TEL AVIV (Arrahmah.id) — Otoritas Israel secara tiba-tiba mencabut akreditasi delapan diplomat Norwegia. Langkah ini semakin memperburuk hubungan kedua negara, yang sudah memburuk sejak Oslo mengakui negara Palestina pada Mei lalu.
Pemerintah Norwegia, seperti dilansir Reuters (9/8/2024), memberikan respons keras dengan menyebut Tel Aviv telah mengambil “tindakan ekstrem”.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel, Israel Katz, mengumumkan pada Kamis (8/8) waktu setempat bahwa dirinya telah mencabut akreditasi delapan diplomat Norwegia yang bekerja di kantor perwakilan Oslo untuk Otoritas Palestina.
Katz menjelaskan bahwa keputusan itu merupakan respons terhadap apa yang digambarkannya sebagai perilaku anti-Israel dari Norwegia, termasuk pengakuannya terhadap negara Palestina.
“Norwegia menerapkan kebijakan sepihak terhadap masalah Palestina, dan oleh karena itu, akan dikeluarkan dari masalah Palestina,” ucap Katz dalam pernyataannya.
“Norwegia memilih untuk memberikan penghargaan kepada para pembunuh dan pemerkosa Hamas dengan mengakui negara Palestina,” sebutnya.
Perselisihan antara Tel Aviv dan Oslo juga melibatkan kasus di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan tiga pemimpin senior Hamas. Jaksa ICC Karim Khan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap kelima pejabat itu atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Norwegia menjadi salah satu negara yang bergabung dalam gugatan hukum terhadap Israel, yang dikritik Katz sebagai “tidak berdasar”.
Langkah Israel mencabut akreditasi para diplomat Norwegia itu memicu reaksi keras dari otoritas Oslo. Menteri Luar Negeri (Menlu) Norwegia Espen Barth Eide menyalahkan pemerintahan Netanyahu atas perselisihan diplomatik itu dan menyatakan pihaknya sedang mempertimbangkan respons atas langkah Tel Aviv.
“Ini adalah tindakan ekstrem yang terutama mempengaruhi kemampuan kami untuk membantu penduduk Palestina. Keputusan hari ini akan berdampak pada hubungan kami dengan pemerintahan Netanyahu,” tegasnya.
“Ini sekali lagi menunjukkan bahwa pemerintahan Netanyahu secara aktif menentang upaya solusi dua negara,” imbuh Barth Eide. (hanoum/arrahmah.id)