Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Negara *)
(Arrahmah.id) – Kebanyakan orang kenal nama Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi rahimahullah, tapi bisa jadi banyak yang tidak paham arah pemikiran beliau (bahkan secara garis besar).
Berikut ini beberapa hal yang menunjukkan arah pemikiran dan pandangan beliau, yang saya temukan di berbagai buku, muhadharah dan fatwa-fatwa beliau:
1. Beliau pro dihidupkannya kembali pintu ijtihad dan mengkritik keras pihak-pihak yang menganggap pintu ijtihad telah lama tertutup. Hal ini misalnya bisa dibaca di buku beliau “Kayfa Nata’amalu Ma’a At-Turats Wa At-Tamadzhub Wa Al-Ikhtilaf”, “Al-Ijtihad Fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyyah”, dan berbagai buku beliau lainnya.
2. Beliau mengkritik keras kalangan liberal dan orang-orang yang membebek pada pemikiran Barat, dan menyebut mereka sebagai mu’aththilah judud, orang-orang yang rela mereduksi dan membuang nash-nash yang sharih dan muhkam demi “maqashid” palsu mereka. Hal ini bisa dibaca dari buku beliau “Dirasah Fi Fiqh Maqashid Asy-Syari’ah”, “Al-Fatwa Bayna Al-Indhibath Wa At-Tasayyub”, dan lain-lain.
3. Beliau juga mengkritik kalangan yang terlalu terpaku pada zhahir nash, dan tidak mampu menjangkau sisi maqashid dan asrar Syariah, serta tidak mampu memadukan nushush, turats dan waqi’, sehingga fatwa mereka seperti tertinggal ratusan tahun, tidak mampu berinteraksi dengan zaman. Hal ini beliau sampaikan di buku beliau “Dirasah Fi Fiqh Maqashid Asy-Syari’ah”, “Al-Madkhal Li Dirasah As-Sunnah An-Nabawiyyah”, dan banyak lagi.
Beliau dalam hal ini banyak istifadah pada ulama di masa lalu, di antaranya Ibnul Qayyim yang menyatakan bahwa fatwa bisa berubah sesuai perubahan zaman, tempat dan ‘urf, serta pentingnya memperhatikan maqashid dari kandungan nash-nash syariah.
Dan di bagian ini juga, beliau banyak ditentang oleh kalangan yang menganggap sekian fatwa beliau itu bermasalah, karena sekilas tampak menyelisihi nash atau menyelisihi fatwa-fatwa ulama terdahulu. Namun jika kita melihat lebih jauh, Al-Qaradhawi sebenarnya tidak menyelisihi nash, beliau hanya menyelisihi “yang tampak di awal” dari nash serta tafsiran sebagian ulama terhadap nash tersebut.
4. Beliau pro formalisasi Syariah dan negara berlandaskan Syariah Islam. Beliau pun pro perjuangan umat Islam di berbagai penjuru dunia, terutama perjuangan umat Islam di Palestina. Hal ini sangat terlihat dari berbagai karya tulis dan muhadharah beliau yang tersebar di mana-mana.
Bagi sebagian orang, hal ini dianggap ciri-ciri khawarij, sehingga beliau dianggap salah satu tokoh khawarij oleh sebagian orang-orang jahil.
Sebagian lagi menuduh beliau radikal, ekstrimis dan teroris. Seperti narasi usang yang biasa dijajakan sebagian orang di negeri ini kepada setiap orang yang ingin formalisasi Syariah.
Di sisi lain, beliau juga dibenci dan dimusuhi oleh sebagian jihadis dan islamis, karena mereka tidak setuju dengan ijtihad dan jalan perjuangan yang dipilih oleh Syaikh. Bagi mereka, jalan perjuangan yang tepat hanya yang mereka pilih saja, yang berbeda berarti batil, menyimpang bahkan sesat.
5. Beliau keras terhadap kepemimpinan tiran, karena menurut beliau ini bertentangan dengan prinsip pokok kepemimpinan dan kekuasaan dalam Islam, yang seharusnya memberikan hak kepada rakyat untuk memilih penguasa dan menasihati mereka secara terbuka jika terdapat kesalahan.
Karena sikap keras beliau ini juga, beliau dimusuhi oleh penguasa berbagai negara dan para pendukung penguasa tersebut.
Ini juga yang menyebabkan beliau sering berseberangan dengan ulama lain yang dianggap dekat dengan para penguasa tiran tersebut. Konflik beliau dengan beberapa kibar ulama yang dekat dengan Bashar Asad dan penguasa Mesir sudah diketahui bersama.
6. Beliau menghormati para ulama dari berbagai afiliasi. Beliau memuji Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab dan Syaikh Bin Baz, beliau juga sangat menghormati para ulama Al-Azhar dan Asy’ariyyah.
Bagi beliau, perbedaan antara beliau dengan mereka adalah perbedaan pandangan dan ijtihad yang merupakan hal yang biasa terjadi di antara para ulama, dan tidak selayaknya membuat mereka tidak saling memberikan apresiasi.
Al-Qaradhawi sendiri dalam salah satu muhadharah yang bisa disimak di youtube menyatakan, beliau tidak membatasi diri dalam beristifadah. Beliau kadang istifadah dari salafi, kadang dari asy’ari. Bahkan kadang dari syi’ah dan mu’tazilah. Untuk bagian akhir, tentu ini kontroversial. Tapi begitulah beliau, beliau tidak mau diikat untuk istifadah hanya dari afiliasi dan madrasah tertentu saja.
7. “Warna” ijtihad beliau yang sangat terasa adalah prinsip “taysir” (memudahkan), yang selaras dengan prinsip Syariah yang ingin memudahkan umat Islam dan bukan mempersulit dan mendatangkan masyaqqah bagi mereka.
Hal ini terlihat dari berbagai fatwa beliau yang cenderung cukup longgar dibandingkan fatwa sekian ulama lain, namun tetap dengan pijakan dalil dan istidlal yang tidak mudah dipatahkan.
Beliau tidak segan mengkritik pendapat ulama mana pun, baik klasik maupun kontemporer, yang menurut beliau cenderung kaku dan menyulitkan, serta jauh dari semangat taysir.
***
Akhirul kalam, Al-Qaradhawi perlu kita lihat dari dua sisi. Sisi pertama, beliau adalah salah satu ulama terbesar di era kontemporer ini, yang setiap orang yang inshaf harus menerima fakta ini. Dan sikap adil adalah menempatkan setiap orang sesuai posisi yang seharusnya. Sisi kedua, beliau manusia biasa yang tentu punya kesalahan dan kekeliruan sebagaimana orang lain, dan jika sampai ilmu pada kita bahwa satu atau sekian pendapat beliau keliru, ya kita tinggalkan saja. Beliau sendiri pun sering mengatakan, “Kebenaran lebih saya cintai…”
*) Direktur Ma’had Al-Mubarak Banjarmasin, Direktur Ma’had Online Lit Tafaqquh Fid Diin – MATIN.
(*/arrahmah.id)