(Arrahmah.com) – Syaikh Asyraf Shabah, yang lebih dikenal dengan nama panggilan syaikh Abul Barra’ Al-Maqdisi, dipastikan sebagai sosok yang ikut gugur bersama syaikh Abul Walid Al-Maqdisi dalam serangan rudal udara penjajah zionis Yahudi pada Sabtu sore (13/10/2012) di Jabalia, Jalur Gaza.
Nama dan sosok beliau barangkali tidak dikenal luas oleh kaum muslimin di luar Palestina, meski beliau adalah seorang ulama, mujahid dan amir jama’ah Anshar As-Sunnah di Jalur Gaza. Keluarga besar syaikh Asyraf Shabah berasal dari wilayah Bait Taima, wilayah Palestina yang dicaplok oleh penjajah zionis Yahudi pada 1948 M. Orang tua beliau membawa keluarganya pindah ke wilayah Jalur Gaza semasa perang tersebut.
Syaikh Asyraf Shabah dilahirkan pada tanggal 29 Desember 1975 di kota Dier Balah, kawasan tengah Jalur Gaza. Sejak kecil beliau tumbuh di atas rasa cinta kepada jihad fi sabilillah, khususnya jihad mengusir penjajah zionis Yahudi. Ketika gerakan Intifadhah pertama meletus di Palestina, beliau mengambil peranan aktif bersama para pemuda muslim di Jalur Gaza.
Pada 1993 M, penjajah zionis Yahudi menangkap dan memenjarakan syaikh Asyraf Shabah dengan tuduhan menjadi anggota Hamas. Saat ia mendekam enam bulan dalam penjara penjajah zionis Yahudi, terjadi penandatanganan perjanjian Oslo antara pihak pejuang Palestina (PLO dengan pimpinan Yasir Arafat) dan penjajah zionis Yahudi.
Para tahanan muslim Palestina di penjara-penjara penjajah zionis Yahudi dibebaskan dengan syarat menanda tangani perjanjian Oslo yang mengakui kedaulatan penjajah zionis Yahudi tersebut. Banyak pemimpin Hamas di penjara Yahudi akhirnya dibebaskan setelah menanda tangani surat persetujuan terhadap Perjanjian Oslo. Namun syaikh Asyraf Shabah bersikeras menolak penanda tanganan terhadap Perjanjian yang sangat zalim tersebut.
Enam bulan kemudian, syaikh Asyraf Shabah dibebaskan oleh penjajah zionis Yahudi. Syaikh Asyraf kemudian memasuki bangku kuliah pada Fakultas Syariah di Universitas Islam di Jalur Gaza. Lulus Fakultas Syariah, beliau hendak menempuh studi pasca sarjana dengan memilih jurusan Ushul Fiqih di Universitas Islam, namun pihak universitas menolak dirinya karena diindikasikan berasal dari kelompok salafi jihadi.
Kegagalan menempuh pendidikan pasca sarjana tidak menyurutkan ketekunan syaikh Asyraf Shabah dalam menuntut ilmu syar’i di luar bangkuu universitas. Beliau akhirnya berhasil menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan mendapatkan sanad bersambung dengan dua jalur periwayatan qira’at sab’ah, yaitu qira’at Hafsh dari Ashim dan qira’at Syu’bah dari Ashim.
Syaikh Asyraf Shabah kemudian keluar dari kelompok Hamas setelah pemerintahan otoritas Hamas tidak juga menerapkan syariat Islam sebagai satu-satunya hukum yang berlaku di wilayah kekuasaannya, Jalur Gaza.
Syaikh Asyraf Shabah kemudian dilarang menyampaikan khutbah-khutbah di masjid-masjid. Setelah itu beliau juga dilarang mengimami jama’ah shalat Tarawih dan witir pada bulan Ramadhan.
