(Arrahmah.com) – “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun (yakni tanpa pencipta), ataukah meraka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” [Ath-Thur/52:35]. Maksud dari ayat tersebut tidaklah seorang makhluk yang tercipta dimuka bumi ini terlepas dari 3 keadaan. Pertama, mereka ada tanpa pencipta, ini tidak mungkin, akal sehat mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang ada tanpa ada yang membuatnya. Kedua, mereka menciptakan dirinya sendiri, ini lebih tidak mungkin lagi. Karena bagaimana menciptakan sesuatu yang awalnya tidak ada menciptakan sesuatu yang ada. Ketiga, Dialah yang haq, Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menciptakan seluruh mahluk hidup di muka bumi ini, Dialah Sang Pencipta, Penguasa, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Mengenal artinya tidak sekedar mengetahui, tetapi harus aplikatif dengan tidak hanya teoritis. Mengenal itu mengetahui, mamahami, mengerti serta mampu merespon dengan baik terhadap objek yang di kenal. Mengenal Allah SWT adalah sebuah kondisi dalam diri seseorang yang mengetahui tentang nama asma’ullah al-husna, sifatullah, dan segala kebesarannya ditambah mampu merespon dengan baik terhadap perintah dan laranganNya dalam Al-Qur’an dan Sunnah nabi yang diutusnya. Merespon dengan baik artinya mampu mengaplikasikan atau menerapkan ilmu yang telah diketahui dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang Muslim diwajibkan untuk mengenal dan mencintai Allah SWT. Mengenal Allah SWT dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Tekstual / Qauliyah, yaitu menelaah dengan akal sehat dan objektifitas diri tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang kebesaran dan kuasa Allah SWT. Dapat dilihat dalam Surat Al-Ikhlas1-3. Bahwa Alllah maha Esa dan tidak ada sekutu baginya.
2. Kontekstual / Kauniyah, yaitu menelaah dengan akal sehat dan objektifitas diri tentang ayat-ayat Al-Qur’an tentang alam semesta dan hubungannya dengan Allah SWT. Bahwasannya Alah berfirman dalm surat Fussilat ayat 53 yang artinya ” Akan kami tunjukan tanda kehebatan kuasa kami di alam semesta jagat raya dan di dlam tubuh mereka (manusia) hingga mereka mendapatkan Al-haq. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu.
Dalam islam kita diajarkan untuk berbicara dan beragumen dengan landasan Al-Qur’an, dengan landasan teks dan akal sehat. Jika kita telah mengenal Allah maka tidak akan ada kata putus asa dalam diri. Landasan teks akan menghantarkan setiap orang untuk mempercayai dan mengenal Allah SWT dengan kuat dan kokoh. Pada hakikatnya mengenal tuhan adalah kebutuhan manusia. Maka akan berakibat fatal dalam pola fikir seseorang jika salah jalan dalam mengenal Allah SWT. Islam memiliki konsep dalam mengenal Allah SWT dengan lebih jelas dan lebih terbuka dari konsep yang telah ada. Pada Zaman modern saat ini manusia membutuhkan konsep mengenal Tuhan yang lebih transparan dan lebih logis serta realistis.
Naluri yang tumbuh pada diri seseorang untuk menyayangi, mengasihi, memperhatikan, melindungi objek yang di cintai maka itulah yang dinamakan cinta. Cinta itu bukan sekedar perasaan, tetapi ada logika dan legalitas. Cinta itu dapat tumbuh dan mati, cinta itu harus diwujudkan dengan perbuatan. Cinta kepada Allah harus senantiasa selalu ditumbuhkan dalam hati, jangan sampai cinta itu mati dan menyebabkan hilangnya rasa takut kita kepadaNya. Ketika cinta telah terucap dari lisan, maka cinta itu perlu pembuktian dengan perbuatan. Cinta kepada Allah berkaitan dengan iman. Iman seseorang harus tetap terjaga untuk terus mendekat kepadaNya.
Seseorang yang telah memiliki cinta kepada Allah SWT akan selalu menyebut dan mengingatNya, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Anfal yang artinya ” Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah bergetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah kuat imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal”. Tak hanya menyebut nama-Nya, mereka juga mengagumi dan menyenangi objek yang dicintai. Rela berkorban sebagai wujud penghambaannya kepada Sang
Pencipta, serta banyak berharap agar Allah mencintainya. Menyayangi Allah berarti mencintai syari’at-Nya dan menjalankan perintahnya serta menjauhi semua yang dilarang-Nya.
Semoga kita termasuk orang-orang yang mencinta Allah dan dicintai-Nya. Penjelasan ini semoga menambah ilmu bagi kita semua, dan semoga Alllah selalu membimbing kita diatas jalan yang lurus. Aamiin
Lulu Rizkia Fajrin, Mahasiswi STEI SEBI
(*/arrahmah.com)