Oleh Dian Puspita Sari
Ibu Rumah Tangga dan Member AMK
Perkara perceraian di Ngawi membuat orang mengelus dada. Pengadilan Agama (PA) setempat mengabulkan 1.032 perkara gugat cerai dan talak selama bulan Januari hingga Jumat (23/7) lalu. Jumlah tersebut meningkat 289 perkara dibandingkan tahun lalu dalam periode yang sama.
‘’Masih bisa meningkat sampai akhir tahun ini,’’ kata Panitera Muda Gugatan PA Ngawi Hidayat Murjito, Ahad (25/7).
Hidayat mengutarakan penyebab keretakan bahtera ribuan rumah tangga didominasi masalah ekonomi. Persentasenya mencapai 70 persen. Mulai pihak suami tidak memberi nafkah, meninggalkan istri, atau sama-sama bekerja namun sudah tidak memiliki rasa saling percaya. (radarmadiun.co.id, 29/7/2021)
Sungguh menyedihkan melihat fakta ini. Keluarga yang seharusnya menjadi benteng pertahanan terakhir kaum muslimin justru tercerai berai berkeping-keping.
Ada apa di balik semua ini?
Perceraian (Talak)
Perceraian adalah lepasnya ikatan pernikahan antara suami dan istri. Ketika pasangan suami-istri sah dinyatakan bercerai, hak dan kewajiban keduanya sebagai pasangan pun akan gugur. Dalam hukum Islam (fikih), perceraian disebut talak. Kata talak berasal dari bahasa Arab “Ithlaaq” yang berarti melepaskan atau meninggalkan. Yaitu lepasnya ikatan dan hubungan perkawinan.
Meskipun demikian, perceraian bukan perkara remeh.
Ketika keputusan untuk bercerai sudah bulat dan tidak bisa dicegah, dalam prosesnya pun tidak luput dari aturan yang berlaku. Ada rukun perceraian yang harus dipatuhi oleh muslim.
Rukun tersebut bukan sekadar aturan, melainkan juga menjadi syarat sahnya perceraian. Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi, proses perceraian menjadi tidak sah.
Rukun perceraian yang harus diketahui oleh pasangan suami istri adalah sebagai berikut:
- Rukun perceraian untuk suami:
Perceraian hanya akan sah apabila perceraian dilakukan oleh seorang suami yang berakal sehat, baligh dan dilakukan dengan kemauan sendiri. Dengan demikian, apabila perceraian dilakukan karena ada paksaan (tekanan) dari pihak lain, misalnya dari orang tua atau keluarganya, sekali lagi proses perceraiannya menjadi tidak sah.
- Rukun perceraian untuk istri:
Bagi seorang istri, perceraian baru akan sah jika akad nikahnya dengan suami sudah dianggap sah dan istri belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya.
Sebenarnya, istri boleh saja menggugat cerai suami. Namun, harus ada alasan yang jelas terlebih dahulu. Jika tidak ada alasan yang jelas, menggugat cerai haram bagi istri.
Rasulullah saw. bersabda,
“Siapa saja perempuan yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan, maka diharamkan bau surga atas perempuan tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Gugat cerai adalah istilah yang dipakai apabila seorang istri ingin mengajukan cerai kepada suaminya. Permintaan cerai tersebut diajukan oleh istri kepada pihak pengadilan yang selanjutnya pihak pengadilan akan memproses dan memutuskan untuk menyetujui atau menolak gugatan cerai tersebut.
Terlepas dari aturan terkait cerai (talak) di atas, relasi suami-istri dalam sebuah rumah tangga telah diatur dalam Al-Qur’an. Mulai dari masalah pernikahan hingga perceraian. Meskipun perceraian tidak dilarang, akan tetapi Allah Swt. membenci perceraian.
Artinya, Islam tidak menyukai apa-apa yang dibenci Allah, termasuk perceraian. Maka Islam sangat menganjurkan agar pasangan suami-istri mencari jalan keluar selain bercerai. Allah menekankan bahwa pernikahan adalah ikatan yang kuat dan sakral.
وَ كَيۡفَ تَاۡخُذُوۡنَهٗ وَقَدۡ اَفۡضٰى بَعۡضُكُمۡ اِلٰى بَعۡضٍ وَّاَخَذۡنَ مِنۡكُمۡ مِّيۡثَاقًا غَلِيۡظًا
“Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.” (QS. Al-Baqarah[2] : 21)
Namun, jika tidak ada kemungkinan lebih baik untuk perbaikan hubungan di antara pasangan suami dan istri, maka perceraian bisa jadi solusi terakhir untuk mengakhiri masalah.
Allah Swt. berfirman,
وَاِنۡ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَاِنَّ اللّٰهَ سَمِيۡعٌ عَلِيۡمٌ
“Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah[2] : 227)
Penyebab Perceraian
Secara umum, penyebab perceraian dalam rumah tangga ada dua hal.
Pertama, perceraian yang disebabkan meninggalnya salah satu dari pasangan suami-istri. Kedua, perceraian yang disebabkan oleh permasalahan dalam rumah tangga yang tidak dapat diselesaikan, sehingga pasangan suami-istri tersebut memutuskan untuk mengakhiri ikatan pernikahannya.
