Hebron, 25 Februari 2025 – Tiga puluh satu tahun telah berlalu sejak pembantaian Masjid Ibrahimi, salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah Palestina. Pada hari itu, 15 Ramadhan 1415 H atau 25 Februari 1994, seorang ekstremis Yahudi bernama Baruch Goldstein melepaskan tembakan brutal ke arah jamaah Muslim yang sedang sujud dalam shalat Subuh di Masjid Ibrahimi, Hebron. Sebanyak 29 warga Palestina gugur syahid dan lebih dari 150 lainnya luka-luka. Namun, tragedi tak berhenti di sana.

Serangan brutal itu terjadi di bulan Ramadhan, saat para korban sedang khusyuk melaksanakan salat di Masjid Ibrahimi.
Saat warga Palestina mencoba mengevakuasi korban, tentara penjajah justru menutup pintu masjid dan menembaki siapa saja yang mendekat. Gelombang protes pun pecah di seluruh Palestina, tetapi sekali lagi, penjajah merespons dengan peluru. Korban pun bertambah, hingga total 50 warga Palestina gugur dalam beberapa hari setelah pembantaian.
Pembantaian yang Melanggengkan Penjajahan
Alih-alih mengadili pelaku atau meminta pertanggungjawaban atas pembantaian ini, penjajah justru memanfaatkan tragedi ini untuk mengukuhkan cengkeraman mereka atas Masjid Ibrahimi. Dalam kebijakan yang dikenal sebagai “langkah keamanan”, penjajah menutup akses ke masjid selama enam bulan, kemudian membagi kompleks suci ini menjadi dua bagian: satu untuk Muslim dan satu lagi untuk Yahudi. Lebih dari 60 persen area masjid kini diambil alih oleh pemukim Yahudi, sementara Muslim dihadapkan pada pemeriksaan ketat dan berbagai pembatasan saat ingin beribadah.
Hari ini, Masjid Ibrahimi masih terus berada di bawah ancaman pendudukan dan penodaan. Penjajah telah mengubah sebagian dari masjid menjadi sinagoga, memasang gerbang besi, serta memperketat akses bagi umat Islam. Setiap hari, tentara dan pemukim ilegal bersenjata memasuki masjid dengan leluasa, sementara warga Palestina diintimidasi dan dilarang beribadah dengan bebas.
Sejarah Panjang Genosida yang Terus Berulang
Pembantaian di Masjid Ibrahimi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Sebaliknya, ini adalah bagian dari strategi sistematis penjajah untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah mereka. Hari ini, dunia kembali menyaksikan kebiadaban yang sama dalam agresi terhadap Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem. Pengeboman, pembunuhan massal, pengusiran paksa, serta penghancuran rumah dan tempat ibadah terus berlanjut tanpa henti.
Hamas, dalam pernyataan resminya, menegaskan bahwa pembantaian ini bukan hanya bagian dari masa lalu, tetapi juga cerminan dari kebrutalan yang masih berlangsung hingga hari ini. Kejahatan yang dilakukan oleh Netanyahu dan pemerintahan ekstremisnya di Gaza adalah kelanjutan dari genosida yang telah dirancang sejak lama. Dunia telah melihat bagaimana penjajah menggunakan bom fosfor, menargetkan rumah sakit, membunuh anak-anak dan perempuan tanpa belas kasihan, serta terus merampas tanah Palestina untuk permukiman ilegal.
Tidak Akan Ada Pengampunan, Tidak Akan Ada Lupa
Hamas menegaskan bahwa rakyat Palestina tidak akan pernah melupakan atau memaafkan kejahatan yang dilakukan penjajah. Tragedi Masjid Ibrahimi, seperti pembantaian di Deir Yassin, Sabra dan Shatila, serta kejahatan perang di Gaza, adalah bukti nyata bahwa penjajah tidak memiliki tempat di tanah Palestina.
Hamas juga menyerukan kepada Mahkamah Internasional dan seluruh lembaga hukum dunia untuk segera mengadili para pemimpin penjajah atas kejahatan mereka. Dunia tidak bisa terus diam melihat genosida yang berlangsung terang-terangan, sementara para pelaku tetap bebas dan bahkan mendapat dukungan dari kekuatan global.
Seruan Perlawanan: Perjuangan Belum Berakhir
Dalam peringatan 31 tahun tragedi Masjid Ibrahimi, Hamas menyerukan kepada seluruh rakyat Palestina—baik di Gaza, Tepi Barat, Yerusalem, wilayah pendudukan, maupun di pengasingan—untuk terus bersatu dalam perlawanan.
- Masjid Ibrahimi adalah milik umat Islam. Tidak ada tempat bagi penjajah di dalamnya. Upaya mereka untuk mengubah identitas masjid, membatasi ibadah, dan mengusir Muslim dari sana adalah kejahatan yang harus dilawan.
- Setiap bentuk penjajahan akan berakhir dengan kegagalan. Sejarah membuktikan bahwa tidak ada penjajahan yang bertahan selamanya. Dengan kesabaran, keteguhan, dan perlawanan, rakyat Palestina akan merebut kembali hak-haknya.
- Rakyat Palestina tidak akan tunduk pada teror. Semua upaya intimidasi, pemukiman ilegal, dan genosida tidak akan menghentikan perjuangan menuju kebebasan. Setiap syahid yang gugur, setiap rumah yang hancur, dan setiap masjid yang dinodai hanya akan menambah semangat perlawanan.
- Dunia Islam dan masyarakat internasional harus bertindak. Tidak cukup hanya mengutuk atau menyatakan keprihatinan. Dukungan nyata, boikot, tekanan politik, dan langkah hukum harus segera dilakukan untuk menghentikan kejahatan penjajah.
Kesimpulan: Palestina Akan Kembali
Tragedi Masjid Ibrahimi adalah pengingat pahit tentang harga yang telah dibayar oleh rakyat Palestina dalam perjuangan mereka melawan penjajahan. Namun, ini juga menjadi bukti bahwa perlawanan tidak akan padam, dan Palestina tidak akan pernah menyerah.
Di bawah semboyan “Jihad, kemenangan, atau syahid”, Hamas menegaskan bahwa perjuangan Palestina akan terus berlanjut hingga tanah yang diberkahi ini bebas dari pendudukan, dan Yerusalem kembali menjadi ibu kota Palestina yang merdeka.
(Samirmusa/arrahmah id)