Oleh: KH Bachtiar Nasir
(Pimpinan AQL Islamic Center)
(Arrahmah.cm) – Tamu agung sebentar lagi berlalu. Jiwa-jiwa agung pasti memanfaatkan sisa hari Ramadhan ini dengan amalan yang agung pula. Jiwa-jiwa harum adalah jiwa yang menyambut dan melepas tamu agung dengan puja, puji, dan persembahan yang harum. Jiwa-jiwa yang shalih antara iba, haru, sekaligus bahagia karena tamu yang dinanti sebentar lagi akan pergi. Tidak ada momentun sedahsyat Ramadhan untuk menggapai derajat takwa.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. al-Qadr)
Aisyah RA pernah bertanya kepada Rasulullah SAW jika mendapatkan Lailatul Qadr, sebagaimana yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Dari ‘Aisyah RA ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah SAW, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul SAW, “Berdo’alah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku).” (HR. At-tirmidzi)
Malam itu, jika turun Lailatul Qadr, maka malam tidak terlalu gulita walaupun gelap, suhu tidak panas dan tidak dingin, embusan angin sepoi-poi, terjadi hujan gerimis, dan malam saat itu teduh dan syahdu karena tidak ada kejahatan. Malaikat-malaikat rahmat pada malam itu turun bersesakan di bumi sebagai bentuk kemuliaan Lailatul Qadr. Tanda lain terjadinya malam al-Qadr adalah sinar matahari tidak menyilaukan di pagi hari tapi agak keputihan, karena partikel-partikel malaikat masih dominan di antara pandangan dan sinar matahari. Pada hari biasa kita melihat mentari itu berwarna oranye karena ada partikel hitam antara kelopak mata dan sinar matahari.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah juga mengatakan, cahaya matahari pada paginya agak keputihan karena dominasi partikel malaikat yang kembali ke langit pada waktu matahari terbit.
Pada malam itu, kita dianjurkan membaca: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni. Afuwwun adalah dzat yang maha berulang-ulang memaafkan dan Dia adalah dzat yang mencintai untuk selalu memaafkan hamba-Nya. Karena Allah Maha Mengetahui bahwa hamba-Nya itu berulang-ulang melakukan kesalahan, sehingga Dia menganjurkan kepada hamba untuk selalu bertobat berapa pun dosa yang telah dia kerjakan.
Sebagaimana Allah yang suka memaafkan, maka minta maaflah kepada-Nya setiap saat dan khususnya di malam-malam Ramadhan dan terkhusus lagi pada malam al-Qadr.
Lalu apa bedanya afuwwun dan gafurun? Gaafir artinya Maha Mengampuni dosa-dosa, Gafuur adalah Yang Maha banyak mengampuni dosa-dosa dan Gaffarun artinya Yang Maha tidak pernah berhenti dan terus-menerus memaafkan dosa-dosa hamba-Nya. Imam al-Ghazali ketika menjelaskan Asmaul Husna, bahwa Afuwwun yaitu Allah Maha memaafkan, adalah dzat yang maha mencerabut kesalahan hamba sampai keakar-akarnya. Artinya, Dia Maha menghilangkan dan mebinasakan dari setiap dosa-dosa yang kita minta maaf kepada-Nya.
Sementara Gafurun yang juga maknanya Maha memaafkan, lebih kepada menutupi. Yang ditutupi itu boleh jadi masih ada dan boleh jadi sudah tidak ada aib-aib atau kesalahan hamba-Nya.
Maka, permintaan yang paling baik di malam al-Qadr adalah meminta diampunkan segala dosa-dosa kita melalui doa yang telah diajarkan Rasulullah SAW kepada kita, yaitu Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni, agar Allah SWT mencerabut dan menutupi kesalahan kita dan setelah itu kita disembuhkan dari kecenderungan senang berbuat salah dan kecenderungan tidak bisa lepas dari dosa-dosa.
Yahya bin Muadz menggambarkan perilaku manusia, orang-orang yang minta ampun di bulan Ramadhan tetapi hatinya masih ada keinginan untuk melakukan dosa setelah Ramadhan. Misalnya, pada bulan Ramadhan kita meninggalkan suatu maksiat, tetapi masih ada kecenderungan untuk melakukanya di luar Ramadhan, maka doanya di bulan Ramadhan ditolak oleh Allah SWT. Karena orang yang demikian belum mendapatkan ampunan Afuwwun.
Oleh karena itu, di sepuluh terahir Ramadhan jika ingin menjadi bagian dari orang yang mendapatkan malam al-Qadr maka bersungguh-sungguhlah meminta maaf dan meninggalkan dosa yang pernah kita lakukan.
Ibnu Athaillah dalam catatannya mengatakan, orang yang meminta ampun kepada Allah tetapi masih berniat untuk melakukan maksiat, maka dia seperti orang sakit yang minum obat namun membiarkan ular berbisa menggigit tubuhnya. Tentu orang yang berada dalam gambaran Ibnu Athaillah ini tidak akan mendapatkan malam al-Qadr.
Apa yang harus dilakukan agar sembuh dari penyakit cenderung melakukan dosa? Pertama kali yang harus dilakukan adalah memperbanyak istigfar. Suatu hari Imam Hasan al-Bashri didatangi oleh seorang musafir yang datang dari tempat jauh bertanya kepada sang Imam.
Wahai Imam, negeriku dilanda panceklik dan kami semua hampir kelaparan, lalu apa saranmu? Imam Hasan al-Bashri menyarankan, perbanyaklah istigfar.
Kemudian datang lagi orang berikutnya. Wahai Imam, aku ditimpa kemalangan dan keluargaku miskin, apa saranmu? Imam Hasan al-Bashri menjawab, perbanyaklah istigfar.
Lalu datang lagi orang ketiga. Wahai Imam, aku sudah lama menikah tapi tidak dikaruniai anak, apa saranmu? Imam Hasan al-Bashir menjawab lagi, perbanyaklah istigfar.
Sahabat Imam Hasan al-Bashri yang ada disampingnya bertanya, bahwa tiga orang dengan permasalahan berbeda tapi hanya diberi satu jawaban yang sama. Lalu Hasan membacakan ayat dalam Surah Nuh ayat 10:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا.
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” (QS. Nuh: 10)
Ketika Nabi Nuh AS mendapati kaumnya dengan kesyirikan kepada Allah SWT, Nuh hanya berkata kepada kaumnya, beristigfarlah. Lalu apa benefit istigfar?
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” (QS. Nuh: 11)
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
“Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 12)
Maka, di penghujung bulan Ramadhan bagi siapa saja yang ingin mendapatkan malam al-Qadr, bertaubatlah dengan sungguh-sungguh dengan niat tidak akan mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan dan perbanyaklah istigfar. Siapa saja yang ingin berhenti dari perbuatan sia-sia, merokok, mengomsumsi narkoba, pacaran, dan maksiat lainnya, maka mintalah kepada Allah di penghujung Ramadhan ini agar istiqamah di jalan-Nya. Jika di malam Ramadhan belum bisa meneteskan air mata taubat, betapa kerasnya hati itu. Maka jangan sampai keluar dari Ramadhan dengan hati yang masih dalam keadaan keras. Di penghujung Ramadhan ini kita pergunakan untuk memohon kepada Allah agar dilembutkan hati kemudian setelah itu hidup dalam dekapan al-Qur’an. Karena tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak berinteraksi dengan al-Qur’an.
Di sepuluh terakhir Ramadhan ini jika tidak beri’tikaf maka Anda adalah orang yang lalai kecuali jika Anda berjuang untuk agama sebagaimana pahlawan badar.
(ameera/arrahmah.com)