Jika kita tarik benang merah dari penyebab perceraian yang kedua, salah satu permasalahan rumah tangga yang tidak dapat diselesaikan adalah masalah ekonomi. Faktor perceraian ini yang paling dominan. Persentasenya di Ngawi sendiri mencapai 70 persen. Sebagaimana yang digambarkan dalam fakta di awal tulisan ini.
Semua ini merupakan dampak penerapan aturan hidup kapitalis sekuler yang diterapkan oleh negara atas masyarakat. Betapa tidak.
Di masa pandemi tak berujung solusi ini, berbagai problem kehidupan masyarakat kian rumit. Di antaranya:
- Kasus Covid-19 meningkat.
-
Proses Pembelajaran Jarak Jauh (PPJJ) yang berkepanjangan dan bermasalah menunjukkan ketidakjelasan arah pendidikan di negeri ini.
-
Angka pengangguran semakin marak disebabkan PHK massal. Akibatnya, banyak kepala keluarga yang tidak lagi mampu menafkahi anak istrinya disebabkan PHK dan minimnya lapangan kerja.
-
Ketiadaan jaminan kebutuhan hidup rakyat dari pemerintah di tengah pandemi menambah kesengsaraan mereka.
Berbagai problem rumit ini dialami keluarga-keluarga yang ada di tengah masyarakat. Banyak di antara mereka yang putus asa dan memilih untuk bercerai dari pasangannya.
Lantas apa yang harus dilakukan untuk mengatasi problematika talak yang semakin marak ini?
Islam Solusi Tuntas Mengatasi Perceraian
Sebagai muslim, hendaknya kita mengembalikan segala urusan hidup kepada Sang Khalik, Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur.
Allah Swt. berfirman,
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّـهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
“Dan jika kalian berselisih pendapat tentang satu masalah maka kembalikanlah kepada Allah dan kepada RasulNya jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu adalah lebih baik dan akibatnya pun juga lebih baik.” (QS. An-Nisa[4]: 59)
Tak ada masalah tanpa solusi tuntas Islam. Termasuk masalah kasus perceraian yang marak.
Akar masalah maraknya kasus perceraian ini tidak lepas dari penerapan sistem hidup kapitalis sekuler. Maka tak ada solusi lain kecuali dengan mengganti sistem hidup ‘fasad’ ini dengan aturan hidup lebih baik bahkan terbaik dari semua aturan buatan manusia yang pernah ada. Dialah aturan ilaahi. Aturan Nya termaktub dalam syariat Islam.
Syariat Islam mustahil diterapkan oleh individu atau segolongan umat. Syariat Islam hanya mampu diterapkan oleh negara.
Negara bertanggung jawab penuh untuk menerapkan syariat Islam secara kafah. Dengan penerapan syariat Islam secara kafah, akan terwujud:
- Keluarga-keluarga harmonis dan sakinah mawadah warahmah di tengah masyarakat.
Dengan ini, angka perceraian mampu diminimalisir. Jika toh terjadi perceraian, maka hal itu bersifat kasuistik. Sebaik hingga seburuk apapun kondisi ujian hidup dalam negeri tidak akan menggoyahkan iman masyarakat, termasuk keluarga yang hidup di dalamnya.
Ikatan rumah tangga yang sakral dengan perjanjian kuat (مِّيۡثَاقًا غَلِيۡظًا) akan tetap eksis dalam naungan negara berasaskan Islam.
- Tata hidup bermasyarakat dan bernegara yang teratur.
Negara dalam Islam menerapkan aturan yang begitu agung dan sempurna, baik yang menyangkut masalah perkawinan, waris, nasab, perwalian, talak, rujuk, maupun hal-hal lainnya. Semua keteraturan ini sejalan dengan pandangan Islam yang sangat “concern” terhadap masalah keluarga dan menempatkannya sebagai bagian penting dalam masyarakat.
Dalam Islam, keluarga ibarat benteng pertahanan terakhir dalam menghadapi berbagai ancaman, rintangan dan gangguan yang akan merusak dan menghancurkan tatanan masyarakat Islam yang bersih dan tinggi.
- Fungsi keluarga sebagai “madrasah ula”, sekolah pertama dan utama bagi anak sebelum dan sesudah ia berinteraksi sosial bersama masyarakat.
Ayah dan ibu berperan sebagai sumber pengajaran pertama, sekaligus tempat membangun dan mengembangkan interaksi harmonis untuk meraih ketenangan dan ketentraman hidup satu sama lain.
Secara politis dan strategis, keluarga juga berfungsi sebagai tempat paling ideal untuk mencetak generasi unggulan, yakni generasi yang bertakwa, cerdas dan siap memimpin umat membangun peradaban ideal di masa depan, hingga umat Islam muncul sebagai khayru ummah.
- Jaminan hidup yang mampu mensejahterakan rakyat dalam semua aspek.
Insya Allah dengan Syariat Islam, angka perceraian mampu ditekan dan diminimalisir. Yang ada adalah tatanan keluarga dan masyarakat yang hidup penuh keharmonisan dan ketenangan.
Wallahu a’lam bishawwab.