JAKARTA (Arrahmah.id) – Dokter spesialis anastesi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) dr Mueen Al-Shurafa Sp. An telah dikonfirmasi syahid di Jalur Gaza usai tempat tinggalnya terkena serangan bom “Israel”.
Pendiri Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) Prof Dr dr Basuki Supartono SpoT mengungkapkan informasi tersebut setelah mengecek langsung dari relawan yang ada di Gaza pada Selasa (7/11/2023).
Prof Basuki mengungkapkan bahwa dr. Mueen adalah satu dari enam dokter yang mendapatkan beasiswa dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI).
“Beliau ini adalah pribadi yang mulia. Beliau adalah dokter umum yang kami jemput tahun 2009, ketika ada agresi ‘Israel’,” ujarnya, seperti dilansir detik.com.
Prof Basuki kemudian memaparkan alasan pihak Bulan Sabit Merah Indonesia memberikan beasiswa kepada dr. Mueen dan beberapa dokter lainnya untuk melanjutkan pendidikan ke Indonesia.
“Kami memutuskan membuat program beasiswa pendidikan dokter, dengan pertimbangan dokter di wilayah Gaza sangat-sangat kurang,” tuturnya.
Usai melalui proses dramatis, dr Mueen dapat menamatkan S2 di Universitas Gadjah Mada yang dilanjutkan dengan pendidikan dokter spesialis anestesi di program studi Anestesiologi dan Reanimasi, Fakultas Kedokteran UNS tahun 2013.
“Beliau sekolah di FK UNS, dan tinggal di Kota Solo bersama keluarganya. Mereka tinggal di sebuah rumah milik Purwoko dari KMS anestesi UNS. Mereka hidup damai, bahkan bertambah putranya 4 jadi total anaknya ada 7,” kenang Prof Basuki.
Setelah berhasil menamatkan program pendidikannya di Indonesia pada tahun 2018, dr. Mueen beserta keluarganya memutuskan untuk kembali ke Gaza, Palestina.
Prof. Basuki menceritakan bahwa setelah kepulangan dr. Mueen ke Gaza, mereka kemudian tinggal di rumah orang tua dr. Mueen dan mempraktekkan ilmu yang telah didapatkannya di Indonesia dengan bekerja di rumah sakit pemerintah bernama Kamal Adwan.
Bahkan dr Mueen mengatakan kepada Prof. Basuki, bahwa dengan mengemban ilmu di Indonesia, ia dapat memperbaiki kualitas layanan di Palestina.
“Dia bilang ‘sekarang dengan ilmu saya, saya bisa memperbaiki kualitas layanan di rumah sakit saya bekerja’. Jadi dia ada harapan untuk membagikan ilmunya ke dokter-dokter di Palestina,” jelas Prof Basuki.
Prof Basuki juga mengatakan bahwa selama berkomunikasi, dr. Mueen tidak pernah mengeluh dan tetap optimis meski kondisi di Gaza sangat genting.
“Kira-kira dua minggu sebelum peristiwa ini, dia bekerja 1 menit 10 pasien. Dia kirim gambar, gambar yang beredar di media sosial itu. Tapi dia tidak pernah mengeluh, selalu optimis,” kata Prof Basuki.
Saat peristiwa pengeboman terjadi, dr. Mueen berada di rumah orang tuanya bersama sang ayah dan saudara-saudaranya. Sementara istri dan anak-anaknya tengah berada di pengungsian.
“Mereka ingin pergi ke Kota Gaza, sudah rindu mungkin. Tapi dilarang dr. Mueen, karena berbahaya sekali. Kota itu sudah sepi, bahkan tank-tank ‘Israel’ itu 500 meter dari Kamal Adwan,” tuturnya.
Prof Basuki menegaskan bahwa Kota Gaza kini sudah sangat parah dan penuh dengan bom dari “Israel”. Hingga kemudian pada Senin (6/11) malam ia dikabari bahwa dr. Mueen sudah meninggal karena terkena serangan bom dari “Israel”.
“Beliau menemui kemuliaannya, tugasnya sudah tuntas. Kita mendoakan beliau supaya syahid masuk surga. Orangnya sangat baik, santun,” pungkasnya. (Rafa/arrahmah.id)