamophobia, yang siap diadu domba, dan mengancam persatuan serta kebinekaan.
Tindakan diskriminatif Polri di bawah komando Kapolri jenderal Tito Karnavian, yang membuat nurani dan pikiran kita bergelora sehingga perlu kesabaran prima, antara lain:
1. Kasus unggahan video chat mesum, yang diduga antara Habib Rizieq Shihab dan Firza Husein. Polisi langsung jadikan Habib Rizieq tersangka, tapi penyebar videonya aman. Berbeda perlakuan polisi terhadap Bupati Banyuwangi Azwar Anas. Anas undur diri sebagai cawagub Jatim setelah beredar foto mesum yang diduga melibatkan dirinya. Sekalipun ada bukti foto “hot”nya, tapi Anas tidak dijadikan tersangka, malah polisi mengejar si penyebar foto mesum.
2. Kasus Alfian Tanjung yang ditangkap polisi atas laporan PDIP. Alfian ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik kriminal khusus Polda Metro Jaya terkait cuitan di twitter, tentang pengakuan kader PDIP Ribka Ciptaning Proletariat yang diunggah video di Youtube, bahwa 85 persen anggota PDIP merupakan kader PKI. Alfian diadili, sementara Ribka, anggota DPR RI yang dengan bangga menulis buku “Aku Bangga Jadi Anak PKI” dan “Anak PKI Masuk Parlemen” malah seperti dilindungi.
3. Kasus persekusi dan penghadangan Ustadz Abdul Somad, saat menghadiri rangkaian safari dakwah maulid Nabi di Bali. Pelaku persekusi Arya Wedakarna dan kelompoknya belum ditangkap sampai sekarang.
4. Kasus mentersangkakan Ustadz Zulkifli M Ali. Oleh pelapor Zulkifli dituding menyebarkan ujaran kebencian bersifat SARA dalam ceramahnya di sebuah masjid di Jakarta. Kata polisi, “Dikhawatirkan ucapan Zulkifli dapat memicu ketakutan di masyarakat, padahal hoaks”. Bandingkan dengan perlakuan istimewa terhadap kader Nasdem Victor Laiskodat. Ada video pidato Victor, yang isinya mengandung fitnah keji dan tendensius. Victor menuduh PAN, Gerindra, Demokrat dan PKS sebagai pendukung kaum ekstrimis dan intoleran yang siap membunuh. Tapi kasus Victor lenyap tak terdengar kelanjutannya. Polisi bilang, sebagai anggota dewan Victor kebal hukum.
Terhadap kasus-kasus di atas, masyarakat tidak menuntut berlebihan. Cukuplah polisi bersikap dan bertindak adil. Bukankah sebagai manusia Pancasilais, aparat kepolisian mengerti makna sila ke dua Pancasila. Yaitu, “Kemanusian yang adil dan beradab?”
Dua hal yang disebut manusiawi, menjunjung harkat dan martabat kemanusiaan, adalah bersikap adil dan beradab terhadap semua warga.
Dalam kamus bahasa Indonesia, keadilan berarti tidak berat sebelah, termasuk tidak sewenang-wenang atau zhalim. Sedangkan beradab, maknanya berbudaya, memiliki budi pekerti, sopan santun dan akhlak yang baik. Kebalikan dari biadab.
Jogjakarta, 17/1/2018
Irfan S. Awwas
(*/arrahmah.com)