Syaikh Asyraf Shabah menyampaikan beberapa kajian di beberapa masjid, juga di rumahnya. Di antaranya beliau memberikan pengajian Syarh Kitab Tauhid, Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah dan sejumlah pelajaran lainnya. Hal itu masih beliau lakukan meski beliau telah masuk daftar DPO pemerintah otoritas Hamas dan harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Kecintaan syaikh Asyraf Shabah terhadap jihad dan mujahidin tidak perlu ditanyakan lagi. Skripsi yang beliau tulis untuk meraih gelar sarjana syariah berbicara tentang keutamaan jihad dan fiqih jihad. Beliau sangat berkesan dengan kisah imam Ahmad bin Hambal yang menangis jika disebutkan perihal jihad. Beliau juga menyukai nasyid-nasyid yang menghasung umat Islam untuk berjihad.
Syaikh Asyraf Shabah memimpin Jama’ah Anshar As-Sunnah, salah satu kelompok mujahidin dii Jalur Gaza. Beliau juga membidani dan menjadi salah satu pimpinan Majlis Syura Mujahidin Serambi Baitul Maqdis. Bersama sejumlah ulama dan komandan Majlis Syura Mujahidin Serambi Baitul Maqdis lainnya, beberapa kali beliau menjadi buronan pemerintah otoritas Hamas. Khususnya setelah mujahidin Majlis Syura Mujahidin Serambi Baitul Maqdis melakukan serangan roket terhadap pemukiman penjajah zionis Yahudi pada awal September 2012 lalu.
Sejumlah murid dan kawan dekat telah menyarankan kepada syaikh Asyraf Shabah untuk mencukur jenggotnya sehingga sosoknya tidak mudah dikenali dan ditangkap oleh aparat keamanan dalam negeri pemerintahan otoritas Hamas. Namun beliau menolak saran itu dengan tegas karena ingin menjalankan sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam.
Sabtu sore (13/10/2012), syaikh Asyraf Shabah dan syaikh Hasyim bin Ali As-Su’aidani mengendarai sebuah motor di kawasan Jabalia, selatan Jalur Gaza. Sebuah pesawat tempur penjajah zionis Yahudi yang berhasil mengendus pergerakan kedua tokoh Majlis Syura Mujahidin Serambi Baitul Maqdis itu segera menembakkan rudal kepada keduanya.
Pada Sabtu sore itu, sepeda motor tersebut terkena tembakan rudal udara penjajah zionis Yahudi dengan telak. Dua pengendaranya terlempar. Syaikh Hasyim bin Ali As-Su’aidani mengalami luka parah, dan sempat dilarikan ke rumah sakit setempat oleh warga muslim Jabalia. Namun nyawa beliau tidak tertolong lagi. Dalam hitungan menit, ulama dan komandan mujahidin yang dikenal luas dengan nama panggilan Abul Walid Al-Maqdisi itu gugur syahid.
Sementara seorang pengendara lainnya terkena ledakan rudal yang lebih telak. Badannya terlempar dari sepeda motor, dengan kepala putus dari lehernya. Masyarakat musliim Jabalia yang mengevakuasi jenazahnya sempat mengalami kesulitan mengenali identitas sang mujahid. Akhirnya, anak–anak dan istri jenazah mujahid itulah yang berhasil memastikan sosoknya. Itulah sosok syaikh Asyraf Shabah, atau lebih terkenal dengan nama panggilan Abul Barra’ Al-Maqdisi.
Kepala beliau terputus dari badannya. Namun jenggot lebatnya tidak berubah sama sekali. Sejumlah murid menuturkan, di antara pesan terakhir beliau kepada mereka adalah untuk mengkaji kitab Al-I’tisham, karya imam Abu Ishaq Asy-Syathibi Al-Gharnathi Al-Maliki.
Semoga Allah menerima amal shalih beliau, mengampuni kesalahan beliau dan menempatkan beliau pada surga Firdaus yang tertinggi. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Allahumma’jurna fi mushibatina wakhluf lana khairan minhha.
(muhib almajdi/arrahmah.com)